Julian kembali duduk di samping cewek yang baru saja mendorong kursinya sampai ia terjatuh. Ia tetap duduk di sampingnya walaupun sudah jelas-jelas bahwa ia tidak diijinkan.
"Nama gue Julian Pradana. Gue dulu di kelas XI PA 4. Tapi kok gue nggak tau lo ya." Julian mengerutkan keningnya. "Nama lo siapa?"
Alsava sebenarnya mendengar perkataan Julian, karena ia sudah mematikan musiknya. Tapi ia memalingkan wajahnya ke samping menatap dinding. Ia sangat tidak suka dengan cowok di sampingnya ini.
Apa ia tidak tahu bahwa sikapnya tadi adalah tanda bahwa ia tidak mengijinkannya duduk di sampingnya.
"Lo dulu IPA berapa? Kok gue nggak tau lo ya. Lo tau gue kan pastinya... kan gue famous banget di sekolah ini. Nggak mungkin lo nggak tau." Julian tersenyum lebar. Ia tidak peduli walaupun Alsava tidak menghiraukannya.
Semua murid hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Julian. Tidak menyangka bahwa Julian begitu berani. Apalagi kepada Alsava.
"Hei kalian! Kenapa diem aja?" Julian menoleh menatap murid yang ada di kelas menatapnya dengan mulut diam.
Mereka tidak menjawab.
"Lah, kalian kenapa sih sebenarnya?!" Julian benar-benar tidak mengerti dengan situasi saat ini.
"Eh, lo jawab gue dong. Kenapa lo diem aja sih?" Julian menyenggol lengan Alsava, membuatnya menoleh dan menghempaskan tangan Julian dari lengan Alsava.
Brakk!!!
Julian tersentak kaget saat Alsava menggebrak meja dengan sangat keras.
Semuanya seketika diam di tempatnya masing-masing.
"Jul. Mending lo diem deh. Lo nggak tau dia?" bisik seorang cowok yang berkaca mata, Roy. Ia mendekat ke arah Julian. "Lo bener-bener nggak tau siapa dia? Sumpah ya lo!"
Belum sempat Julian berkata-kata lagi, bel masuk berbunyi. Semua murid berhamburan masuk ke dalam kelasnya masing-masing.
Bu Elin, wali kelas mereka yang baru sekaligus guru Matematika. Pelajaran yang sangat dibenci oleh semua murid.
"Selamat pagi, anak-anak!" Bu Elin memandang mereka sambil tersenyum, kemudian ia duduk.
"Pagi, Bu!" jawab mereka serempak, kecuali Alsava.
Julian menoleh ke arah Alsava yang hanya menatap ke depan dengan pandangan kosong. Apa yang dipikirkannya. Bahkan ia belum tahu namanya. Mendengar suaranya saja belum? Apa sebenarnya ia bisu? Kenapa juga Roy mengatakan seperti itu tadi?
"Julian!" panggil Bu Elin dengan sedikit berteriak.
"Eh, kenapa Bu?" Julian mengalihkan pandangannya ke arah Bu Elin.
"Sudah puas memandang Alsava, hem? Kamu suka sama dia?"
Julian tersentak. "Apa sih Bu. Ibu ada-ada saja."
"Halah, ngaku aja!" goda Bu Elin.
"Enggak, Bu!"
Semuanya diam. Tidak ada yang membuka suara walaupun nada bicara Bu Elin seakan ingin membuat mereka tertawa. Tentu saja karena yang di posisi itu adalah Alsava. Jangankan menggoda, menegur saja mereka tidak berani.
Roy yang berada di seberang Julian, bergidik ngeri. Dulu ia satu kelas dengan Alsava. Jika bukan karena ia adalah ketua kelas, ia tidak akan berbicara kepada Alsava saat meminta tugas yang harus dikumpulkan. Dan yang paling ia takuti dulu ia hampir mati gara-gara Alsava. Kini ia tidak mau menjadi ketua kelas lagi. Dan, saat ini ia satu kelas lagi dengan Alsava?
"Sudah, kalau begitu mari kita buat struktur kelas yang baru. Mulai dari ketua kelas, wakil, sekretaris, bendahara, dan lima K." Bu Elin tersenyum lebar.
Bu Elin mengambil spidol berwarna hitam dan mulai menulis di papan tulis.
"Baiklah, siapa yang jadi ketua kelas. Ada yang mau menawarkan diri untuk menjadi ketua kelas?" tanya Bu Elin sambil tersenyum.
"TIDAK!!!!!" jawab mereka semua serempak. Bu Elin dibuat terkejut.
"Saya, Bu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alsava
Teen FictionAlsava. Seorang skaters handal. Gadis dengan sejuta rahasia di dalam hidupnya. Cuek, dingin, tidak peduli dengan orang sekitar, teman satu-satunya hanya skateboard yang selalu dia bawa ke mana-mana. Tidak ada yang tahu rahasia dalam hidup Alsava yan...