"Papa jelasin sama aku. Kok Om Felix kenal sama aku?" tanya Julian kepada Billy yang baru saja pulang dari kerja.
"Papa kamu itu baru pulang, Jul. Nanti dulu dong tanyanya." Mia membantu suaminya dengan membuka dasinya dan membawa tas kantornya. "Ayo, Papa harus mandi dulu. Mama udah siapin airnya."
Billy mengangguk. "Habis mandi ya, Jul."
Julian hanya mendengus. Tadi ia tanya kepada Mia, tapi disuruh nunggu Billy. Dan sekarang? Oh....
Tiga puluh menit menunggu, Billy akhirnya keluar menghampiri Julian dan Vera yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Mereka sedang menonton televisi.
"Jul. Tadi kamu ketemu sama Felix?" tanya Billy setelah duduk di samping Julian.
"Iya, di kafe. Ada Sava juga. Singkat cerita ya, Pa... Om Felix bilang tau aku karena pernah ke rumah. Kapan?"
"Kamu nggak ingat? Waktu itu kamu buru-buru keluar, padahal mau Papa kenalin dulu sama Felix. Ya, jadi kamu gak ingat mungkin."
"Oh, oke."
"Tadi ngobrolin apa aja?" tanya Billy dengan senyuman yang sulit diartikan.
"Dia tanya seberapa dekat aku sama Sava. Apa hubungannya baik? Dan seputar tentang aku sama Sava. Aku bingung sih." Julian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Billy nyengir. "Oh, ya udah."
"Kamu suka nggak sih sama Sava?" tanya Felix menggoda Julian.
"Papa apaan sih! Jangan mulai deh, oke?"
"Hem... kamu suka kan?"
"Pa! Enggak! Aku mau masuk kamar ah!" Julian lalu bangkit dari duduknya dan menuju ke kamarnya.
"Haha, Julian itu gengsi, Pa." Vera terkekeh pelan.
"Gimana kesiapan pertunangan kamu minggu depan?"
"Lancar sih Pa. Semuanya udah siap. Tinggal menunggu hari H," jawab Vera sambil tersenyum senang.
"Undangan semuanya sudah disebar kan?"
"Udah. Satu kompleks kita, keluarga, sahabat kita."
"Bagus kalau gitu."
*****
Alsava turun dengan seragam olahraga. Tidak lupa dengan skateboardnya. Ya, pasalnya hari ini guru olahraga mereka menyuruh mereka menggunakan seragam olahraga karena guru mereka, Pak Danang akan mengambil nilai. Dan tentunya berangkat lebih pagi.
Beruntung tadi malam Alsava membuka grup kelas, kalau tidak ia tidak akan tahu karena kemarin ia tidak masuk.
"Sayang, ayo makan. Papa antar ke sekolah ya..." Felix mengelus rambut Alsava saat Alsava sudah duduk di sampingnya.
"Aku diantar Revan, Pa. Nggak papa, Papa ke kantor aja."
"Kamu selama ini gak pernah bawa mobil ke sekolah?"
"Enggak, kenapa?" Alsava bertanya sebelum akhirnya memasukkan sendok berisi nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Gak papa. Ya udah, Papa pulang dulu. Mau ganti baju sama sekalian ambil tas. Nanti Papa ke sini lagi," ujar Felix lalu bangkit dari duduknya. "Rina, Revan, aku berangkat dulu."
"Ya, Kak."
"Ya, Om."
"Van. Udah selesai belum? Anterin gue, gue harus berangkat pagi nih."
"Kuy, udah selesai."
"Tan, pamit." Mereka langsung bergegas keluar rumah. Revan pun akan langsunv berangkat kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alsava
Teen FictionAlsava. Seorang skaters handal. Gadis dengan sejuta rahasia di dalam hidupnya. Cuek, dingin, tidak peduli dengan orang sekitar, teman satu-satunya hanya skateboard yang selalu dia bawa ke mana-mana. Tidak ada yang tahu rahasia dalam hidup Alsava yan...