09 | Triane

83 13 0
                                    

09 | Triane

__________


"KAMU punya wewenang untuk bikin jadwal?" pertanyaan basi yang kulontarkan membuat semuanya terasa lebih kaku. Kenapa basi? Karena aku sudah tahu kamu di proyekmu kali ini kamu kerja sebagai sebagai project leader, dan tentu saja punya wewenang untuk membuat jadwal termasuk jadwal survey.

Kamu menoleh, tersenyum, mengangguk.

Tapi semua responmu itu tidak meredamkan apapun yang sedang bergejolak di hatiku, Yo. Kamu bahkan tidak menjelaskan kenapa kamu harus menjadwalkan kamu dan Triane ke Jogja.

Kamu nunggu aku tanya? Dan gimana aku bisa tanya kalau responmu ogah-ogahan begitu?

Kejadian di parkiran motor itu, kupikir bertemu Hani sudah menjengkelkan. Ternyata bukan seberapa ketimbang dahsyatnya satu nama yang disebut di tengah-tengah kita.

Triane. Satu nama. Tapi selalu berhasil membuatku gelisah. Dan kegelisahan itu tumbuh menjadi tindakan anarkisku untuk mengagalkan apapun yang sedang kamu rencanakan tanpa sepengetahuanku, Yo.

Dengan membuat bagaimana caranya kamu nggak bersamanya ke Jogja.

* * *

"Pak! Pak! Proyek kita di Jogja batal?" Salah satu pekerjamu datang tergesa-gesa dengan suara memekakkan memanggilmu saat kita baru saja selesai makan siang.

Saat itu hari sabtu, dan aku yang libur kantor memilih ke proyek tempatmu bekerja untuk membawakan bekal dan makan siang bersama.

Siapa sangka, kalau hari itu hari terakhir aku diizinkan kamu datang ke proyek.

"Kenapa?" kamu bertanya keheranan, menatap salah satu pekerjamu yang masih tersengal-sengal.

"Bu Ine bilang katanya Bapak yang batalin berangkat ke Jogja. Orang sananya jadi nggak mau kerja dengan kita lagi karena kita dianggap main-main, Pak."

Aku mencoba untuk tidak menunjukkan reaksi yang mengundang kamu mencurigaiku, tapi jantungku bergemuruh saat kulihat air mukamu mendadak panik.

Aku menelan liur. Segitunya kamu panik karena gagal ke Jogja bersama Triane, Yo?

Tidak lama kemudian seorang perempuan yang kukenali—atau tidak—datang.

"Kenapa kamu nggak konfirmasi ke saya sebelum bilang sama Pak Nur di Jogja?" suaramu yang selembut kapas saat berbicara dengan Triane sempurna meleburkan asaku, Yo.

Triane menggeleng samar, menatapmu lurus-lurus. "Kamu yang batalin, Mas."

Retak.

Siapa lagi yang manggil kamu, 'Mas' sekarang?

"Dan itu terhubung sama agenda kita di Jogja. Tanpa aku bilang ke Pak Nur pun beliau sudah dapat notifikasi kalau kamu yang batalin, untuk kedua kalinya. Wajar mereka nggak mau kerjasama dengan kita lagi."

"Yo, Pak Darris mau datang nanti sore. Mau ketemu sama lo!" Satu laki-laki lain menghampiri, memberi tahu sebelum akhirnya pergi lagi. Kentara sekali dia juga enggan bicara sama kamu, Mas.

Kamu menggeleng. Dan sikapmu itu membuat satu per satu kerumunan itu mundur.

"Ervan!" sentakkanmu membuat laki-laki tadi mau tidak mau kembali, berhadapan dengan kamu.

Bertiga di ruangan itu, dan kamu berbisik, "Cari siapa yang terakhir kali buka akun gue. Sekarang!"

Detik itu juga aku lupa kamu punya Ervan. Salah satu pekerjamu, sahabatmu, yang merangkap menjadi teknisi dan tentu saja pemegang keamanan jaringan aplikasi perusahaan kamu.

Memori dalam Kata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang