Ch 23

950 81 39
                                    

Pagi menyingsing, mentari menampakkan wujudnya dan menerangi sudut kota Seoul. Bahkan sinarnya mampu menembus celah-celah tirai berwarna biru tua di salah satu jendela kamar milik pemuda Oh sementara si pemilik telah sibuk bergelut dengan peralatan dapurnya. Memasak omelet serta menyiapkan susu hangat untuk sarapan. Ini sudah menjadi kebiasaan barunya beberapa hari terakhir semenjak hubungannya dengan senior kampus yang kini berstatus sebagai kekasihnya itu telah diresmikan.

Ngomong-ngomong soal kekasih, berbeda dengan Sehun yang bersemangat dengan aktivitasnya, Junmyeon saat ini masih meringkuk di bawah selimutnya. Sepertinya ia kelelahan setelah begadang semalaman.. eitss !! Jangan salah paham, hal itu dikarenakan tugas kuliah yang menumpuk dan tengah dikejar deadline. Kalian yang sudah merasakannya pasti paham betul betapa sibuknya Junmyeon belakangan ini.

Tidak ada pergerakan yang terlihat, hingga dering telepon yang terdengar berkali-kali memanggil tanpa henti membawanya kembali dari alam bawah sadarnya. Sangat mengganggu waktu istirahatnya yang kini sudah jarang ia dapatkan.

"Astaga !! Siapa yang menelepon pagi-pagi begini sih ?!" gerutunya yang lebih mirip dengan gumaman. Ini masih pukul 7 pagi ngomong-ngomong.

Tanpa repot keluar dari balik selimutnya atau sekedar membuka matanya, ia mengulurkan tangannya lalu meraba-raba meja nakas tempat ia meletakkan ponselnya tadi pagi. Ya, dia baru tertidur sekitar tiga jam yang lalu.

Telepon tersambung setelah Junmyeon menggeser tombol untuk menerima panggilan tersebut.

"HYUNG !!! 😭"

Teriakan yang cukup keras membuat Junmyeon refleks menjauhkan benda datar persegi panjang miliknya dari telinga, sungguh, ini menyebalkan. Menelepon sepagi ini lalu berteriak sekeras itu, sungguh...

"Ahh, wae ?? Kenapa harus berteriak sepagi ini... kau mau membuat telingaku rusak karena teriakanmu itu, huhh ??"

"Hyung.. bagaimana inii ?? Apa yang harus aku lakukan ??" Seru Jongin yang tiba-tiba mengeluh tidak karuan

"Hey, tenanglah. Aku tidak mengerti maksudmu, katakan dengan jelas, ada apa ?" tuturnya lembut

"Appa.. semalam Appa menelepon dan memintaku agar segera kembali ke sana. Aku harus bagaimana ? Aku masih ingin tinggal di sini, Hyung..."

"Apanya yang bagaimana ? Bukankah waktu 2 minggu yang kau habiskan di sini sudah cukup ? Lagipula kau tidak seharusnya pergi begitu saja, pikirkan sekolahmu di sana."

"Hyuung.. kenapa kau malah mengomeliku ? ☹"

"Karena kau bukan anak kecil lagi, Nini-ah. Bahkan jika nilaimu sampai menurun aku tidak akan segan-segan memberimu hukuman khusus nanti. Jadi lebih baik kau turuti saja apa kata Appa dan belajarlah dengan benar."

"Hyung !! Ini tidak seru sama sekali.." gerutu Jongin dari seberang telepon

"Aku tidak sedang bercanda, Nini-ah." Ucap Junmyeon tegas.

"T-tapi hyung.." suara Jongin terdengar melemah

"Why ? Apakah ada masalah lain ?"

Jongin hanya menyuarakan dengusan lelah serta gerutuan-gerutuan tidak jelas, entah bagaimana ia akan menjelaskannya kepada sang kakak. Dalam pikirannya, antara ragu, takut serta khawatir bercampur menjadi satu. Ahh, ingin sekali dia menangis jika saja dia tidak ingat dengan usianya saat ini.

"Apa kau ingin bercerita ?" tanya Junmyeon karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang adik.

"Apa kau ingin aku menemuimu ? Ini hari Jum'at, aku akan pulang lebih awal dan menemuimu. Bagaimana ?"

Being CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang