18 | Lembar Masa Lalu

95 14 1
                                    

18 | Lembar Masa Lalu

__________


KEESOKAN harinya kamu menempati janjimu untuk mengobrolkan hal yang tertunda. Bagiku, sebenarnya banyak yang ingin diobrolkan. Masih ada kegelisahan tentang kepergianmu ke Jogja tanpa memberi kabar.

Dengan segala keengganan yang masih membebaniku, aku memaksa diri melawan semuanya untuk mengiyakan ajakanmu bertemu. Sebagian diri ini sebenarnya menginginkan pembicaraan tanpa riak, sebagiannya lagi tidak tahan untuk pasang.

Malam itu, di tempat yang biasa kita habiskan sisa hari sibuk setiap jum'at malam dulu, di tengah cuaca hujan kamu datang terlambat sepuluh menit. Tertawa sambil merapikan rambut begitu kamu menghampiriku.

Tidak ada yang berbeda, Mas. Seperti biasa kamu datang dengan senyum yang menenangkan, berbagi cerita tentang aktivitasmu, perkembangan proyek, dan tentu saja kamu masih tidak lupa menanyakan kondisiku di kantor seharian.

"Aku lagi bingung juga sih, Mas."

"Oh ya? Ada apa, Ra?" tanyamu setelah menyeruput kopi sedikit demi sedikit. Menatapku lekat, menungguku menjawab.

"Aku bingung mau pergi atau nggak," desisku menatap asap yang mengepul dari minuman panas milikku. Dari semua ini. Sambungku dalam hati. Meski rasanya sudah diujung lidah, tapi aku masih belum bisa menguraikan apa yang sebenarnya kurasakan.

Bahkan untuk sekadar bertanya padamu. Kenapa?

Aku tahu aku salah kalau hanya ingin mendapat penjelasan tanpa aku harus bertanya. Tapi..., entah karena rasa hormatku atau entah rasa yang mana yang membuatku enggan mengangkat masalah itu semua.

Cangkir itu segera kamu letakkan di atas meja. "Maksud kamu?"

Sempat terlintas dipikiranku untuk langsung bertanya tentang kepergianmu ke Jogja, tapi entah Mas, aku tidak punya cukup nyali untuk mencari penjelasan.

Mungkin karena takut mendengar jawabanmu, takut membuatmu tersinggung, atau takut setelah ini ada yang berubah di antara kita.

Aku menatap matamu yang juga menatapku dengan tatapan menunggu.

Dan saat itu, entah kenapa aku merasa kamu bukan orang yang tepat untuk diajak membahas masalah ini. Padahal dulu kamu pernah bilang,

"Mas pesan ke kamu, ya, Ra. Kalau ada masalah di antara kita, tolong tumpahin dulu ke telinga Mas, sebelum kamu tumpahin ke telinga orang lain. Kalau Mas yang buat masalah, Mas yang harus tanggung jawab selesaikan."

Kamu pernah bilang begitu dulu. Dan kenapa permintaanmu yang sejak dulu kusanggupi kini terasa berat untuk dipikul sendirian?

"Aku diminta dinas ke Surabaya besok." Aku mencoba berbelok. Sudah kubilang, aku tidak punya nyali untuk menabrak portal.

Kamu menaikkan alis, 'lalu' maksudnya?

"Badanku kurang sehat. Aku lagi pengen banyak istirahat, jadi aku tolak," gumamku lagi.

Kudengar kamu mengehela napas, dan dengan gerakan kecil tanganmu membungkus sebelah tanganku. "Nggak perlu diforsir, Ra. Kamu yang kenal sama tubuhmu sendiri. Kalau capek, nggak masalah. Rehat sejenak. Kamu memang butuh istirahat. Jangan ambil keputusan kalau kamu ragu."

Memori dalam Kata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang