04 | Stroberi untuk Keara

160 16 3
                                    

04 | Stroberi untuk Keara

__________


"SIAPA aja ini yang mau ikut? Naik motor aja, deket kok."

Suara Mas Rumi memenuhi kerumunan. Hari itu adalah hari kedua kita di Purwokerto, Yo. Kamu ikut aku ke rumah Mbak Sani, ketemu saudara-saudara dan sepupu-sepupu yang beberapanya sudah kamu kenal.

Sorak ricuh dari sepupu-sepupu kecil berebut minta ikut. Termasuk aku.

"Nggak, nggak! Keara nggak usah diajak, Mas. Susah nurut, ngerepotin doang dia." Itu suara kamu. Itu lah alasan kemarin kamu memilih tidur dari pada makan bubur kacang hijau sama aku. Ternyata kamu beneran marah perkara aku kelamaan diam di luar untuk lihat hujan.

Kemarin, pengakuanmu kutebus hanya dengan helaan napas dalam. Dan senyum seolah bilang aku nggak akan mengulangi lagi. Entah, aku sendiri tidak yakin bisa menepati atau nggak. Makanya aku cuma bisa senyum, meraih tanganmu tanpa satu katapun. Membujukmu memakan bubur hijau yang kubawakan.

"Ikut Mas, Rum. Pokoknya aku ikut!"

Hari itu keluargaku berencana ke kebun stroberi, tidak jauh dari rumah. Terakhir kesana aku sih saat kecil dulu. 

Kamu, setelah dimanis-manisin meskipun senyum belum tergambar juga, akhirnya diam saja saat aku nekat menaiki motormu. Sepupu-sepupu kecil ternyata tidak diizinkan ikut oleh Mas Rum, karena kita rencana mau naik motor, menikmati jalanan.

Begitu tiba, hamparan kebun dengan buah merah meranum terhampar luas. Halimun lembut mengepung gugusan bukit sejauh mata memandang.

"Gila dingin banget gilaaaaaa," aku turun dari motor lebih dulu, menunggumu melepas helm dan masker. Kamu cuma tertawa, aku sibuk mengusap-ngusap kedua tangan.  

"Mas, dinginnn," aku merengek. Kamu mendekat, membantuku merapatkan jaket.

"Berisik."

"Gila dingin."

"Ya makanya di otaknya jangan bilang dingin mulu, makin dingin," sahutmu menutup kancing terakhir.

"Ini dingin beneraaan...!" aku gemas menatapmu. Kamu sih, sudah biasa dingin luar dalam, jadi sudah mati rasa kalau dihadapi sama cuaca sedingin itu. Kamu hanya diam, menjawab seruan Mas Rumi tentang, "Yo, kunci motor, Yo." Kamu cuma mengiyakan, mengangguk.

"Mas?"

"Hm?"

"Ini kamu nggak mau peluk gitu? Aku udah teriak-teriak kedinginan gini!" ucapku saat kamu memakaikanku topi hangat.

"Ngarep!" Kamu mengernyit geli. Menarik kupluk sampai menutupi mataku. Dih, ngapain tadi sok manis merapikan topiku coba.

Kita mengawali dengan berjalan kaki menelusuri kawasan perkebunan hari itu, Yo. Kamu berjalan di sampingku dengan kedua tangan bersembunyi di saku jaket. Menikmati udara sejuk yang menyelinap ke bilik-bilik rongga dada lewat setiap tarikan napas. 

Kamu bergumam, menunjuk embung (Danau buatan) tidak jauh dari tempat kita berjalan, yang menampilkan refleksi gagahnya Gunung Slamet dari pantulan air.

Hawa dingin dan udara segar mengantar kita untuk segera memulai explorasi di perkebunan. Dengan jalanan yang tidak begitu mulus, kamu sesekali membantuku melangkah.

Baru beberapa menit berkeliling, kamu bilang ternyata penduduk sekitar tidak hanya menanam stroberi, tapi juga kol, sawi, tomat, cabe, dan buah-buahan lainnya.

Memori dalam Kata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang