Part 12

32 9 0
                                    

   Itulah pertanyaan yang muncul begitu saja dalam benak Fakhira. Sebuah keraguan yang begitu terlihat di matanya. Netranya itu terus memandang ke langit-langit kamar sembari mengingat perubahan Ayahnya yang tanpa sebab itu hingga tanpa sadar ia tertidur tanpa mengunci pintu kamar.

   Petang terlewat, siang berganti malam hingga larut. Fakhira masih tertidur dengan pulasnya di dalam kamar bernuansa biru itu. Seseorang membuka pintu kamar Fakhira yang kebetulan tak dikunci.

   Semua yang berada di rumah itu telah tertidur dengan pulasnya kecuali dengan Niya. Niya memasuki kamar Fakhira dengan sebuah benda tajam di dalam genggamannya. Raut wajahnya tersirat sebuah kekecewaan yang mendalam dengan mata yang terlihat sembab.

   Ia melangkah dengan pelan menuju arah Fakhira yang masih tertidur dengan pulasnya di atas tempat tidur. Ia tersenyum licik sembari duduk di samping Fakhira yang kini tengah terbang ke alam mimpi. Benda yang ia pegang itu segera mendarat di pipi mungil Fakhira.

"Fakhira yang malang. Kau tau? Kau itu sangaaattt bodoh. Sudah hampir 18 tahun kau tinggal di rumah ini tapi kau belum tau kebenarannya. Heh, kasihann," ujar Niya sembari menyapu seluruh wajah Fakhira dengan pisaunya.

"Kau sudah mengambil bahkan merenggut kasih sayang Ibuku dariku. Kau telah mengambil status sebagai anak kandung dari orang tuaku. Licik ... sangat licik kau Fakhira. Lihat saja, aku akan merenggut orang yang paling kau cintai, kau sayangi di sekelilingmu itu. Coba saja jika kau tidak hadir dalam hidupku, mungkin aku tidak akan seperti ini. Tapi, apa? Sejak umurku 1 tahun kau datang lalu menyingkirkanku dari kedua orang tuaku. Aku sangat benci padamu."

   Niya mengalihkan pisaunya pada jari-jari mungilnya seolah-olah ingin menyayat salah satu dari jari-jari tersebut. Tiba-tiba tubuh Fakhira menggeliat kecil dan perlahan-lahan matanya mulai terbuka. Dengan segera Niya menyimpan pisau dalam genggamannya ke belakang tubuhnya setelah melihat Fakhira yang sudah terbangun.

"Niya, ada apa? Kenapa kau di sini? " tanya Fakhira saat melihat Niya terduduk di sampingnya.

"Aku sedang takut tidur sendiri di kamar jadi aku kemari untuk tidur bersamamu, Hira," ujar Niya yang langsung dipercayai oleh Fakhira.

"Owhh ... baiklah kalau begitu, tidurlah di sini. Aku akan menutup pintu."

   Fakhira beranjak dari tempat tidurnya dan menuju pintu lalu menutupnya. Niya langsung menjatuhkan pisau yang dipegangnya dan beringsut duduk di tempat tidur itu.

"Ayo, kita tidur," ajak Fakhira sembari berbaring di sisi Niya dan kembali tertidur.

   Niya masih terjaga dengan matanya terus memandang langit-langit kamar Fakhira.

"Suatu saat aku akan merebutnya, camkan ituu," batin Niya.

   Pagi itu, Fakhira terbangun saat cahaya matahari mengenai wajahnya. Silau, itulah yang dirasa saat cahaya itu menembus jendela-jendela kamar.

"Pisau? Dari mana pisau ini? Apa aku pernah membawanya ke kamar?" batin Fakhira terus bertanya seraya mengingat-ngingat kejadian semalam. Namun, ia hanya mengingat kedatangan Niya di kamar.

"DORRR ...."

   Suara Niya mengagetkan Fakhira yang sedang melamun itu. Fakhira hanya bisa menjerit histeris sembari memegangi dadanya sebab jantung yang berpacu begitu cepat.

"Kau ini, mengagetkan saja," ujar Fakhira dengan nafas yang naik turun.

"Haha ... maaf. Habisnya kau melamun," ujar Niya tertawa terbahak-bahak.

"Memangnya apa yang sedang kau pikirkan, Hira?" sambung Niya setelah menertawai Fakhira.

"Tidak ada, aku hanya heran. Kenapa benda ini bisa berada di kamarku? Padahal aku tidak pernah membawanya ke kamar," ujar Fakhira menunjukkan pisau digenggamannya.

   Niya terkejut saat Fakhira menemukan pisau itu. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi tegang. Ia tak tau apa yang harus dijawab.

"Emmm ... mungkin kau tidak sengaja membawanya ke dalam kamar. Aku tidak tau karena aku baru malam inj tidur di sini," jawab Niya danagb ketegangan yang timbul di hatinya.

"Ya, mungkin saja. Tapu kapan? Ah, ya sudahlah, lupakan saja. Ayo kita mandi, Niya," ajak Fakhira.

"Tidak, aku akan mandi di kamarku saja,"

"Ya sudah, kalau begitu aku mandi dulu." Fakhira masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Niya yang masih terduduk di tepi tempat tidur itu.

   Setelah Fakhira masuk ke dalam kamar mandi, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dan dengan segera Niya membukanya. Faisal, iya. Faisal yang mengetuk pintu lalu masuk tanpa mengeluarkan sepatah katapun pada Niya. Mata Faisal menyapu seluruh ruangan seperti mencari seseorang.

"Fakhira sedang mandi. Mau apa kau kesini?" tanya Niya pada Faisal yang terlihat bingung.

"Owhh benarkah? Aku hanya ingin mengajak ke rumah Lisha. Lukman menyuruh kami untuk ke sana" jawab Faisal.

"Memangnya kenapa kau ingin ke rumah, Lisha? Siapa Lukman?"

"Lisha akan menikah dan calon suaminya adalah Lukman, temanku," jawab Faisal lalu duduk di sebuah sofa.

"Hei, kau. Jangan sembarangan duduk ya, nanti sofa itu ternoda," ketus Niya.

"Ap ..."

   Belum sempat Faisal berkata membalas Niya, pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah seorang gadis berbaju biru muda. Mata Faisal menatap Fakhira dari atas hingga ke bawah dan kembali ke atas. Fakhira begitu mempesona di maamta Faisal saat rambutnya masih basah.

   Fakhira yang merasa ditatap oleh Faisal menunduk dan terkadang melihat bajunya mungkin ada yang salah. Tapi tidak, tidak ada yang salah pada Fakhira.

"Tuan, kau melihat apa?" tanya Fakhira menyadarkan Faisal.

"Kau cantik, Fakhira."

   Faisal memuji Fakhira hingga membuat pipinya menjadi merah merona karena malu. Niya yang berada di sana sangat jenuh saat mendengar kata-kata Faisal yang baginya menjijikan.

"Niya lebih cantik dariku, Tuan. Dia pandai bermake up, sedangkan aku hanya memakai bedak biasa, berlipstik pun tak pernah," jawab Fakhira terlalu jujur.

   Faisal terdiam, baginya Fakhira lebih cantik dari Niya. Ia tak berani mengatakan karena Niya berada di sana.

"Oh, ya. Lisha mengajak kita ke rumahnya. Nanti akan kuberitahu jika akan berangkat," ujar Faisal berlalu pergi meninggalkan Fakhira dan berjalan melewati tempat berdiri Niya tanpa melihat wajah Niya itu.

Pemilik Hati Gadis Biru [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang