"Miya Moon." Panggil Bu Kadita sambil membuka lembaran demi lembaran buku laporan hasil kegiatan siswa di Heroes Academy.
Perempuan berambut panjang dengan kuncir kuda itu berdiri. Berjalan pelan ke arah meja bu Kadita. Dua pasang mata memandanganya cemas dari belakang. Apalagi ketika bu Kadita memandang Miya dengan tatapan sinis.
Pemilik rambut berwarna putih kebiruan itu menerima laporan kegiatan itu dari tangan bu Kadita dengan ragu. Ia membuka lembaran - lembaran yang berisi nilai kegiatan sekolahnya semester ini. Sudah dapat ditebak apa yang akan Miya lihat di buku laporan tersebut.
"Kalo kamu begini terus, gimana untuk selanjutnya?" Tanya Kadita dengan ekspresi sinis pada Miya.
Miya tidak bisa menjawab. Ia kikuk di depan wali kelasnya saat ini. "Maaf, Bu." Kata Miya kemudian berbalik badan untuk kembali ke bangkunya.
Dua pasang mata milik Odette dan Eudora terus memperhatikan Miya yang sekarang lesu di bangkunya. Pandangan sepasang gadis itu prihatin.
***
Kelas Grandmaster Grade - Mage* sudah sepi semenjak nama siswa absen terakhir menerima laporan hasil kegiatannya. Tersisa Miya, Odette dan Eudora. Mereka berbalik dan menghadap ke arah Miya yang duduk tepat di belakang mereka. Miya tengah memasukan buku-bukunya ke dalam tas dan bersiap pulang.
"Jadi hasilnya gimana? Kebakaran lahan lagi?" Tanya Odette tanpa basa-basi mengenai nilai laporan Miya. Pilihan kata Odette memang terlalu hiperbola.
"Kebakaran hutan!" Jawab Miya singkat sambil melempar buku laporan itu ke meja Odette dan Eudora. Eudora bergegas membuka lembaran demi lembaran buku laporan itu.
"Astaga, Miya!" Seru Eudora melihat nilai demi nilai yang ditulis oleh tinta merah memenuhi buku laporan itu. Sementara Odette hanya melotot sambil menutup mulutnya.
Jari telunjuk Eudora menyusuri angka demi angka dari awal hingga jarinya berhenti di bagian keputusan. "Mengulang?!" Seru Eudora kaget.
"HAH?!" Odette semakin lebar membuka mulutnya dan semakin dalam telapak tangannya menekan mulutnya.
"Ayah mungkin lagi ngasah pedang untuk nebas gue.!" Kata Miya pasrah.Odette mengerti perasaan Miya saat ini. Gadis berambut pirang dikepang itu menghela napas. "Terus, apa rencana lo, Miya?" Tanya Odette dengan nada lembut. "Lo harus ngulang di Grandmaster Grade 6 bulan kedepan."
"Mungkin gue akan pindah ke kelas Marksman." Jawab Miya.
"Pindah peminatan?" Tanya Eudora. "Itu artinya lo harus ngulang ke Master Grade* ? Apa itu gak terlalu berat buat, Miya?" Ujar gadis yang memiliki sihir listrik tersebut.
"Mau gimana lagi? Mage bukan minat dan keahlian gue." Jawab Miya. "Kalian tahu kan kalau gue diminta buat ikut kelas Mage karena Ibu seorang Mage. Apalagi jadi hero support seperti ayah. Gue gak punya magical skill seperti mereka!" Jelas Miya membuat kedua sahabatnya mengangguk.
"Mungkin lo perlu ngobrol lagi sama Ayah Ibu lo, Miya. Bisa jadi dengan ngeliat nilai lo kayak gini, mereka bisa menerima dan memaklumi alasan lo untuk pindah kelas." Kata Odette penuh pengertian.
"Ya, gue setuju sama Odette. Orangtua lo pasti ngerti. Daripada lo melanjutkan hal yang bukan lo suka." Timpal Eudora.
Gadis bermarga Moon itu mencerna kata-kata kedua sahabatnya. Sudah jelas, sahabatnya saja mendukung Miya untuk pindah kelas peminatan. Orangtuanya juga pasti mendukung. Asalkan Miya mengatakan alasan yang tepat.
"Ya, gue coba bicara sama kedua Ayah, Ibu . Semoga mereka sedang dalam mood yang bagus hari ini."
*
**
Sepanjang perjalanan pulang, Miya masih terus bertanya - tanya. Mengapa ia tidak memiliki magical skill seperti ayah dan ibunya. Sementara Nana, adiknya, sudah bisa mengendalikan ilmu sihir yang diturunkan oleh ayahnya. Bisa jadi tahun selanjutnya Nana bisa mendaftar ke Heroes Academy. Pernah terbesit di pikiran Miya, apakah Miya itu benar anak kandung ayah dan ibunya? Arghh.. tapi pikiran itu terlalu berlebihan.
Tak terasa Miya sudah sampai di halaman rumahnya yang luas dan rindang dengan berbagai tanaman hias. Ia menatap pintu masuk berwarna putih itu ragu dan cemas.
"Sedang apa, Kak?" Sapaan anak perempuan itu hadir ditengah kecemasan Miya dan berhasil membuat Miya terlonjak.
Miya memandang ke sumber suara itu. Ada Nana di sampingnya. Anak perempuan setinggi pinggul Miya itu menatap Miya heran.
"Kakak mau masuk." Jawab Miya. Ia berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Kamu dari mana?" Tanya Miya pada Nana.
"Baru pulang dari pasar sama Ibu." Jawab Nana sambil menunjukk ke arah Ibunya yang masih berjalan di belakang sambil membawa belanjaan yang lumayan banyak.
"Kamu bawa tas kakak ke dalam. Kakak mau bantuin ibu bawa belanjaan." Kata Miya sambil menyerahkan tasnya ke Nana dan berlari kecil menghampiri sang ibu. Nana beranjak masuk rumah lebih dulu.
Miya dan Karina, ibunya, masuk rumah dan langsung menuju dapur untuk meletakan barang belanjaan. Ia meletakannya di dekat peti penyimpanan bahan makanan. Karina mengambil alih tugas itu dan menyuruh Miya beristirahat. Namun Miya dikejutkan oleh Estes, ayahnya, yang duduk di meja makan sambil membaca buku sihirnya.
"Mana buku laporan kegiatan kamu?!" Tagih ayahnya. Suara ayahnya berhasil membuat Miya terlonjak.
Karina yang sedang membereskan bahan makanan tak sengaja mendengar. "Bukannya Miya bilang minggu depan baru dibagikan?" Tanya Karina sambil melanjutkan aktivitasnya."Miya bohong. Tadi Kadita memberitahu kalau laporannya diserahkan hari ini." Jawab Estes. Miya kikuk.
Miya hanya mengetuk-ketuk kening dengan kepalan tangannya. Ia semakin cemas dan memikirkan banyak hal. Salah satunya adalah pertanyaannya pada diri sendiri dimana Ayahnya menyiapkan pedang untuk menebasnya nanti.
Estes melirik ke arah Miya. "Kenapa diam? Mana buku laporanmu?" Tagihnya lagi.
Miya mengambil buku laporan itu di tasnya yang masih dipegang Nana. Ia mengeluarkan sebuah buku bersampul biru bergambar emblem Mage.
"Ya Tuhan, berilah keajaiban pada nilai - nilaiku." Lirih Miya dalam hati sambil menyerahkan buku laporan itu.
Estes menerima buku itu. Ia membukanya mulai dari lembar awal. Dahinya mulai mengkerut dan alisnya menyatu. Hingga pada puncaknya, Estes membulatkan matanya pada lembaran daftar nilai semester ini. Ia kemudian melirik Miya ganas dan siap membunuh.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Challenges to be A Hero
FanficMiya memaksa untuk pindah dari kelas Mage ke kelas Marksman, meskipun harus ia harus 'downgrade' ke Master Grade untuk mempelajari teknik dasar seorang hero dan memilih Role yang diinginkan. Alasan pertama, ia tidak memiliki sedikitpun magical skill...