40. Berdua

1.4K 79 7
                                    

Sepulang sekolah setelah mengantarkan Julian, Alsava pulang ke rumahnya. Saat sudah sampai rumah, ia segera mandi dan memakai pakaian seadanya. Baju yang mengekspos bahunya yang putih dan celana pendek di atas lutut.

Alsava turun ke bawah dan membuka kulkas, berniat mencari minuman karena ia sangat haus. Ia menuangkan air putih dingin dan meneguknya. Sangat lega di tenggorokan.

Tiba-tiba ponselnya bergetar, ia segera membukanya dan ternyata pesan dari Julian.

Julian :
Nanti malem gue jemput. Oke?

Alsava terseyum simpul, lalu membalasnya.

Alsava :
Mau ke mana? Lo masih sakit.

Julian :
Enggak. Cuma makan doang. Titik. Tanpa penolakan. See you....

Alsava :
Oke.

Tok... Tok... Tok....

Alsava berjalan menuju pintu karena ia mendengar suara ketukan. Kini ia tidak takut lagi karena Verrel ada di penjara. Lagian tidak ada lagi sepertinya orang yang tidak menyukainya. Semoga saja bukan orang jahat.

Saat ia membuka pintu, Alsava menatap datar kepada orang yang datang itu.

"Ngapain lo kesini?" tanya Alsava ketus.

Sena menghembuskan napas pelas. "Gue mau minta maaf, Va sama lo. Apa lo bakalan tetep balas dendam lagi?" tanya Sena langsung ke intinya.

"Lo takut? Kenapa setelah tiga tahun lo baru jelasin ke bokap gue, hah?!"

"Oke, gue minta maaf. Gue tau lo gak akan pernah bisa maafin gue. Tapi gue mohon jangan ambil satu-satunya kebahagiaan gue. Gue cuma punya Mama sekarang. Tante sama Om gue di Bandung...."

"Gimana rasanya kehilangan?" Alsava bersedekap.

"Sumpah, Va. Itu sakit. Gue mohon lo berhenti. Apa gue harus sujud dulu sama lo agar lo berhenti?"

"Nggak perlu. Lo bisa pergi sekarang juga dari rumah gue. Dan satu lagi, gue nggak akan lanjutin aksi gue."

Sena membelalak. "Lo se-serius?"

Alsava hanya menatap datar Sena.

"Makasih, Va. Makasih!! Dan selamat ya atas pertunangan lo."

Brakk!!!!

Alsava masuk begitu saja dan membanting pintu dengan keras. Sena sampai tersentak kaget.

"Kayaknya lo bener-bener benci banget ya, Va, sama gue."

Alsava bisa mendengarnya. "Gimana gue nggak benci sama lo, Sena. Sudah berapa kebahagiaan gue yang lo hancurin? Habis itu lo dengan seenaknya datang gitu aja. Kesalahan lo emang nggak akan pernah gue lupain," gumam Alsava sambil melangkah.

Alsava memutuskan untuk pergi ke kamarnya sambil menunggu malam datang. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya.

Senyuman timbul di wajahnya. Ia sangat bahagia jika mengingat hubungannya dengan Julian.

Alsava bahkan tidak menduga dengan jalan takdirnya. Dulu ia begitu membenci Julian yang selalu mengusiknya. Sampai ia dijodohkan dengan Julian. Bertunangan. Dan akhirnya ia menyerah, menyerah pada perasaannya. Ia mengakui jika ia sudah jatuh cinta kepada Julian.

Alsava lalu memejamkan matanya sambil tersenyum.

*****

Julian sudah berhenti di depan gerbang rumah Alsava. Ia memaksakan dirinya untuk mengendarai mobil. Tidak peduli dengan larangan ibunya tadi. Karena ia merasa sudah sembuh.

Julian dapat melihat Alsava keluar rumahnya. Alsava memakai jeans dan hoodie hitam. Sangat Julian suka.

Alsava langsung masuk ke dalam mobil Julian. Julian tersenyum, lalu ia juga ikut masuk dan duduk di kemudi.

Julian melajukan mobilnya dan berhenti di sebuah warung pinggir jalan. Alsava langsung turun.

"Kita makan disini?" tanya Alsava sambil melangkah.

"Iya. Lo nggak mau kan pasti," ucap Julian.

"Mau. Kenapa enggak. Justru tempat kayak gini lebih enak."

Julian membelalak. Ia tidak percaya. "Serius lo mau?"

"Ya. Cepetan pesen, gue udah laper."

"Oke! Bang, nasi gorengnya dua ya..." Julian duduk di seberang Alsava setelah memesan makanan.

Alsava memainkan ponselnya. Julian hanya diam sambil terus memandang Alsava. Sambil tersenyum.

"Va...," panggil Julian.

Alsava mendongak. "Apa?"

"Lo bisa nggak, nggak cuek-cuek lagi. Senyum terus gitu ke gue. Bercanda-canda gitu kita berdua."

Alsava tersenyum. "Nih, udah senyum."

"Ish! Tau ah lo!" Julian berdecak.

Alsava meraih tangan Julian dan menggenggamnya. "Gue emang gini."

"Kadang gue mikir kalo lo punya kepribadian ganda. Kalo di rumah aja lo normal-normal aja. Kalo di luar, beuhhh!!! Datar abis. Coba lo kayak yang di rumah sakit," ucap Julian menggoda.

Alsava menarik tangannya sambil mendengus.

"Mas, ini nasi gorengnya." Pedagang itu menyuguhkan dua piring nasi goreng kepada Julian dan Alsava.

"Makasih," balas Julian sambil tersenyum.

Mereka langsung melahap nasi goreng itu sampai habis.

"Va... maaf kalo gue malah ngajak lo kesini. Gue sih coba-coba aja ngajak lo kesini. Siapa tau suka." Julian berucap setelah selesai makan.

"Besok-besok gue ajak lo ke restoran mahal deh," lanjut Julian.

"Nggak perlu. Gue lebih suka disini."

Julian tersenyum sambil mengangguk.

*****

Keesokan harinya di kantin sekolah sudah sangat ramai. Teriakan-teriakan tidak jelas. Ada yang menggoda cewek-cewek. Ada yang memukul meja. Dan Alsava benci itu semua. Jika bukan karena Julian dan Ara yang memaksanya, ia tidak akan ikut ke kantin. Sungguh memekakkan telinga.

"Va... ayo dimakan dong," ucap Julian sambil menggeser mangkok bakso yang tidak disentuh oleh Alsava. "Atau mau gue suapin?"

"Gue bisa sendiri." Alsava langsung mengambil sendok dan garpunya.

Teman-temannya pun hanya terkekeh.

Kemudian mereka fokus dengan makanan masing-masing.

"Gue punya pacar, tapi berasa jomblo kalo disini. Barengan dua pasangan." Aksa berkata dramatis.

"Siapa suruh cari pacar kok jauh-jauh," cibir Julian.

"Tapi kan gak jauh dari rumah gue. Ihirrr."

"Masa bodo ah!"

"Dasar lo!"

"Eh iya, ya... rumahnya Manda kan depan rumah lo ya...," ujar Rian yang baru saja teringat jika rumah Manda tepat di depan rumah Aksa.

"Iya. Kapan pun gue bisa apel sepuasnya."

"Hilih."

"Ayo ke kelas, udah mau bel." Ara melirik jam tangannya, kemudian bangkit dari duduknya. Alsava juga melakukan hal yang sama.

"Ayo!"

Mereka lalu berjalan keluar kantin bersama. Mengundang tatapan  dari pengunjung kantin. Apalagi kepada Julian dkk. Sungguh mempesona.

AlsavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang