Ch 22

900 75 35
                                    

"Sebenarnya kau dari mana saja ? Aku sangat khawatir karena kau tidak memberi kabar sama sekali.." rengek Jongin sembari menyuapkan sesendok penuh makanan ke dalam mulutnya. Saat ini keduanya tengah berada di meja makan.

"Nanti saja bicaranya, jangan bicara saat sedang makan" jawab Kyungsoo tak acuh

"What ? Apa ini ?... Oh !! Jangan-jangan kau mau menghindariku lagi, apa itu benar ?"

Kyungsoo mendengus kesal lalu memukulkan sendok yang digenggamnya ke kepala Jongin dan menuai pekikan kesal dari sang korban.

"YAA !! Kenapa kau memukulku ?!"

"Kalau kau tidak bisa diam akan kupastikan kau tidak akan mencicipi masakanku lagi. Jadi lebih baik sekarang kau habiskan makananmu."

Bukannya menurut, Jongin malah tersenyum lebar. Membuat sahabatnya mengerutkan keningnya karena heran.

"Ada apa denganmu ?"

"Kau, apakah itu berarti kau akan datang setiap hari dan membawakanku masakan buatanmu ? 😄"

Sekarang Kyungsoo mengerti, ia pun hanya menggeleng pasrah melihat tingkah pemuda yang ada di hadapannya itu. Sudahlah, Jongin tetaplah Jongin. Hanya sang Hyung, Kim Junmyeon yang seorang yang mampu membuatnya benar-benar tunduk.

"Lupakan."

Beberapa menit kemudian setelah acara makan siang berlalu. Kyungsoo dan Jongin kembali ke ruang TV untuk sekedar mengobrol. Emm, sebenarnya tidak juga, karena selama Kyungsoo berbicara panjang lebar mata Jongin setia menatap layar TV di depannya sambil menekan-tekan stick PS-nya. *poor Kyungie

Dengusan panjang terdengar dari bibir Kyungsoo seraya ia merebahkan punggungnya pada sandaran sofa tempat duduknya. Rasanya ada sesuatu yang begitu mengganggu pikirannya, tapi ia tak tahu harus bagaimana mengatasinya. Karena, benar adanya ketika pepatah mengatakan bahwa 'cinta datang karena terbiasa', itulah yang ia alami saat ini. Dan orang yang dimaksud tak lain adalah sahabatnya sendiri, Kim Jongin.

Meski begitu, Kyungsoo bukanlah orang yang ceroboh dalam hal mengambil keputusan. Selain ragu ada pula rasa takut yang menyertainya. Takut akan kehilangan sosok sahabat yang amat sangat berarti untuknya. Kalian pun tahu pasti, hanya karena seseorang memiliki suatu perasaan yang istimewa untuk orang yang begitu dekat dengannya, tidak berarti orang itu akan merasakan sesuatu yang sama, Cinta.

Untuk kesekian kalinya, Kyungsoo menghembuskan nafas lelahnya. Mungkin ia sudah terlanjur frustasi karena perasaannya sendiri.

'Kenapa ? Kenapa harus Kim Jongin ? Kenapa bukan orang lain ??' batinnya dalam hati sambil memandangi Jongin yang masih asyik dengan gamenya.

"Hei.. Kim Jongin," panggil Kyungsoo yang hanya dibalas gumaman pelan oleh orang yang dipanggilnya, "kapan kau akan kembali?"

"Emm ? Kemana ?" jawab Jongin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar di depannya.

"Ke Kanada tentu saja, kemana lagi ? Memangnya sampai kapan kau mau absen dari pendidikanmu ?"

Sebenarnya Kyungsoo sedang tidak ingin membahasnya, ia juga tidak mau tahu. Berpisah dengan Jongin adalah sangat berat untuknya. Tapi egois bukanlah dirinya, walau bagaimanapun pria tan yang bergelar sebagai sahabatnya itu tetap harus belajar dan lulus dengan hasil yang memuaskan. Meskipun Kyungsoo sendiri tidak yakin sejauh mana kemampuannya dalam hal pelajaran.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya membuat Jongin menghentikan aktivitasnya, sunggingan tipis menghiasi bibirnya sebelum menjawab, "kenapa, apa kau masih merindukanku, hmm ?"

Leher Kyungsoo serasa dicekat hingga membuatnya kesulitan bernafas, jawaban Jongin terdengar seolah ia mampu membaca pikirannya.

Kyungsoo berdecak, memberikan satu pukulan di kepala Jongin dengan menggunakan chusion sofa di sampingnya sambil melontarkan kata-kata makian. Berusaha menutupi perasaan gugupnya.

"Yaa, hentikan !! Bagaimana kalau aku jadi bodoh karena kau terus memukul kepalaku ? Otakku bisa saja cedera nanti." gerutunya sambil memasang ekspresi merajuk yang justru membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

"Lagipula kau pulang tanpa ijin, bagaimana jika nanti kau dihukum, atau lebih parahnya dikeluarkan. Tidakkah kau pikir itu akan membuat semua orang kecewa ?"

"Apakah semua orang yang kau maksud itu termasuk dirimu ?"

"Tentu saja, aku kan sahabatmu."

"Kalau begitu coba saja bujuk aku."

"Kau ini, kenapa keras kepala sekali !.. Ah, sudah, lupakan. Terserah kau saja."

Suasana tiba-tiba hening, hanya suara mesin PS yang terdengar. Kyungsoo yang sudah merajuk akan menjadi sangat sensitif dan emosional, Jongin tahu itu. Ia meletakkan stick PS-nya, mengubah posisi tubuhnya yang sedari tadi duduk di karpet lantai menghadap televisi menjadi berhadapan dengan Kyungsoo yang kini membuang muka.

Jongin tersenyum hangat, meraih kedua tangan yang lebih kecil dari miliknya dan menggenggamnya, mencoba menarik perhatian dari si pemilik meskipun ia tahu itu hanya sia-sia. Tapi bukan Jongin namanya jika ia menyerah begitu saja. Tanpa aba-aba ia menyematkan kecupan-kecupan ringan di antara buku-buku jari tangan itu, hal ini berhasil menyedot seluruh perhatian Kyungsoo. Baik jiwa maupun raganya.

Kyungsoo diam membatu, lidahnya benar-benar terasa kelu bahkan untuk sekedar mengucapkan sepatah kata saja. Tatapannya seolah kosong, namun netranya masih setia memandang ke arah Jongin.

"Apa kau tidak tahu ? Aku bahkan sudah berkali-kali memberimu isyarat tapi kau masih saja tidak mengerti. Atau, kau memang tidak benar-benar peduli ?" ucap Jongin yanh entah kenapa suaranya terdengar agak berbeda di pendengaran Kyungsoo.

"Eoh ?"

"Aku merindukanmu, kau tahu kaulah satu-satunya orang yang paling dekat denganku selain kakakku. Aku juga sudah memberitahumu betapa aku merasa sangat khawatir sejak tidak adanya kabar yang kudengar darimu sampai akhirnya aku nekat kembali ke Korea.
Aku tahu, ini mungkin terdengar konyol bagimu, tapi tidak untukku. Bagiku, kau adalah orang yang sangat berarti di hidupku. Dan tanpamu aku tidaklah lengkap. Katakan, apakah aku melakukan kesalahan ? Kenapa kau selalu menghindariku ?"

"Yaa, Kim Jongin, apa kau salah makan ? Seingatku aku tidak memasukkan obat apapun ke dalam makananmu." ucap Kyungsoo berusaha mengalihkan pembicaraan. Bukankah akan sangat canggung jika ia mengatakan bahwa perasaannya kepada Jongin-lah yang menjadi alasannya.

"Soo-ya..." lirih Jongin.

Okay, tatapan memelas itu sangat melemahkan siapapun yang melihatnya. Lalu apa ? Haruskah ia berkata jujur sekarang ? Apakah ini saat yang tepat ?

Kyungsoo mengalihkan pandangannya, mencari apapun untuk dilihat asalkan bukan wajah Jongin. Arghh !! Ingin sekali Kyungsoo menghilang dari muka bumi ini saat itu juga.

"Soo-ya," ucap Jongin lagi, kali ini ia sedikit mengeratkan genggamannya, "aku... menyukaimu."




.
..
...
....
.....
☆☆☆
.....
....
...
..
.





Haii kengkawan, cintaku, para readers kesayangankuu...
Apa kabar ? Gimana sama kesibukan kalian ?? Apakah lockdown bikin kalian pengen memaki Mae karna lama nggak update cerita ini ??

Hehe, mianhae, neomu jweseonghabnida...
Mae kehilangan mood serta imajinasi dan susah banget dibalikin, apalagi kalau bukan karna RL ini 😭😭😭

Mohon maafkan Mae yaa.. 😢😫
Semoga kalian semua sehat, aman, dan masih sayang sama Mae 🙃🙃

사랑해,  Reader 님 ❤😙

Selamat menjalankan ibadah puasa (buat yg muslim)

-Mae-

Being CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang