Part 9

15 10 1
                                    

Di teras

   Niya berdiri di teras depan memandang motor yang melaju berlalu pergi meninggalkan rumah. Ada rasa nyeri di dada saat melihat Fakhira lolos dari kemarahan Fardan. Benih benci mulai muncul melihat kedekatan Fakhira dengan laki-laki itu. Tangannya tergepal menahan amarah yang hampir meledak.

   Ingin mencelakai Fakhira, namun ia tak tega. Fakhira sudah begitu banyak menbantu. Rasa kasihan dan benci itu tercampur aduk di hatinya. Ia bahagia, senang bersama Fakhira. Tapi, di sisi lain ia begitu benci saat Katiya lebih menyayangi Fakhira dibanding Niya, putri kandung dari Fardan dan Katiya.

"Niya, sedang apa kau di sini?" tanya seorang laki-laki yaitu Fardan yang tiba-tiba datang dari arah belakang Niya.

"Siapa laki-laki itu? Apakah dia anak dari rekan kerja Ayah itu?" tanya Niya dengan netra yang terus menatap lurus ke depan.

"Iya."

"Ayah, sampai kapan aku harus terus bersandiwara menjadi keponakan kalian? Sampai kapan? Aku sudah bosan, aku muak dengan keadaan ini," keluh Niya dengan netra yang mulai berkaca-kaca.

   Niya mengeluh membuat Fardan tertegun mendengarnya. Fardan dilanda kebingungan, ia tak tau apa yang harus dikatakan pada Niya, keponakan yang sebenarnya adalah putri kandungnya sendiri. Sedangkan Fakhira adalah anak titipan dari keluarga Pratama, keluarga yang telah memberi rumah, kekayaan dan lain-lain sehingga Fardan menjadi seperti sekarang ini.

   Fardan, Katiya, Niya dan orang yang lebih tua seperti Bi Asih, Satpam yang telah lama bekerja dan yang lainnya di dalam rumah itu telah bersandiwara tanpa sepengetahuan Fakhira.

   Kini Niya telah mencapai usia 18 tahun dan Fakhira akan beranjak ke usia 18 tahun dalam dua bulan mendatang.

"Maaf, Niya. Ayah belum bisa mengakhirinya sekarang. Karena Fakhira belum mencapai usia 18 tahun. Hanya beberapa bulan lagi, Nak. Walaupun usia Fakhira telah mencapai 18 tahun, kita masih harus menunggu kedatangan keluarganya. Sabarlah Nak, Ayah mohon sabar!" ujar Fardan meyakinkan Niya yang kini sedang dikuasai emosi.

"Baiklah, aku akan sabar dan akan terus menunggu sampai sandiwara ini selesai. Jika usia Hira sudah mencapai 18 tahun dan keluarganya juga belum datang, aku juga akan tetap menunggu. Tapi ingat Ayah, aku hanya akan menunggu selama satu minggu yang dihitung sejak hari ulang tahun Hira yang ke-18," qncam Niya berlalu pergi meninggalkan Fardan.

"Apa yang harus kulakukan? Aku pasti akan merasa bersalah jika keluarga Fakhira telah datang kemari. Aku telah menyakiti Fakhira sejak kecil. Memukulnya, mengurungnya bahkan membiarkannya tidur di lantai saja pernah," batin Fardan meratapi apa yang kini sedang dihadapi.

   Rasa bersalah itu muncul di hatinya, rasa kehilangan begitu takut ia rasakan. Ia telah banyak bersalah pada Fakhira. Jika Fakhira mengetahui segalanya nanti, apakah Fakhira masih mau memaafkan Fardan yang begitu sadis memperlakukannya?

   18 tahun itu telah berlalu begitu cepat. Fakhira harus dikembalikan pada keluarganya, orang tua kandungnya dalam dua bulan ke depan. Namun, ada rasa berat di hatinya jika Fakhira harus pergi dari rumah itu. Tak ada lagi netra biru yang menghiasi rumah itu jika Fakhira kembali pada orang tuanya.

   Namun apa daya,  walau Fakhira tidak kembali pada keluarganya ia akan tetap pergi dari rumah itu. Toh, dia 'kan pasti akan menikah suatu hari nanti dan meninggalkan rumah ini.

🌸Kamar🌸

   Di dalam kamar bernuansa merah muda, Niya masuk dan menutup pintu dengan kasarnya. Air matanya terus bercucuran membasahi kedua pipinya.

   Dengan perasaan kesal ia membuat kamarnya menjadi kacau, berantakan. Rasa tak terima diperlakukan tak adil oleh Ayah dan Ibunya itu semakin menumbuhkan benci yang begitu besar.

"Kenapa ini semua harus terjadi? Kenapa? Hira bukan siapa-siapa di sini, dia hanyalah titipan dari orang lain dan aku ... aku adalah putri kandung mereka. Tapi, kenapa aku yang diperlakukan seperti anak titipan orang lain? Kenapa?"

   Niya marah, ia tak sadar bahwa dirinya telah dijaga sangat baik sehingga ia tak pernah disakiti oleh Fardan. Fardan selalu menyakiti Fakhira dan Fakhira masih tegar, ia tak marah. Tapi, Niya yang jelas-jelas selalu dibela walau bersalah malah marah dan emosi memberantaki isi kamarnya.

   Tiba-tiba ponsel Niya berdering, di ponselnya tertulis nama Lisha. Niya mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Niya. Apakah Fakhira ada di rumah? Tolong beritahu Fakhira jika akan kemari jam 12 nanti saja," ujar Lisha dalam telepon.

"Kenapa kau tidak menelepon Fakhira saja langsung? Kenapa harus aku?," ujar Niya dengan marah.

"Aku sudah hubungi, tapi tidak diangkat."

"Fakhira pergi bersama laki-laki yang menginap di sini. Aku tidak tau di mana mereka berada dan aku tidak mau mencari tahu. Puas?" jawab Niya sembari menutup telepon.

"Awas saja kau, Hira."

Pemilik Hati Gadis Biru [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang