Part 7

4.1K 278 3
                                    

Begitu masuk ke dalam ruangan, aku terperangah melihat isi di dalamnya. Tapi aku heran, jadi untuk apa Tante Marsha mengajakku ke sini? apa jangan-jangan aku di suruh bekerja di sini? atau di suruh bersih-bersih untuk tes jadi menantu?

Ya... ini adalah ruangan kerja. Dengan beberapa rak tinggi berisi buku-buku. Dan ada meja kerja bertengger kokoh di sudut ruangan.
Tante Marsha menarik tanganku, menutup pintu lalu menyuruhku duduk di sofa besar dan empuk yang ada di sana.

Sementara aku duduk, Tante Marsha berjalan menuju meja, mulai mencari-cari sesuatu. Kemudian wajahnya berubah sumringah sambil memegang dua buah benda seperti binder di tangannya. Dia bergegas menghampiriku.

"Ini lihat. Tante itu mau kasih unjuk foto kecil Farrel. Lihat deh, waktu kecil dia judes banget. Jarang senyum. Kalau di foto saja ekspresinya kaku begitu." ucap Tante Marsha panjang lebar.
Dia menunjukjan foto Farrel kecil berusia sekitar enam tahun. Mengenakan pakaian Spiderman. Aku tertawa kecil melihatnya.

"Terus ini papinya Farrel. Dia sedang di luar negeri sekarang. Ada urusan bisnis."

Aku hanya mengangguk mendengar Tante Marsha terus bicara dengan semangat. Papinya Farrel terlihat berwibawa di foto itu. Wajahnya ramah. Ah aku jadi kagum dengan keluarga ini. Sangat bersahaja di tengah kekayaannya.
Aku juga melihat foto Farrel saat mengenakan baju beladiri silat. Ternyata sejak kecil dia sudah hobi olahraga. Pantas badannya menjulang seperti tiang listrik.
Beda sekali denganku, walaupun sudah olahraga, minum susu peninggi badan juga, tetap saja badan ini tidak bertambah tinggi. Bantet kalau kata teman kantorku. Hufh.

Setelah satu album selesai di lihat, Tante Marsha mengeluarkan selembar foto di balik sampul itu. Tangannya tiba-tiba bergetar.

"Ini... Kakak perempuannya Farrel. Dia sudah meninggal karena sakit. Farrel sangat protektif dan menyayangi kakaknya, tapi sekeras apapun kami berusaha, dia tetap kalah oleh penyakitnya." suara Tante Marsha terdengar parau menahan tangis.

Aku menatap foto itu. Satu-satunya foto kecil Farrrel yang menampilkan senyuman. Farrel yang mengenakan seragam putih biru, merangkul seorang perempuan berambut panjang yang mengenakan seragam putih abu-abu. Senyum ceria terpancar dari wajah keduanya.

"Setelah kepergian dia, sekarang hanya Farrel yang tante punya." Tante Marsha melanjutkan ceritanya.

Yang bisa ku lakukan hanyalah mengusap punggung tangan Tante Marsha. Karena aku juga bingung harus berkata apa untuk menghibur wanita cantik itu.

Klek. Suara pintu di buka.
Farrel melongokkan wajahnya dari balik pintu.
"Ya ampun, jadi mami culik Leony ke sini."

Melihat kedatangan Farrel, Tante Marsha langsung menyembunyikan foto tersebut di tempat semula, aku menatapnya heran. Kenapa Tante Marsha bersikap begitu?

"Mami, jangan cerita hal yang enggak perlu ke Leony." ujar Farrel, dia mendekat ke arahku.

Tante Marsha tersenyum kikuk.
"Enggak kok. Mami cuma kasih tahu foto kecil kamu. Ya kan, Leony?"

Aku terdiam sebentar. Menatap mata Tante Marsha yang mengisyaratkanku untuk menjawab iya.
Sedangkan di depanku saat ini, Farrel memicingkan matanya, menatapku curiga. Akhirnya aku hanya bisa mengangguk dan berusaha tersenyum padanya.

"Makan yuk. Bibi sudah siapin makanan." ucap Farrel kemudian.

"Ah kalian duluan saja ya.... Mami mau rapihkan di sini dulu. Nanti mami menyusul." sahut Tante Marsha.

"Ya sudah. Ayo, beb..." Farrel segera menarik tanganku untuk ikut dengannya.

Aku kembali menoleh ke arah Tante Marsha sebelum keluar dari ruangan itu. Sebuah senyum melengkung dari bibirnya, seolah membenarkan apa yang aku lakukan tadi

My Brownis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang