Bagian 3

4.7K 287 20
                                    

🍀🍀
Saat ini aku berada di sebuah tempat climbing indoor yang ada di dalam mall besar di ibukota. Olahraga ini merupakan hal pertama buatku. Jangan tanya seperti apa rasanya.
Mempunyai tubuh kecil dan pendek, sungguh menguras tenaga kalau melakukan climbing seperti ini, selain itu rasanya ngeri sekali ketika kita melihat ke bawah. Aku hampir saja mau menangis tadi. Tanganku juga terasa kebas, baru melewati satu rute saja aku sudah menyerah. Lain halnya dengan Farrel, cowok itu sangat santai sekali. Sepertinya dia sudah terbiasa. Ya.. kelihatan sih dari bentuk tubuhya yang bagus, dan perutnya yang rata.

Loh apa hubungannya dengan perut rata?
Ada kok, contohnya aku. Hobi makan tapi malas olahraga, membuat perut ini sedikit berlemak. Aku tersenyum masam melihat ke arah perutku sendiri.

Farrel tersenyum lebar menghampiriku, rambutnya basah oleh keringat. Membuatnya semakin terlihat seksi.

"Maaf lama. Bosan ya ikut kesini."

Aku berusaha tersenyum. "Enggak kok. Seru juga."

Bohong. Itu jelas sekali bohong. Kalau boleh jujur, aku tidak suka ke tempat ini. Hobi Farrel ternyata benar-benar ekstrim.

"Laper nggak? makan yuk." ajak Farrel. Aku menyetujui ajakannya. Hobiku yang paling berguna adalah makan. Kalau ada yang mengajakku makan, tidak akan ku tolak. Apalagi kalau yang ajak cowok imut kece macam Farrel. Haha.

Farrel mengajakku makan di sebuah resto Jepang yang ada di mall itu. Dia memilih beberapa makanan dengan menu daging. Sedangkan aku, memesan ayam teriyaki dan ocha.
Setelah pesanan datang, kami makan dalam diam. Hanya sesekali dia bicara menjurus hal pribadi. Aku menanggapinya dengan santai, walaupun jantung ini tetap tidak tenang.

Selesai makan, dia menatapku intens membuatku semakin gugup.

"Kenapa sih? ada nasi yang ketinggalan?" tanyaku risih karena dia terus menatap wajahku.

Farrel tertawa kecil, dan menggeleng.
"Kamu.. percaya cinta pandangan pertama?"

Uhuk. Aku sampai tersedak mendengar dia bicara begitu. Farrel buru-buru memberikan air mineral miliknya padaku. Aku segera meminumnya. Rasanya tenggorokanku panas sekali.

"Maaf, kaget ya?" tanya Farrel, dia kelihatan cemas.

"Aku nggak apa-apa kok. Lanjutin saja."

Farrel tersenyum ragu. Beberapa kali dia terlihat menghela napas.

"Aku... ah Leony. Kamu mau jadi pacar aku? seperti yang tadi aku bilang, aku percaya cinta pandangan pertama. Karena aku merasakan itu sekarang."

Aku terperangah mendengar pengakuan Farrel barusan. Tidak menyangka secepat ini. Begitu mulus jalan yang Tuhan tunjukkan. Apa mungkin ini adalah hikmahnya putus dengan Eros?

"Ah.. kamu nggak perlu jawab sekarang juga kok. Aku ngerti." lanjut Farrel.

Aku buru-buru menyela, tidak ingin dia salah paham mengartikan kediamanku.

"Aku mau..." jawabku cepat.
"Aku mau kok jadi pacar kamu."

Mendengar jawabanku Farrel tersenyum sumringah. Dia langsung meraih tanganku di atas meja.
"Makasih ya..."

Farrel tersenyum manis, sangat manis. Sampai rasanya ocha di hadapanku terasa hambar karena manisnya pindah ke wajah Farrel. Eaaa.....

****
Satu bulan kemudian,

Aku dan Farrel sudah resmi berpacaran, dia memperlakukanku dengan baik. Dan hari ini adalah hari pertunangan Eros dan Ririn.
Aku mengetahuinya karena letak rumah kami memang berdekatan.
Sungguh tidak tahu malu. Seharian ini mamaku mengomel di rumah, bahkan gosip tentang Ririn yang merebut pacarku sudah beredar di kalangan emak-emak komplek.

My Brownis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang