Lanjutan
Setelah mengambil cukup waktu untuk berpikir, hati Raelyn sudah mantap untuk memaafkan apa yang sudah terjadi di antara dirinya dengan Jo. Mungkin dengan memaafkan Jo dan tidak kembali mendendam akan menghilangkan trauma dan kenangan pada malam itu. Well, masalah dengan Jo selesai dan tinggal masalahnya Xael.
Xael masih terus menghindarinya, mulai dari berangkat ke kantor lebih pagi, pulang lebih malam, atau bahkan ia tidak akan pulang selama Raelyn masih berada di rumah Xael. Raelyn sudah siap menanyakan alasan Xael bertindak seperti ini. Ia sudah memikirkan matang matang apa yang akan ia ucapkan dan apa yang akan ia lakukan jika jawaban Xael sesuai ekspektasinya. Ekspektasinya adalah Xael mengatakan jika ia tidak suka dengan Raelyn karena dirinya yang masih perawan dan belum berpengalaman. Jika ekspektasinya benar, Raelyn sudah siap untuk mencari pekerjaan baru. Ia sudah melihat lihat lowongan pekerjaan di koran dan sudah membuat list lowongan kerjanya. Raelyn tidak segila itu untuk tetap bekerja kepada Xael setelah bertanyaan tentang hal yang begitu memalukan.
Malam itu Raelyn sudah selesai dengan pekerjaannya, Griffin sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya dan sudah tertidur pulas. Ia berdiam diri di dapur sambil mengamati hujan deras yang mengguyur kota LA kala itu. Secangkir susu hangat menemani dirinya yang sedang berpikir keras. Otaknya berpikir bagaimana caranya untuk menemui Xael jika Xael sendiri terus menghindar darinya.
Tuhan begitu menyayangi Raelyn hingga Ia langsung memberikan jawaban mengenai pertanyaan Raelyn.
"Hi." terdengar suara besar yang begitu khas bagi pendengaran Raelyn. Hanya dengan suara itu, hati Raelyn seketika ingin melompat kegirangan. Itu suara Xael.
Raelyn berbalik dan mendapati Xael berdiri 5 meter di depannya. Xael hanya memakai kaus putih dengan jeans hitam, begitu santai dan tampan.
Kapan dia pulang? Kenapa aku tidak menyadari jika dia sudah pulang? Masa bodoh, yang penting dia pulang dan berada di depanku sekarang.
Ia berusaha untuk tetap terlihaa biasa walaupun hatinya sedang girang. Ia bahkan tidak bisa membalas sapaan Xael.
Xael berjalan mendekat tetapi ia terlihat tidak terlalu memperhatikan Raelyn. Matanya terus menghindari kontak mata dengan Raelyn. Kan dia masih menghindariku.
Xael membuka kulkas dan terlihat sedang memilih milih sesuatu. Suasana hening seketika, hanya ada suara hujan yang mengisi. Raelyn benar benar frustasi dengan situasi yang membingungkan ini. Ia sudah bertekad akan bertanya. Di detik selanjutnya, Raelyn dengan berani berjalan mendekati kulkas dan menutup pintunya dengan tiba tiba.
Xael mengerutkan kening, terlihat terkejut dengan tindakan Raelyn. "Apa ada masalah?" tanya Xael bingung. Akhirnya terjadi kontak mata pada mereka. Raelyn menangkap pupil Sean yang seketika membesar setelah bertemu pandang.
Ya Tuhan, aku rindu berdekatan dengan ciptaanmu ini, ungkap Raelyn dalam hatinya. Berdekatan dengan Sean seperti surga baginya yang selama ini terkurung dalam neraka ketidakpastian kondisi mereka. Saking senangnya, Raelyn kembali tidak bisa membalas pertanyaan Xael dan hanya bisa menjeritkan nama Xael di dalam hatinya.
XAELLLLLLLL, AKU RINDU!
"Okay then." Xael mengedikan pundak dan hendak berbalik.
Sial sial sial, kesempatanku akan hilang.
"No!" ucap Raelyn hampir setengah berteriak.
Dengan sigap Raelyn langsung menarik baju Xael dan membawanya mendekat. Tidak ada penolakan dari Xael kali ini.
Syukurlah, batin Raelyn.
"Ya, ada masalah." ucap Raelyn cepat karena ia sudah tidak sabar.
"Apa?" tanya Xael tanpa ekspresi. Ia berjalan mundur untuk bersandar ke konter dapur.
Mereka kini terpisahkan oleh jarak 1 meter. Well ini baik karena Raelyn sedang berusaha berpikir bersih. Jarak yang terlalu dekat dapat membuat fokus Raelyn buyar ditambah ia sangat ingin memeluk Xael karena rindu berat.
"Kau." Raelyn menunjuk Xael.
Xael mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Raelyn, "Aku? Aku masalah."
"Ya. Kenapa kau menjauhiku?" Raelyn tidak ingin berbasa badi lagi.
"Aku tidak menjauhimu." Xael mengelak dengan santainya.
"Ya kau menjauhiku setelah kejadian malam itu, di Denver." jelas Raelyn sembari mengingat malam yang begitu indah namun memalukan di saat yang bersamaan.
Xael terkekeh sambil melihat ke arah bawah, "Ya aku melakukannya."
Raelyn berjalan mendekat, tidak ada lagi jarak yang memisahkan mereka. Raelyn meraih kerah kaos putih Xael, "Kenapa? Apakah karena aku seorang perawan yang tidak berpengalaman dan kau takut aku tidak akan memuaskanmu?"
Ia bahkan tidak perduli jika ia terlihat seperti wanita penggoda sekarang. Raelyn benar benar tidak perduli lagi dengan apa pun, kecuali dengan penjelsan Xael.
"Aku butuh penjelasan." lirih Raelyn, ia mengangkat dagu Xael supaya mereka bisa memandang satu sama lain.
Xael mengela nafas frustasi, "Dengar. Suasana di Denver kala itu sedang campur aduk ditambah kau gemetar seperti ketakutaan saat aku menyentuhmu. Aku hanya merasa kau tidak siap."
Di detik selanjutnya, tangan kanan Xael sudah melingkar sempurna di pinggang Raelyn sedangkan tangan tangan kiri Xael menangkup pipi kiri Raelyn. Xael mengusap pipi Raelyn lembut dan pelan. Raelyn menutup mata merasakan sentuhan Xael yang begitu is rindukan.
"I do really want you so fuckin bad." jelas Xael.
Tangan kiri Xael mengusap turun, dari pipi lanjut ke dagu dan berakhir pada bibir Raelyn yang setengah terbuka. Ia mengusap bibir Raelyn pelan, mengikuti lekukan sempurna bibirnya.
"But I need you to say that you want me too." sambung Xael.
Saat itulah Raelyn membuka matanya. Ia tidak berniat bertanya atau melontarkan komentar lain, ia hanya ingin menikmati momen ini.
"Aku tidak ingin kau bangun di esok hari dan menyesal telah kehilangan bagian dari tubuhmu yang kau jaga." jelas Xael. Pandangannya begitu serius tetapi suaranya begitu lembut menjelaskan alasannya.
"Aku tidak ingin kau terbangun di pagi hari lalu memintaku untuk mengembalikan keperawananamu. Aku tidak bisa melakukan itu." Xael masih menjelaskan dengan lembut.
"Some guys don't care about virginity but I do care about it. It's special part of woman's body. Pikirkan hal itu matang matang."
Xael memiringkan wajahnya dan mendekat. Raelyn sudah menyiapakan diri untuk dicium. Hidung mereka sudah saling bersentuhan, nafas hangat Xael pun sudah menerpa wajahnya. Saat Raelyn merangkul leber Xael, saat itu juga bibir Xael hanya mendarat di pipinya dan hanya mengenai sudut bibit Raelyn. Selanjutnya Xael melepaskan Raelyn dari pelukannya.
Fuck.
"Kalau kau sudah siap, kau bisa menemuiku kapan saja." jelas Xael diakhiri kecupan di dahi Raelyn.
Xael berjalan menjauhi dapur meninggalkan Raelyn yang masih membatu. Ia ingin tapi ia juga takut, orang orang bilang itu bakal sakit.
Apakah aku siap? Ya Tuhan, sebentar lagi aku tidak perawan lagi.
Setelah berdiam dan berpikir agak lama, akhirnya Raelyn melangkahkan kakinya menuju kamar Xael.
"I'm ready."
Itu tidak akan terlalu sakit. Hanya malam ini sakitnya. Raelyn berusha menenangkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter With Benefits
RomanceMengasuh anak kecil? Sudah biasa. Namun bagaimana jika turut mengasuh daddy dari anak tersebut? Ini baru luar biasa. Kali ini ini Raelyn Caden tidak hanya menjadi pengasuh anak kecil bernama Griffin melainkan juga menjadi pengasuh daddy dari anak te...