32. Menjadi Perbincangan

1.1K 82 5
                                    

Setelah seminggu koma, Arthur sudah sadar. Walaupun rasa sakit masih ia rasakan di kepalanya ia tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan orangtuanya. Ia tidak mau membuat mereka bertambah khawatir.

"Pa, Ma... nggak usah sedih lagi. Aku udah nggak papa." Arthur tersenyum.

"Kamu nggak usah nyetir kalo nggak bisa." Nia melirik Arthur sinis. Membuat Arthur terkekeh. "Bikin khawatir aja."

"Maaf. Nggak lagi. Peace...."

Ceklek.

"Arthur! Akhirnya lo sadar juga!" teriak Alsava yang tiba-tiba masuk, kemudian menghambur ke pelukan Arthur.

Arthur pun membalas pelukan Alsava. Walaupun rasa sakit masih terasa di hatinya. Bahkan sampai detik ini ia tidak berani memberitahukan perasaannya.

"Bro! Kita kangen!" ujar Ganjar yang baru masuk bersama Doni.

"Sekolah sepi gak ada lo." Doni menoyor lengan Arthur, membuatnya meringis.

"Sakit bego."

"Maaf. Hehe...."

"Kapan pulang, Thur?" tanya Alsava.

"Besok."

"Emang boleh?"

"Boleh atau enggak gue bakal tetep pulang."

"Keras kepala," ucap Alsava sambil terkekeh.

Tak terasa mereka menghabiskan waktu di rumah sakit sudah selama dua jam. Alsava lalu beranjak. "Gue pulang dulu, guys! Besok kalo lo pulang, gue ikut anterin."

"Oke."

Setelah itu Alsava menghilang dibalik pintu. Ganjar dan Doni lalu menatap Arthur intens.

"Lo berdua ngapain lihatin gue kayak gitu? Ngeri gue!" ujar Arthur yang merasa risih.

"Lo ada masalah apa? Selama ini gue rasa lo berubah." Doni berucap serius.

"Gue cuma capek. Habis ini juga kita bakal banyak ujian. Pusing gue, belum lagi mikirin mau kuliah di mana." Arthur mengibaskan tangannya ke udara.

Ganjar dan Doni saling pandang. "Yakin?"

"Ya!"

*****

"Sava! Cepet turun, sarapan! Julian udah nunggu ini!" teriak Rina dari bawah.

Alsava berdecak kesal. Lalu ia meraih skateboard dan tas, lalu menggendongnya sambil berjalan ke luar kamar. Menuruni anak tangga menuju ruang makan. Di sana sudah ada Julian dengan senyuman manisnya. Apa?! Manis?! Oh tidak!

Alsava langsung duduk begitu saja, lalu mencomot roti selai kesukaannya. Setelah itu meneguk habis susu cokelat yang sudah disiapkan oleh Rina.

"Pa... aku berangkat ya. Jaga kesehatan Papa di kantor. Jangan pulang malam-malam. Kalo waktunya makan, makan. Oke?" Alsava mencium punggung tangan Alsava. Diikuti Julian yang masih terkagum-kagum.

"Iya, Sayang. Julian... jaga Sava ya?"

"Pasti, Om."

Setelah itu mereka segera pergi dengan mobil Julian menuju sekolah. Di dalam mobil, mereka hanya diam. Julian masih teringat dengan perlakuan Alsava kepada ayahnya. Kenapa ia bisa berubah jika di luar. Sedangkan di rumah ia sungguh bebas mengekspresikan semuanya. Memang sepertinya Alsava mempunyai kepribadian ganda.

Julian melirik Alsava sekilas. Lalu kembali fokus dengan jalanan di depan. Sampai akhirnya mereka sudah sampai di parkiran sekolah. Alsava keluar begitu saja sambil membawa skateboard-nya. Julian pun segera menyusulnya.

Para murid pun mulai berbisik-bisik melihat Alsava dan Julian. Belum lagi pandangan mereka tertuju pada cincin yang mereka kenakan. Sama. Dan mereka semua sudah mendengar kabar bahwa Alsava dan Julian telah bertunangan. Sungguh mereka sangat terkejut dengan kabar itu.

Bagaimana bisa seorang Julian bisa bertunangan dengan Alsava, yang sudah jelas orang tak tersentuh sama sekali. Tapi mereka hanya bisa bertanya-tanya, karena mereka tidak tahu apa yang terjadi dan seperti apa Alsava.

Alsava memasuki kelas yang sudah ramai. Julian pun mengikutinya di belakangnya. Kini, semua mata tertuju kepada mereka berdua. Ingin rasanya Alsava membunuh mereka satu per satu.

"Sava!" Suara teriakan melengkin Ara memekakkan telinga semua orang yang mendengarnya.

Alsava tidak berkomentar. Ia hanya bereaksi dengan alis yang terangkat sebelah. Seolah menjawab 'apa?'.

"Cieeee... yang udah tunangan. Tau, tau, sekarang berangkat bareng ya...."

Hanya Ara yang berani menggoda Alsava. Jika tidak, mereka hanya diam saja. Karena mengusik Alsava sama saja cari mati menurut mereka. Tapi karena Ara adalah teman Alsava, maka ia berani-berani saja.

Alsava memutar bola matanya malas dengan godaan tidak penting dari mulut Ara. Ia memilih duduk dan menelungkupkan wajahnya di atas meja.

Julian pun hanya diam di tempat duduknya. Ia hanya tersenyum mendapat godaan dari teman sekelasnya itu. Belum lagi nanti akan dapat dari Rian dan Aksa.

*****

Sepulang sekolah, saat di parkiran. Alsava menghampiri Julian. "Lo duluan aja. Gue mau langsung ke rumah sakit."

"Ngapain? Gue anterin," balas Julian.

"Nggak usah. Hari ini Arthur pulang dan gue udah janji mau nemenin dia."

Julian langsung masuk begitu saja ke dalam mobilnya tanpa menjawab apa-apa lagi. Ia sangat kesal.

Alsava mengerutkan keningnya. Ia dapat melihat raut kesal Julian. Alsava lalu menyadari sesuatu, kemudian sudut bibirnya tertarik ke atas.

Cemburu?

Alsava langsung berjalan menuju gerbang dan segera menghubungi taksi. Setelah dapat ia meluncur ke rumah sakit. Di perjalanan, Alsava tak berhenti memandang cincin yang tersemat di jari manisnya. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa jantungnya bergemuruh hebat saat mengingat Julian? Apa ia sudah jatuh cinta dengan Julian?

Sesuai dengan yang ia harapkan, Arthur sudah bersiap untuk pulang. Sudah ada Ganjar dan Doni juga di sana. Mereka pun segera bergegas menuju ke rumah Arthur. Tidak lupa juga dengan kedua orangtua Arthur.

Saat mereka sudah sampai, Arthur dan ketiga sahabatnya langsung menuju ke kamar. Dan hal itu sudah biasa mereka lakukan saat dulu.

"Kapan lo sekolah, Bro?" tanya Doni sambil duduk di sofa. Ganjar duduk di samping Doni sambil bermain ponselnya.

"Lusa." Arthur menyandarkan kepalanya di sandaran kasurnya.

Alsava pun melakukan hal yang sama. Ia lalu membuka ponselnya yang sedari tadi bergetar. Ternyata pesan dari Julian.

Julian :
Kapan pulang?

Alsava :
Lo bapak gue?

Julian :
Tunangan lo.

Alsava :
Gue pulang malam. Masih mau di sini kumpul temen-temen.

Julian :
Jangan malam-malam, Va. Gue jemput?

Alsava :
Nggak usah!

Lama menunggu balasan dari Julian. Tapi Julian tidak kunjung membalasnya. Sampai akhirnya Julian membalasnya. Alsava membelalakkan matanya saat membaca balasan dari Julian.

Julian :
Gue cinta dan sayang sama lo.

Kedua sudut bibir Alsava tertarik ke atas. Entah kenapa ada perasaan yang begitu menbuncah di dadanya. Apa ini....

Kenapa nggak ngomong langsung?

AlsavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang