Part 6

22 9 3
                                    

Rasa yang Tak Terduga

   Malam tanpa bulan dan bintang itu berlalu berganti dengan pagi. Mentaripun telah terbit, sinarnya mulai muncul menyinari bumi.

   Di dalam dapur, Katiya tengah memasak lauk pauk kesukaan putrinya, yaitu kentang sambal dan telur mata sapi. Kompor ia matikan saat semua telag matang dan dimasukkan ke dalam mangkuk sayur warna biru.

"Eh ... Nyonya. Maaf saya kesiangan, Nyonya," ujar Bi Asih yang baru bangun dan tiba-tiba muncul di belakang Katiya.

"Tidak apa-apa, Asih. Lagi pula aku memasak lauk pauk kesukaan Fakhira, mungkin saja dengan ini selera makannya akan bertambah," dengan semangat Katiya mengambil nasi beberapa centong ke dalan piring. Nasi dan lauk pauk itu ditaruh ke atas nampan dan bergegas pergi meninggalkan Asih di dapur.

   Sesampainya di kamar, saat membuka pintu Katiya sangat terkejut saat melihat Fakhira tidak ada di dalam kamar. Ia bergegas masuk sembari menaruh nampan yang dipegangnya di atas meja.

"Fakhira," panggilnya berulang kali namun, tak ada jawaban apapun.

   Ia segera menuju ke arah balkon, mungkin saja Fakhira ada ada di sana. Tapi nihil, Katiya tak menemukan Fakhira di manapun.

   Sedangkan di dalam kamar, Fakhira keluar dari kamar mandi dengan rambut panjang yang basah dan wajah yang segar seraya mengambil sisir dan menyisiri rambutnya yang basah.

"Ada apa, Ibu?" tanya Fakhira setelah menyisiri rambutnya saat melihat Ibunya berdiri di balkon seraya memanggil-manggil namanya.

"Fakhira, kau dari mana saja, nak? Ibu khawatir padamu,"

   Meski air mata perlahan mengalir namun, kekhawatiran Katiya sedikit berkurang kala melihat Fakhira kembali bugar seperti sebelumnya.

"Fakhira sedang mandi tadi, Bu. Ibu tidak usah khawatir, Fakhira tidak akan kemana-mana," ucap Fakhira dengan suara perlahan seolah-olah menahan tangis.

"Bagaimana Ibu tidak khawatir setelah melihat keadaanmu semalam? Kau jatuh dari atas balkon dan untung saja ada Faisal yang menangkap tubuhmu. Bagaimana jika tidak ada Faisal malam itu?"

"Faisal." Fakhira kini terdiam, ia merasa mengenal nama itu.

"Iya, Faisal. Dia anak dari rekan kerja Ayahmu. Kenapa kau sampai jatuh dari balkon, Fakhira? Apa kau ingin mencoba bunuh diri? Kenapa? Kenapa kau ingin bunuh diri, nak?"

   Tangis Katiya kini pecah, ia begitu khawatir pada putrinya. Ia begitu takut kehilangan Fakhira. Fakhira yang melihat hal itu langsung mendekap tubuh Ibunya.

"Maaf, Ibu. Fakhira semalam tidak bermaksud untuk bunuh diri. Fakhira semalam hanya ingin mencari udara segar, Bu. Fakhira juga tidak tau kapan Fakhira jatuh dari balkon. Tolong jangan menangis, Bu. Fakhira sayang Ibu! Maafin Fakhira, Bu," jelas Fakhira dalam dekapan Ibunya sembari meminta maaf agar Ibunya tak salah paham padanya.

"Ya sudah kalau begitu. Oh ya Ibu tadi masak sayur kesukaaanmu. Sekarang makan ya, nak." Katiya mencium puncak kepala Fakhira lalu melepas dekapan tersebut.

"Ya, Ibu. Fakhira akan makan. Oh ya ... Ibu mandi saja, Ibu pasti belum mandi 'kan? Pokoknya Ibu harus selalu mandi pagi demi adik kecil Fakhira," rengek Fakhira seraya mengelus perut Ibunya yang kian membesar.

"Baiklah, tapi nasinya dimakan ya! Ibu keluar dulu," ujar Katiya sembari keluar dari kamar berlalu meninggalkan Fakhira.

   Setelah Ibunya keluar, Fakhira mengambil piring dan mangkuk sayur dari nampan dan menaruhnya di tempat tidur. Dengan segera ia melahap masakan Ibunya yang begitu lezat rasanya di lidah Fakhira. Saat akan memakan sesuap nasi terakhir, ponselnya berdering. Tertulis nama Lisha di ponsel tersebut.

🍁Via Telepon🍁

"Iya, Lisha. Ada apa?" tanya Fakhira setelah mengangkat telepon.

"Fakhira, bisakah kau datang ke rumahku jam 9 nanti?" ujar Lisha dari seberang sana.

"Memangnya ada apa, Lisha?" tanya Fakhira meminta penjelasan dari Lisha yang nampak gelisah.

"Ayahku menjodohkanku dan aku mau kau jadi saksi mempelai wanita saat ijab kabul nanti. Aku hanya percaya padamu, Fakhira. Kumohooonnnn ... mau yaaaa," pinta Lisha agar Fakhira mau menerima tawarannya.

"Ya, baiklah." Fakhira mengiyakan permohonan temannya itu.

"Terima kasih, Fakhira. Kau memang sahabat terbaikku"

TUTTT..., panggilan terputus

"Aku harus menemui, Niya!"

   Nasi yang hanya tinggal sesuap itu tak dihabiskan oleh Fakhira. Ia keluar menuju kamar Niya. Tanpa alas kaki ia berjalan menyusuri koridor rumahnya. Langkahnya terhenti pada sebuah kamar yang pintunya terbuka. Netranya mendapati seorang laki-laki yang tertidur pulas di kamar itu.

"Bukankah itu, Faisal? Orang yang telah menyelamatkanku berkali-kali," gumam Fakhira saat menyadari bahwa orang yang tertidur itu adalah Faisal, laki-laki yang selalu menyelamatkannya.

   Ia melangkah perlahan masuk ke dalam kamar itu. Matanya tertuju pada tas ransel yang berisi pakaian. Timbul di hatinya ingin membantu membereskan pakaian-pakaian tersebut ke dalam lemari. Ia berjalan perlahan menuju tas yang berdekatan dengan tempat tidur Faisal. Perlahan dibukanya tas itu agar tidak membangunkan Faisal dari tidurnya.

   Disaat Fakhira merapikan pakaian, Faisal terbangun dari tidurnya. Faisal begitu terkejut melihat sosok berambut panjang dengan baju berwarna putih dan mengiranya hantu.

Pemilik Hati Gadis Biru [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang