Odette dan Eudora berhasil membujuk Miya agar mau tinggal sementara di Swan Castle. Dengan begitu, akan ada yang merawat Miya hingga ia sembuh.
Sang putri Swan tahu kabar tentang Miya ketika Claude sengaja menghampirinya di kelas Mage sepulang sekolah.
Awalnya gadis pemanah itu menolak dengan alasan tak ingin merepotkan kedua sahabatnya, mengingat ia sudah sering membuat Odette atau Eudora repot. Akhirnya Miya kalah dengan paksaan kedua sahabatnya--ditambah Claude.
Dan sekarang, di sinilah Miya berada. Di sebuah kamar mewah milik puteri tunggal Kerajaan Swan.
Sekarang, Miya sedang dirawat oleh beberapa maid sang puteri. Ada yang mengompres luka lebamnya dan mengoleskan obat khusus, ada juga yang membalut luka sayatannya dengan plester. Miya merasa seperti seorang puteri malam ini dan mungkin untuk beberapa hari ke depan.
"Terima kasih." Ucap Miya setelah para maid yang mengurusnya selesai mengerjakan tugas. Para maid itu mengangguk.
"Baiklah puteri Odette. Kami pamit untuk mengerjakan tugas yang lain." Kata salah satu maid itu.
"Baiklah." Sahut Odette. "Jangan lupa untuk siapkan makan malam untuk kami!" Lanjut Odette.
"Akan segera kami antarkan, putri. Kami pamit dulu." Pungkas salah satu maid itu lalu beranjak keluar kamar.
"Gue merasa jadi putri di sini." Kata Miya sambil meregangkan otot-ototnya. Ia merasa pegal karena sedaritadi ia tak diizinkan bergerak.
"Dan lo akan merasakan itu untuk beberapa hari ke depan." Sahut Odette yang masih sibuk menata rambutnya di depan cermin.
Putri Swan itu mendadak teringat sesuatu. Ia menoleh pada Miya yang tengah duduk di sisi ranjang.
"Gue jadi penasaran, gimana reaksi Alucard setelah tahu kalo Ruby yang menyebabkan lo begini." Kata Odette.
"Dia keliatan marah banget tadi." Sahut Miya.
"Pasti!" Sahut Odette langsung. "Udah keliatan banget dia begitu peduli sama lo."
Miya terdiam. Ia teringat saat melihat kekhawatiran Alucard tentang keadaannya. Betapa takutnya Alucard jika terjadi apa-apa padanya. Apalagi, gadis pemanah itu mulai merasa aneh ketika mendapat pelukan dari Alucard di ruang kesehatan tadi. Darahnya mendesir dan detak jantungnya lebih cepat dari biasanya.
Mungkin apa yang dikatakan teman-temannya benar, bahwa Alucard menyukainya. Hanya saja, gadis pemanah itu belum sepenuhnya menyadari.
"Lo ngelamun?"
Wajah Odette yang tau-tau ada di depan Miya--membuatnya tersentak.
Miya segera menggeleng. "Enggak!" Sahutnya bohong.
"Cerita aja!" Desak Odette. "Lo pasti kepikiran soal kejadian di restaurant Lancelot beberapa waktu lalu kan?" Goda Odette sambil menunjuk hidung Miya.
Pipi Miya memerah. Ia memang sedang memikirkan Alucard, tapi tidak untuk kejadian memalukan itu. Ia memikirkan cowok pirang itu di moment yang lain.
Mata Odette semakin menipis, senyumnya melebar menggoda Miya. Kemerahan di pipi gadis pemanah itu semakin menjalar ke seluruh wajahnya hingga ia harus menutup muka.
Odette tertawa lepas melihat tingkah malu-malu sahabatnya itu. "Yaampun! Jadi lo baru nyadar kalo lo lagi jatuh cinta?!" Goda Odette, tawanya semakin keras.
Astaga, seorang Odette yang notabennya lemah lembut, ternyata bisa tertawa selepas ini.
"Oke, gue anggap lo jawab 'iya' kalo lo diem aja." Kata Odette.
KAMU SEDANG MEMBACA
Challenges to be A Hero
FanfictionMiya memaksa untuk pindah dari kelas Mage ke kelas Marksman, meskipun harus ia harus 'downgrade' ke Master Grade untuk mempelajari teknik dasar seorang hero dan memilih Role yang diinginkan. Alasan pertama, ia tidak memiliki sedikitpun magical skill...