THIRTEEN

764 102 16
                                    

Samar, Somi bisa mendengar teman-temannya yang tengah mengobrol di bangku koridor. Tentang si anak baru yang akan masuk hari ini. Mendengar itu Somi tidak tau harus bersikap bagaimana. Haruskah dia merasa senang atau tidak. Semuanya karna perkataan Yeri kemarin. Somi tau kalau Haechan dan Heejin itu berteman. Mereka bertemu dirumah sakit yang sama dan mulai bersahabat sejak itu. Somi sendiri bahkan berteman baik dengan Heejin. Gadis itu cantik, baik dan juga pintar. Setahun Somi mengenal Heejin dia tidak sadar ternyata gadis itu menyukai Haechan. Somi tidak tau apakah Yeri berbohong padanya atau Heejin yang sejak dulu memang tidak pernah terbuka padanya.

Kaki Somi berhenti melangkah saat mendapati sosok itu tengah berjalan bersama orang yang sudah tidak mengabarinya sejak dua hari belakangan. Ada perasaan nyeri hinggap didada Somi. Mereka bahkan tidak menyadari kehadirannya dan masih asik berbincang sambil tertawa-tawa kecil.

Somi masih menatap mereka. Kali ini dengan earphone yang sudah terlepas dari telinganya. Tangannya bahkan sudah terlipat didepan dada, siap untuk memarahi Haechan detik itu juga. Beberapa murid yang melihat raut kesal Somi, ikut berbalik untuk melihat arah pandang Somi. Sebagian mengernyit heran, tidak mengenali sosok disamping Haechan, sementara sebagiannya lagi, mulai berbisik dan berspekulasi kalau sosok itu merupakan si anak baru. Fakta sebagian orang itu memang benar. Sosok yang ada disamping Haechan saat ini adalah Heejin, si anak baru yang sudah terkenal bahkan sejak awal kemunculannya.

Somi berdehem saat jarak dirinya dan Haechan tinggal beberapa langkah lagi. Kontan keduanya mendongak dan tersenyum mendapati Somi. Berbanding terbalik dengan wajah Somi. Dia terlihat tidak bersahabat sama sekali.

"Gue mau ngomong." Somi berkata dingin. Pandangan nya menatap sekilas pada Heejin kemudian berlalu sambil membawa Haechan bersamanya.

Mereka berhenti didepan pintu uks yang terbilang sepi karna ruangan itu sendiri bahkan belum dibuka.

Haechan menatap Somi yang terlihat kesal didepannya dengan bingung. Nafas gadis itu naik-turun membuat Haechan tertawa kecil karena merasa lucu melihat wajah Somi yang biasa dipenuhi cengiran kini terlihat memerah karena marah.

Meskipun masih bingung, Haechan mencoba memahami hal yang membuat Somi marah. Maka dari itu diapun langsung mengeluarkan ponselnya dan juga sebuah kertas berwarna kuning kemudian menyerahkannya pada Somi.

"Kalau kamu marah sama aku karna ga ngasih kabar dua hari ini, aku bisa jelasin." ucap Haechan akhirnya. Somi mengambil kertas yang ada ditangan Haechan kemudian membacanya dengan seksama.

"Pertama, kemaren itu aku ngejalanin terapi ke Thailand bareng sama ayah, mendadak banget Som sampe lupa ngabarin. Ponsel aku juga langsung disita sama ayah dan ga diijinin megang ponsel selama dua hari itu."

Haechan menunjukkan ponselnya. "Kalau kamu ga percaya, kamu boleh tanya sama ayah langsung." Somi masih bersungut dan menggeleng mendengar tawaran Haechan barusan. "Terus ini apa?" tanya Somi sambil mengangkat kertas kuning yang tadi diberikan Haechan.

"Surah kesembuhan aku." Haechan tersenyum lebar. "Alhamdulillah, setelah berjuang hampir dua tahun lamanya, akhirnya aku dinyatain sembuh sama dokter." Haechan merentangkan kedua tangannya. "Gamau peluk aku nih?" Somi yang mendengar itu hampir menangis ditempatnya. Dia kembali mengingat perjuangan Haechan untuk melawan rasa trauma nya terhadap jalanan dan juga hujan. Awal-awal itu begitu menyakitkan. Pada akhirnya, Haechan berhasil bangkit dari keterpurukannya dan kini sudah dinyatakan sembuh total. Fakta itu merupakan hal yang sangat luar biasa membahagiakan. Somi tidak kuat menahan airmatanya, saat teringat kalau semua hal buruk yang menimpa Haechan adalah karna cowok itu yang begitu ingin melindunginya.

Pikiran Somi kembali menerawang. Kembali pada kejadian tragis yang menimpa Haechan tahun lalu.

Hari itu hujan. Somi yang ditinggal ibunya sendirian dengan alasan ingin pergi berobat bersama pamannya memutuskan untuk masuk dan berbaring didalam kamarnya. Meskipun dia takut sendiri, Somi masih mencoba menahan sebisanya. Sampai suatu ketika, petir datang saling bersahutan dan listrik pun mendadak padam. Ketakutan Somi berubah menjadi dua kali lipat. Dengan sisa tenaga yang tinggal sedikit karna dia yang terus menangis, Somi berjalan menuju meja belajarnya untuk mengambil ponsel. Dengan tangan yang meraba-raba, benda pipih itu pun dapat. Dengan cepat Somi mendial nomor orang yang selalu ada didalam pikiran nya. Hanya satu, Haechan.

Sun x Flower (HAECHAN) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang