Arthur semakin menambah laju kecepatan mobilnya saat melihat foto yang diunggah oleh Julian tadi. Hatinya seakan hancur saat melihat orang yang ia sayangi harus bersanding dengan orang lain. Bertunangan?
Sahabat sekaligus orang yang dicintainya, kini telah menjadi orang lain. Memang salahnya juga tidak pernah memberitahukan tentang perasaannya kepada Alsava. Sungguh ini menyakitkan baginya.
Pikiran Arthur ke mana-mana. Ia hilang kendali. Ia terkejut saat di depannya adalah sebuah perempatan dan sedang lampu merah. Saking paniknya, ia yang tadinya ingin menginjak rem malah menginjak pedal gas. Dan....
Brakkk!!!!!
TINNNNNNNN!!!!!!
TINNNNNNNN!!!!!
Athur bangting setir ke kiri tapi sudah terlambat. Mobilnya pun sudah menabrak pohon besar setelah menabrak truk besar.
Darah yang mengalir dari kepalanya membasahi wajahnya. Sebelum pandangannya benar-benar hilang, ia dapat melihat beberapa orang mendekat ke arahnya.
"Sa... va...."
*****
Alsava yang hendak memejamkan matanya, kembali terbuka saat ada panggilan dari ponselnya. Ia melihat nama yang tertera di layar kacanya.
Doni is calling....
"Halo? Kenapa Don?" Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam.
Mata Alsava membelalak sempurna saat mendengar apa yang dikatakan oleh Doni dari seberang telepon. Ia langsung bangkit dari tidurnya.
"Gue ke sana sekarang! Tunggu di depan rumah sakit!" Alsava langsung mematikan sambungan telepon kemudian meraih jaket dan kunci mobilnya. Ia bergegas turun ke bawah dengan pakaian seadanya.
"Kamu mau ke mana? Buru-buru amat. Ini udah malam," ujar Felix saat melihat Alsava tergesa-gesa memakai jaketnya.
"Iya, Va. Kamu mau ke mana?" tanya Rina yang baru saja menyuguhkan teh untuk Felix.
"Arthur kecelakaan. Aku harus ke rumah sakit sekarang xxxx. Mungkin aku nggak pulang."
Belum sempat ayahnya berkomentar lagi, Alsava sudah berlari keluar rumah dan menuju garasinya. Dengan cepat Alsava menancap gas menuju ke rumah sakit.
Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai dan bertemu dengan Ganjar dan Doni di depan rumah sakit sedang menunggunya.
"Hei! Gimana Arthur? Ayo masuk!" ujar Alsava, panik.
"Ayo masuk aja."
Mereka pun segera bergegas menuju UGD. Di sana sudah ada orangtuanya Arthur dan dokter yang baru saja keluar dari dalam ruangan.
"Gimana, Dok, keadaan anak saya. Saya sangat khawatir karena tadi Dokter sangat lama," ucap Bryan, ayah Arthur.
"Tenang, Pak, Bu. Jadi begini... anak ibu mengalami luka parah di bagian kepalanya. Dan saat ini dia mengalami... koma. Tapi, Bapak sama Ibu tenang. Kami akan melakukan yang terbaik."
"Terima kasih, Dokter."
"Kalau begitu saya permisi." Dokter itu tersenyum, lalu melangkah pergi.
"Tante, Om. Apa yang terjadi?" tanya Alsava sambil memeluk Nia, ibu Arthur yang sedang menangis.
"Kami tidak tau. Pastinya dia hilang kendali saat di perempatan dan dia banting setir. Kami juga kaget saat ada polisi yang menghubungi kami, Nak," jawab Bryan.
"Om sama Tante sabar ya... kami selalu ada di sini."
"Tante sama Om lebih baik masuk dulu," ucap Ganjar.
"Iya, Om, Tan." Doni ikut menimpali.
"Ya sudah. Ma, ayo kita masuk." Bryan segera menuntun Nia untuk masuk ke dalam ruangan.
Alsava lalu duduk di bangku dan menyandarkan kepalanya di dinding sambil memejamkan matanya. Memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Ganjar dan Doni pun ikut duduk di sampingnya. "Akhir-akhir ini gue ngerasa kalo Arthur berubah sikapnya," ujar Ganjar tiba-tiba.
Doni menoleh. "Sama. Gue sering lihat dia melamun dan... sedikit murung. Apa ini ada hubungannya sama kecelakaannya?"
"Arthur gak pernah cerita punya masalah apa gitu sama lo berdua?" tanya Alsava saat mendengar perkataan Ganjar dan Doni.
"Enggak," jawab mereka serempak, menggeleng.
"Sava!"
Alsava menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Julian? Alsava memutar bola matanya malas. "Ngapain sih lo ke sini? Tau dari siapa?"
"Om Felix nelpon gue dan suruh jagain lo. Katanya lo nggak pulang." Julian duduk di samping kanan Alsava yang masih kosong.
"Besok lo sekolah, jadi pulang sana," kata Alsava bermaksud mengusir.
"Gue kan ijin sampai minggu depan. Jadi masuknya bareng sama lo. Lo nggak tau ya?"
Alsava menaikkan sebelah alisnya. "Terserah lo!"
"Gimana keadaan Arthur?" tanya Julian. Tapi tidak dijawab oleh Alsava. "Don? Gimana keadaannya?"
"Dia koma," ujar Doni. Membuat Julian terkejut.
"Astagfirullah."
Setelah itu hening.
Alsava menutupi kepalanya dengan kupluk jaketnya sehingga menutupi wajahnya yang menunduk. Ia berusaha memejamkan matanya. Entah kenapa rasa kantuk kini menyerangnya.
Julian melirik Alsava yang kepalanya bergoyang ke sana kemari. Ia menunduk dan melihat wajah Alsava yang ternyata tetidur. Julian segera melepas jaketnya dan menaruhnya di paha Alsava, karena Alsava memakai celana pendek di atas lutut. Dan sepertinya ia kedinginan.
Perlahan Julian memindahkan kepala Alsava ke bahunya. Ia melirik Ganjar dan Doni yang kini juga memejamkan matanya.
*****
Alsava merasa tubuhnya sakit semua. Ia merasa ada yang berbeda. Matanya membelalak saat mendongak dan melihat Julian sedang tidur. Ganjar dan Doni pun tidur.
Alsava menegakkan tubuhnya dan mendapati jaket Julian yang berada di atas pahanya. Ia lalu meraih jaket itu dan menyampirkannya di depan tubuh Julian.
Jam menunjukkan pukul empat dini hari. Seperti apa keadaan Arthur. Alsava berdiri dari duduknya dan masuk ke dalam. Ia melihat orangtua Arthur tertidur di sofa.
Alsava memdekati ranjang Arthur dan duduk di sampingnya. "Thur. Cepat bangun. Lo kenapa sih bisa kayak gini? Kalo ngantuk mending gak usah nyetir. Ceroboh banget sih lo! Emang dari dulu lo nggak pernah berubah."
Alsava berbicara sendiri seolah Arthur itu bangun. Padahal tidak. Alsava cukup sedih dengan melihat keadaan Arthur saat ini. Bagaimana tidak? Di antara ketiganya, Arthur adalah orang yang dikatakan paling dekat dengan Alsava. Karena dulu Alsava dan Sena berteman dengan Arthur saat pertama kali masuk SMP.
Setelah beberapa bulan kemudian, merak bertemu dengan Ganjar dan Doni. Semenjak itulah mereka bersahabat. Dan lebih tepatnya lagi mereka mempunyai hobi yang sama. Yaitu bermain skateboard. Tapi Sena tidak.
Dan setelah kejadian salah paham itu, Sena menghilang. Sejak saat itu Alsava berubah drastis dan hanya terbuka dengan ketiga sahabatnya.
Tapi mereka harus berpisah sekolah saat SMA. Karena Arthur, Ganjar, dan Doni tidak diterima di SMA favorit. Dan hanya Alsava yang diterima.
Alsava tersenyum mengingat semua kenangan bersama sahabatnya itu. Hanya mereka yang bisa membuatnya tersenyum.
Jangan lupa vote, guys!!😇😇😇😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Alsava
Teen FictionAlsava. Seorang skaters handal. Gadis dengan sejuta rahasia di dalam hidupnya. Cuek, dingin, tidak peduli dengan orang sekitar, teman satu-satunya hanya skateboard yang selalu dia bawa ke mana-mana. Tidak ada yang tahu rahasia dalam hidup Alsava yan...