EIGHTEEN

728 93 11
                                    

Sejak dulu semua orang selalu bertanya-tanya pada Haechan, apa hebatnya gadis bernama Somi itu, hingga terkadang Haechan lebih mementingkan nya daripada dirinya sendiri.

Kalau begitu, dimulai dari perkenalan mereka berdua.

Waktu itu keduanya masih smp. Somi sendiri cukup dikenal disekolah mereka karna kecantikan yang dimiliki oleh gadis itu, sementara Haechan, selain anaknya mudah bergaul dan suka tersenyum, dia juga sosok yang pintar dan rupawan disekolahnya.

Meskipun supel, Haechan yang dulu juga membatasi pertemanannya. Dia tidak mudah bergaul dengan murid perempuan kecuali Yeri yang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri. Kesehariannya selalu ditemani oleh Renjun Jeno dan Jaemin dan terkadang, jika mereka bertiga sedang ada urusan biasanya Haechan akan menyendiri dikamarnya sambil memainkan gitar diringi dengan bernyanyi kecil. Namun itu hanya bertahan sampai Haechan mengenal sosok Somi.

Kala itu sore sepulang sekolah, tepatnya pukul empat sore lewat sepuluh menit. Haechan baru bisa keluar dari kelasnya karna habis dihukum guru akibat berkelahi dengan teman sekelasnya dan disuruh menulis kalimat maaf dalam kertas double folio sebanyak tiga lembar.

Dari arah kejauhan dia melihat seseorang atau lebih tepatnya seseorang yang tengah dikerumuni oleh tiga orang berbadan gede, dan itu masih dilingkup sekolahnya dan terjadi tepat didepan pagar sekolah. Suasananya memang sudah sepi, jika seandainya terjadi pengeroyokan pun Haechan yakin tidak akan ada yang menyadari.

Meskipun sedikit takut karena kebetulan dia tengah sendiri tapi rasa penasaran Haechan jauh lebih mendominasi, maka dari itu diapun mendekat, terus berjalan hingga akhirnya tiba dihadapan kerumunan kecil itu. Sontak saja mata nya membelalak tak suka saat melihat tiga orang tadi ternyata tengah asik mengganggu seorang gadis berwajah bule. Cewek itu terlihat tidak nyaman sekali dan dari wajahnya, Haechan tau kalau sebentar lagi dia pasti akan menangis.

"Kalian murid kelas tiga kan?!" Haechan berkata dingin. Ketiga cowok berperawakan besar itu lantas menoleh dan menatap Haechan dari bawah hingga ke atas. Berusaha mengintimidasi dan meskipun sedikit, itu berhasil membuat Haechan sedikit gentar.

"Bukan urusan lo, lebih baik minggir!!" salah satu dari mereka mendorong bahu Haechan kasar. Cewek tadi hanya bisa menonton dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Dia bahkan sudah menangis dan hanya bisa tersandar pada pagar besi sekolah yang sudah karatan.

"Perasaan gue ga ada halangi jalan kalian, gue cuma nanya, kalian murid kelas tiga kan?" Cowok itu bertanya sekali lagi. "Gue sebenernya malas ngomongin ini, tapi gue harap lo bertiga jangan sampai berurusan sama gue."

Mereka bertiga tertawa. "Widih, nantangin kita nih."

"Uh tatut nya.." mereka mengejek kemudian tertawa lagi.

Haechan hanya melengos kemudian tersenyum miring.

"Pokoknya gue udah peringatin." Setelah berkata ambigu seperti itu, Haechan lantas langsung berjalan menghampiri gadis tadi dan menariknya cepat keluar dari gerbang sekolah. Ketiga murid tadi tidak tinggal diam hingga mereka pun akhirnya mengikuti.

Haechan masih mempertahankan senyum miringnya kemudian masuk kedalam mobil hitam yang sudah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Haechan tertolong dan merasa ini adalah hari keberuntungan nya karna kebetulan sang bunda sendirilah yang datang menjemput hari ini. Bukan hanya sopir yang biasa mengantar jemput nya.

Sun x Flower (HAECHAN) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang