ㅡ 16 Keputusan paling pahit

7.1K 895 263
                                    

Keesokan hari nya Wonwoo menghubungi Mingyu untuk bertemu. Tempat yang ia pilih adalah taman terdekat di kompleks perumahannya.

Dan sekarang disini lah mereka berada. Duduk di salah satu kursi, saling diam dengan pikiran masing-masing. Mingyu masih menunggu Wonwoo bersuara terlebih dahulu.

Kalau boleh jujur, Mingyu sangat merindukan sang pasangan hidup dan bayi yang mungkin sedang bergelung, meringkuk nyaman dalam perut Wonwoo.

Bagaimana tidak, sudah sepekan kebelakang ia tak bertatap muka dengan pria manis berkulit putih pucat tersebut. Dan ketika bertemu, Mingyu malah diam tanpa kata terucap. Walau jauh dilubuk hatinya ia sangat ingin memeluk tubuh ringkih yang amat dirindukannya itu.

Wonwoo pun tak jauh berbeda. Ia teramat merindukan Mingyu, namun ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Ada hal yang jauh lebih penting harus ia segera utarakan pada sang suami.

"Lang, aku udah pikirinㅡ"

"Gak. Kamu gak boleh mikir,"

Mingyu menyela cepat ucapan Wonwoo.

"Aku tau kalo kamu udah ngomong gitu, pasti kalimat yang kamu keluarin bukan kalimat bagus buat aku denger."

Wonwoo menautkan jari-jarinya gugup. Ia tak tahu harus berbicara mulai darimana. Kelopak matanya mengerjap cemas, menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

"Aku minta maaf," belum sempat Wonwoo membuka mulut, Mingyu lebih dulu mengeluarkan suara. Membuat ucapan yang ingin Wonwoo keluarkan tercekat begitu saja di tenggorokan.

"Aku minta maaf karena kemaren aku main pergi gitu aja. Aku cuma butuh waktu sebentar buat nenangin diri."

Wonwoo masih mengatupkan mulutnya rapat, enggan menanggapi kata maaf dari bibir Mingyu. Sadar akan dirinya diabaikan, Mingyu kemudian menggeser duduknya lebih dekat di sisi sang pujaan hati.

Tangan besar Mingyu terangkat keatas perut Wonwoo. Memberikan elusan kecil pada anaknya. "Hey, dedek mau maafin Ayah 'kan? Kamu kangen gak sama Ayah, hm? Kangen ya~"

Tak disangka Mingyu mendapatkan respon berupa tendangan halus. Sontak saja manik Mingyu berbinar ketika menerimanya. Lalu ia mengalihkan perhatiannya pada Wonwoo yang tengah mengalihkan pandangan kearah lain.

"Tuhkan, dedek aja maafin aku. Masa kamu Bunda nya enggak," Mingyu berkata sambil terus mengelus baby bump Wonwoo.

Gerakannya terhenti sesaat setelah Wonwoo menahan lengannya. Jemari kurus Wonwoo membawa tangan Mingyu kedalam genggaman hangat. Sepertinya Wonwoo luluh karena sikap manis Mingyu pada bayi nya barusan.

"Besok Tante Irene sama suaminya bakal dateng ke rumah," Wonwoo menatap tepat pada kedua obsidian kelam dihadapannya. "Aku udah pikirin ini dari semalem, mungkin gak ada salahnya kalo kita ketemu dulu sama mereka. Biar semuanya lebih jelas, itu juga biar kita bisa kasih yang maksimal buat dia."

Mingyu langsung terdiam kala serentetan kalimat itu terucap dari bibir Wonwoo. Sisi kebapakan nya berontak tidak terima, namun saat melihat manik rubah itu, Mingyu tak mampu melayangkan protes.

Ada setitik harapan yang menggebu di sepasang obsidian Wonwoo. Mingyu pun belum kembali bersuara, ia sibuk mencerna setiap kata yang baru saja menyapa gendang telinganya.

"Nu, aku rasa ini gak perlu. Aku takut kalo nantiㅡ"

"Aku gak akan ambil keputusan apapun sebelum dapet persetujuan dari kamu, Elang. Percaya sama aku," Wonwoo makin mengeratkan genggaman nya.

Lagi, Mingyu dibuat bungkam oleh penuturan Wonwoo. Ia bimbang harus mengiyakan atau tidak, sebab tiba-tiba saja perasaannya mendadak tidak enak. Gelisah, berdebar, dan segala macam asumsi berkelebat memenuhi benak Mingyu.

Dumb Litty » Meanie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang