Part 17 ( lamaran )

4.1K 270 13
                                    

Dengan sedikit gugup, aku menatap pantulan wajahku di cermin.
Rasa narsis itu timbul, begitu melihat penampilanku sendiri yang sangat berbeda.

Wajah dengan hiasan yang sedikit tebal namun tetap terlihat natural, dan rambut yang di sanggul ke atas, dengan kebaya modern berwarna peach, melekat sempurna di tubuhku. Hingga menampilkan lekuk tubuh yang bagaikan gitar spanyol ini.

Syukurlah, aku berhasil diet sebelum lamaran ini. Seperti saran dari mama. Sehingga aku bisa tersenyum puas sekarang.

"Leony, kamu cantik banget." ujar mama. Dia merangkul pundakku, ikut menatap ke arah cermin besar yang berdiri tegak di kamar.

"Makasih, ma."

"Duh, mama gak nyangka deh. Terharu. Akhirnya anak mama ada yang mau ngelamar juga."

Hah?
Duh mama, nggak segitunya juga kali. Aku jadi sedih kan...kok kesannya anak mama ini tidak laku.

"Leony... ya ampun cantik banget." Ajeng si cempreng sudah datang, dan langsung ngeloyor masuk ke dalam.

"Duh, gue gak nyangka malah lo yang nyalip lebih dulu. Selamat ya."

"Makasih, Jeng." Aku tersenyum pada satu-satunya temanku yang paling baik dan tulus ini.
Yang selalu ada untukku dalam suka atau pun duka, tidak seperti si Ririn itu, teman yang suka menikung.
Ups. Move on Leony!
Karena perantara Ajeng juga, aku jadi mengenal Farrel.

Suara ketukan pintu terdengar. Kemudian Tante Risa muncul di ambang pintu. Dia sudah datang bersama Om Adit dari semalam, dan menginap di sini untuk membantu persiapan acara.

"Calon pengantin prianya udah datang, yuk keluar." ucap Tante Risa.

Sontak rasa gugup kembali menghampiri. Tanganku rasanya dingin sekali dan mati rasa.

"Ayo Nin." mama mengaitkan tangannya, lalu menuntunku untuk keluar dari kamar.

Acara lamaran ini memang berlangsung di rumahku, ruang tamu dan halaman rumah telah di sulap dengan sedemikian rupa menjadi cantik dan asri.
Aku duduk tidak jauh dari Farrel, hanya berjarak sekitar satu meter. Penampilan Farrel hari ini pun sangat tampan. Dengan memakai kemeja batik, dan rambut poninya di tata ke atas, membuat wajah tampannya terlihat semakin jelas. Sangat menyilaukan mata.

Farrel menatapku sambil tersenyum, aku hanya bisa menunduk malu ketika dia dengan sengaja mengedipkan sebelah matanya padaku. Dasar genit!

Suara MC acara terdengar, pertanda di mulainya acara ini. Setelah acara pembukaan dan doa bersama, MC tersebut memberikan mikrofon pada papi Farrel untuk memberikan sambutan dan mengutarakan tujuan mereka datang ke sini, yang di balas juga oleh kata sambutan papaku kalau dia menerima kedatangan keluarga besar Farrel dengan baik.

Kemudian, masuk ke acara inti. MC menyerahkan mikrofon pada Farrel untuk bicara.

"Assalamualaikum, sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada keluarga besar Leony yang sudah menerima kedatangan saya dengan sangat baik." Farrel berkata dengan tenang, lalu menunduk hormat pada kedua orang tuaku, yang di balas anggukan dan senyuman oleh mereka.

Setelah itu, Farrel beralih menatapku dan memintaku untuk berdiri berhadapan dengannya.

"Leony, pertemuan kita yang tiba-tiba itu adalah takdir. Beberapa waktu telah kita lewati bersama, tidak mudah memang. Namun aku selalu heran segala kesulitan itu bagiku tak apa asalkan itu tentang kamu."

Sunyi tidak ada yang bicara di antara para tamu, seolah mereka ikut merasakan keteganganku saat ini. Hanya terdengar suara jepretan kamera dari fotografer yang sudah siaga di sudut ruangan.

My Brownis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang