Raelyn menyusuri jalan setapak di belakang rumah yang. Jalan itu membawanya melewati hutan, jembatan yang menyebrangi sungai, dan sampailah ia di sebuah lapangan dengan rumah pohon kecil. Rumah pohonnya terlihat bersih dan terawat seperti habis direnovasi, ada pula meja piknik dan ring basket di sampingnya. Sepertinya memang benar ada orang yang baru merenovasinya.Mata Raelyn terpaku pada bola basket di tengah lapangan. Ia mengambil bola tersebut lalu mulai melemparnya ke arah ring. Sayang, bola tersebut mengenai ring dan memantul ke belakang. Raelyn menoleh ke belakang untuk mengejar bola tersebut namun penampakan seseorang berhasil mengejutkannya.
Xael berdiri di belakang Raelyn dengan setelan jasnya yang masih komplit dan rapi. Ia menaruh bola basket di tangan kirinya. "Permainanmu jelek sekali." komentar Xael.
Raelyn hanya tertawa sarkas, "So you can do better than me huh?"
Dengan gerakan singkat dan tepat, bola yang awalnya berada di tangan kiri Xael sudah melambung dan masuk ke dalam ring. Xael tersenyum congkak pada Raelyn.
"See." ucap Xael dengan sombong.
Kau pikir hanya kau yang bisa, ucap Raelyn dalam hati.
Raelyn mengambil bola basket lalu berusaha melemparnya masuk ke ring. Ia terus mengingat gerakan Xael dan mempraktikannya. Xael sendiri dengan senang hati duduk di tengah lapangan sambil menonton Raelyn yang mencoba melakukan free throw. Berkali kali bola yang dilempar Raelyn hampir masuk jika tidak menabrak papan ring. Raelyn mengumpat tiap kalo bolanya hampir masuk.
"Tanganmu kaku. Seharusnya kau melemparnya bukan menamparnya." jelas Xael setelah mengoreksi kesalahan Raelyn.
Raelyn menyerah. Ia berjalan ke arah Xael dan ikut duduk di sampingnya. "Aku tahu." dusta Raelyn. Ia padahal tidak tahu menahu tentang basket, yang ia tahu hanya melempar bola masuk ke ring.
Mereka duduk dalam diam. Suhu semakin naik seketika saat makhluk Tuhan super tampan yang bernama Xael Kennedy ini menatap Raelyn dengan penuh minat. Raelyn tahu betul bahwa ia tengah dipandangi dan sebisa mungkin Raelyn mengalihkan perhatian kepada lingkungan sekitar agar tidak beradu pandang dengan Xael. Sebagai gantinya, Raelyn mengamati rumah pohon di depannya.
"Dimana Griffin?" tanya Raelyn tanpa memandang Xael. Ia sedang cemas dan gugup karena dipandangi Xael terus terusan.
"Bersama kakeknya." jawab Xael tanpa mengalihkan pandangan.
"Adisson di sini?" tanya Raelyn.
Xael mengangguk mengiyakan pertanyaan Raelyn.
"Mau mendengar cerita seram?" tanya Xael dan saat itulah mata mereka beradu tatap. Raelyn merasakan dadanya tersengat aliran listrik kecil seketika saat beradu tatap. Raelyn menangkap aura serius di kedua mata biru Xael tapi ia juga menangkap kelesuan di dalamnya. Apa ini?
Raelyn mengangguk sebagai jawaban.
Xael mengalihkan pandangannya ke arah rumah pohon. Ia memandanginya dan terlihat sedang mengingat ingat sesuatu, "Dulu ada sepasang anak berlari di tengah hutan untuk sampai ke sini."
Raelyn memperhatikan Xael dan memasang telinga benar benar mendengarkan cerita Xael.
"Beberapa pria besar dan wanita jahat datang ke rumah mereka dengan membawa senjata. Ibu mereka menyuruh mereka untuk lari menuju tempat persembunyian. Saat itu suasana kacau dan mereka terlalu kecil untuk memahami suasana kala itu. Mereka mengikuti ucapan ibunya dan mulai meninggalkan rumah." pandangan Xael masih terpusat ke depan, tatapannya kosong. Wajahnya menunjukan eksresi datar.
Xael melanjutkan ceritanya, "Tepat saat mereka berhasil keluar rumah, suara teriakan ibu mereka terdengar disusul dengan suara tembakan." suara Xael semakin rendah. Hal itu membuat Raelyn risau.
Apa yang sedang Xael berusaha ceritakan padanya? Pertanyaan itu berlarian di pikiran Raelyn saat ini.
"Mereka menangis histeris mendengar suara tersebut. Si anak laki laki terus menyeret kakak perempuannya yang menangis histeris masuk ke dalam hutan. Ia tidak ingin membangkang ucapan ibunya." lanjut Xael.
Xael menunjuk rumah pohon itu dengan telunjuknya, "Akhirnya mereka bersembunyi di rumah pohon ini. Keesokan harinya ayah mereka menemukan mereka sedang bersembunyi di sini."
"Ibu mereka meninggal, tertembak pada malam itu. Akhirnya mereka pindah rumah dan dirawat oleh pembantu baru mereka. Dan selesai." Xael tersenyum mengakhiri cerita tersebut. Namun kali ini senyumnya terlihat aneh seolah olah dipaksakan.
Raelyn turut sedih mendengarkan cerita tragis yang Xael ceritakan. Ia ikut memandang rumah pohon tersebut dengan lesu.
Tunggu, rumah pohon ini? Apakah cerita yang baru saja diceritakan adalah cerita Xael?
"Wow sangat tragis." Raelyn berkomentar jujur. Ia aslinya enggan bertanya tetapi rasa penasaran mengalahkan egonya, "Apa itu kisah nyata?" pertanyaan itu keluar begitu saja.
Xael tertawa mendengar pertanyaan Raelyn. Namun ia menangkap gelagat aneh. Xael tidak terlihat tertawa karena hal lucu, ia terlihat tertawa tetapi matanya tetap lesu. Ia terlihat seperti menertawakan sebuah ironi hidup.
Raelyn mencoba berpikiran positif, "Kau mengarangnya ya?"
Xael berhenti tertawa. Ia berdeham memberi jawaban atas pertanyaan Raelyn. Tapi tentu saja jawaban Xael kurang memuaskan bagi Raelyn.
Raelyn merasakan jika Xael tengah berbohong padanya. Raelyn tertawa kecil namun sialnya suaranya malaha terdengar gemetar, "Hampir saja aku terkejut mendengarnya."
Xael menatap Raelyn lagi. Ia menatap tajam ke kedua mata Raelyn. Raelyn merasa kesulitan menelan ludah saat sepasang mata biru Xael menatapnya dengan tajam.
"Bagaimana jika itu cerita nyata?" tanya Xael tiba tiba.
Kan! Ini kisah nyata! Tapi apakah ini kisah nyata Xael?
Entahlah, selama ini keluarga Xael sangat misterius. Raelyn pernah beberapa kali mencari informasi mengenai Xael dan keluarganya namun berakhir tidak menemukan apa apa.
Raelyn mengedikan bahu, "Aku merasa kasihan pada mereka karena harus kehilangan ibu mereka di usia yang sangat muda." jawab Raelyn jujur.
Xael tersenyum prihatin, "Tapi mereka hidup lebih baik. Si anak laki laki kini sudah sukses dan si anak perempuan sudah tinggal di tempat terbaik."
"Tempat terbaik?"
"Heaven." jawab Xael singkat. Ia tersenyum sambil mendongak ke langit.
Entah kenapa firasat Raelyn menyatakan jika cerita Xael adalah cerita asli hidupnya. Hal itu didukung oleh perubahan ekspresi Xael dan tadi ia terlihat tidak nyaman saat menceritakannya.
"Day is getting hot, let's go back." Xael mengalihkan pembicaraan. Ia bangun dari duduknya lantas mengulurkan tangan untuk Raelyn, "Kau ingin makan siang apa? Akan ku suruh Mrs. Desjardin membuatkannya."
Raelyn menerima uluran tangan Xael. Saat tangan mereka bersentuhan, rasa nyaman dan hangat bisa Raelyn rasakan. Seketika jantung Raelyn bergerak lebih cepat daripada ritme biasanya. "Tidak usah, aku bisa memasak sendiri."
Xael mengerutkan alis pada Raelyn, "Aku membawamu ke sini sebagai tamu, bukan sebagai pembantu ataupun babysitter. Ingat itu."
Setelahnya, Xael meraih pinggang Raelyn dan memuntun Raelyn ke arah jalan setapak menuju kembali ke rumah. Dan lagi lagi sentuhan fisik dengan Xael berhasil membuat ritme jantung Raelyn berantakan.
Raelyn merasa senang bukan main karena Xael mengajaknya ke sini sebagai tamu, bukan sebagai babysitter Griffin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter With Benefits
RomanceMengasuh anak kecil? Sudah biasa. Namun bagaimana jika turut mengasuh daddy dari anak tersebut? Ini baru luar biasa. Kali ini ini Raelyn Caden tidak hanya menjadi pengasuh anak kecil bernama Griffin melainkan juga menjadi pengasuh daddy dari anak te...