Part 14

3.9K 293 16
                                    

🌸Kamu sangat berarti bagiku. Ingat berapa lama dan bagaimana aku mengejar cintamu? masih perlukah bertanya hatiku ini untuk siapa? Kamu, hanya kamu dan selalu🌸

********
Minggu yang cerah

Aku dan mama baru saja sampai di sebuah butik mewah yang terkenal.
Seumur-umur baru kali ini aku menginjakkan kaki di butik seperti ini. Biasanya aku membeli baju di pasar malam, atau paling wah ya di mall. Itu pun jika ada diskon besar. Yang barangnya harus rebutan dengan penikmat diskon lainnya.

"Sst. Jangan norak." ucap mama, sambil menyikutku dengan manis.

Huh! Padahal mama sendiri juga sama noraknya denganku. Setibanya tadi di butik, mamaku hampir saja salah masuk pintu. Mama dengan percaya dirinya membuka pintu yang ternyata khusus untuk keluar. Jelas saja pintu itu tidak mau terbuka walaupun ia dorong dengan sekuat tenaga.
Beruntung satpam butik menolong kami tadi, walaupun sambil senyum-senyum tidak jelas.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"
seorang wanita cantik dengan seragam putih menghampiri kami.

"Begini, saya ada janji dengan Farrel dan Tante Marsha."

Wanita itu tersenyum, "Baik, silakan ikut saya. Ibu Marsha sudah menunggu di dalam."

Kami pun berjalan mengikuti langkah wanita tersebut, hingga tiba di suatu ruangan yang besar, dengan berbagai macam gaun tergantung indah.

"Leony... Jeng Lia." Tante Marsha menyambut kedatanganku dan mama dengan ceria.

Penampilan Tante Marsha sangat mencolok hari ini. Dengan menggunakan celana panjang ketat, dan atasan yang di lapisi blazer berbulu.
Dia tidak sendiri, ada Farrel yang mengekor di belakangnya.
Farrel tertawa renyah melihatku. Penampilannya sungguh berbanding terbalik dengan maminya. Farrel sekarang hanya mengenakan celana jeans, dan atasan tanpa lengan yang sukses menampilkan otot tangannya.

"Sini cantik, tadi tante sudah pilih beberapa gaun. Kamu bisa cobain satu-satu. Tuh bajunya di sana." Tante Marsha menarik tanganku, lalu menunjuk ke beberapa gaun yang kini tergantung terpisah dengan yang lainnya.

Ya Tuhan... sebanyak itu harus ku coba?

"Jeng Lia, saya juga sudah pilih baju buat kamu loh. Mau coba?" kali ini Tante Marsha bicara pada mama.

"Boleh. Terus ini gimana?"

"Udah biarin aja. Kan ada Farrel, saya mah percaya penilaian Farrel gak akan salah. Iya kan, rell?"

Farrel mengacungkan jempolnya, "Siap mami, serahkan sama Farrel."

"Tuh kan, yuk Jeng." Tante Marsha kini menarik tangan mamaku untuk ikut dengannya. Meninggalkan aku dengan Farrel di sini.

Tunggu!
Jadi maksudnya aku harus coba baju-baju itu dengan Farrel yang menilainya?
Ini sih bencana namanya. Aku malu......!

"Beb, kamu coba ini deh." Farrel menunjukkan gaun berwarna putih gading selutut, dengan belahan dada yang lebar.

"Ish itu seksi banget. Kan buat lamaran. Gak cocok."

"Iya tau, cuma mau lihat kamu cobain itu aja sekali. Hehe."

Plak!
Satu pukulan mendarat di tangannya. Rasain!
Farrel hanya terkekeh melihatku kesal.

"Ini, tadi penjaga butik rekomendasiin gaun ini buat lamaran. Terus mama juga setuju." lanjut Farrel, dengan menunjukkan gaun yang lain.

Aku menatap gaun itu dengan seksama. Hemm tidak buruk juga.
Gaun itu berdesain unik, perpaduan antara kebaya dengan bergaya modern. Dan ku lihat ini yang paling normal di banding gaun pilihan Tante Marsha lainnya, yang rata-rata terlalu terbuka.
Entahlah, aku tidak yakin itu pilihan Tante Marsha. Jangan-jangan pilihan Farrel semua.

My Brownis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang