14 | Paradoks
__________
TIGA hari, aku tidak menerima kontak apapun dari kamu saat itu. Terimakasih pada nomor ponsel kantor, karena nomor pribadiku kumatikan. Yang penting urusan kantor tidak terhambat, dan orang rumah juga bisa menghubungiku ke nomor itu.
Saat itu aku mensyukuri kerjaan kamu tidak ada napas, karena itu membuat kita tidak bisa bertemu. Memang maunya aku, aku butuh waktu untuk memikirkan apa yang sudah kulewati. Celah mana yang kulupakan hingga bisa membuat kamu berdekatan lagi dengan Triane.
Aku ingat banget dulu, begitu tidak pedulinya aku dengan laki-laki. Dulu kupikir, aku nggak siap untuk berbagi diriku pada siapapun. Aku nggak siap terus-terusan peduli dan memperhatikan orang lain secara lebih.
Selain karena kupikir belum waktunya, aku juga takut jadi salah satu perempuan yang dipermainkan. Kamu juga tahu kan, diumurku sekarang bahkan masih banyak laki-laki yang senang mendekati banyak perempuan. Kalau ditanya, apa maksudnya? Dalam hati mereka hanya menganggungkan, 'cuma senang-senang'.
Atau lebih parahnya, dijadikan koleksi, dibandingkan mana yang dirasa terbaik lalu menyingkirkan siapapun yang sedang dekat dengannya, menghentikan apa yang sudah dimulai tanpa kata.
Entah gimana hancurnya rasa percaya diri yang coba dibangun seorang perempuan setelah diperlakukan serendah itu, Mas. Mana tahu kalau dia sebelumnya baru selesai berjuang menyembuhkan luka lama, memberanikan diri untuk kembali membuka hati, tapi ternyata hanya untuk dilukai lagi?
Dunia ini bilang perempuan itu rapuh, Mas. Hatinya bagai kaca yang bisa tergores saat kamu usap terlalu keras, tapi juga akan kusam kalau dibiarkan. Dan kalau pecah, nggak akan ada yang dapat memperbaiki bekasnya.
Banyak perempuan yang mudah merelakan kepergian seseorang, tapi sulit merelakan dirinya hanya dipermainkan.
Aku pernah lihat di Instagram, tentunya kamu nggak akan tahu karena kamu nggak main platform satu itu. Orang itu bilang. "Kalau kamu mau main-main, kalau mau bersenang-senang, main lah ke gunung, hiking, traveling, futsal, game online, berenang, apa saja, tapi bukan dengan perasaan perempuan."
Aku setuju banget sama hal itu, Mas. Menolak garis keras dan berdo'a lima kali dalam satu hari semoga aku jadi perempuan yang beruntung dan kebagian dipasangkan dengan laki-laki yang bukan seperti itu. Yang hari ini dekat sama A, besok sama B, besoknya lagi sama C.
Aku takut banget, Mas, jadi perempuan yang direndahkan sama laki-laki dengan cara dipermainkan begitu. Pokoknya aku nggak mau jadi B, hingga Z. Aku cuma pengen jadi satu, the only one, jadi A. Karena sedewasa apapun perempuan, sekuat apapun perempuan, mereka akan tetap sedih kalau tidak dihargai.
Menyadari masih banyak laki-laki yang tidak menghargai perempuan, maka kujaga langkahku sebaik mungkin untuk tidak mudah membuka diri. Dan semua ketakutan itu akhirnya hilang, saat aku bertemu dan mengenal kamu.
"Aku memang setakut itu dulu, Mas, dan mungkin ketakutanku terlalu berlebihan. Aku pikir, aku kayak gitu hanya karena aku belum menemukan laki-laki yang tepat."
Kamu tersenyum, menoleh seketika. Tanganmu bergerak membuka kaleng susu. "Terus menurut kamu, Mas pilihan yang tepat?" tanyamu sambil menyodorkan susu kaleng putih itu.
Aku mengangguk-angguk riang, menatapmu dengan binar kebahagiaan seraya menerima susu kaleng yang kamu ulurkan.
"Sejak awal dekat, yang kutahu, Mas cuma dekat sama aku. Entah gimana, aku percaya. Apalagi lihat kesibukan kamu. Seenggaknya kamu nggak jadi laki-laki yang waktu luangnya diisi buat cuci mata lihat cewek-cewek cantik di Instagram. Atau buang-buang waktu dengan jalan sama banyak perempuan. Aku juga tahu Mas orangnya produktif, pinter memanfaatkan waktu libur dengan pergi sana sini untuk melakukan hal bermanfaat. Itu salah satu alasan aku mau sama, Mas."
![](https://img.wattpad.com/cover/126375695-288-k592911.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori dalam Kata [Completed]
RomantizmSebuah keputusan sulit untuk memilih bertahan pada hati yang bukan miliknya, atau melepas apa yang sudah digenggamnya. Tentang Keara, yang mencintai tanpa percaya.