Namjoon melirik lewat kaca kecil, Seokjin hanya diam memangku Soobin di bangku belakang bersama Jeongguk. Anak itu kini tak tertidur, melainkan terus bersenandung dan menjahili Soobin. Bukan sesuatu yang mudah mengantar Seokjin, pria itu bersikeras menaiki taxi sendiri, dan tentu Namjoon menentangnya. Perdebatan itu dimenangkan oleh Namjoon tentunya dengan dukungan dari Jeongguk.
"Nah sampai." Jeongguk bersorak, menunggu Seokjin melepas sabuk pengaman lalu keluar dengan riang.
"Googie sampai." Namjoon ikut keluar dan membantu Seokjin membuka pintu. "Namu, Googie kenyangggg." Namjoon terkekeh, mengusak rambut Jeongguk dengan gemas.
"Sepertinya Soobin sudah mengantuk." Seokjin mengangguk, Soobin yang berada dalam gendongannya sudah bersandar letih dan akan memejamkan mata. "Kalau begitu aku pulang, oh iya ini." Seokjin terdiam menatap Namjoon.
"Apa maksudnya?"
"Jaketku, kubilang untuk tidak dikembalikan dulu kan? Simpan Seokjin-ssi."
"Kau membuatnya semakin rumit Namjoon-ssi. Ini milikmu dan sudah sepantasnya kukembalikan." Namjoon menghela nafas namun memaksa Seokjin untuk menerima tas berisi jaketnya.
"Sudah kukatakan aku ingin punya alasan untuk menemuimu." Seokjin hanya terdiam.
Namjoon bersimpuh, mensejajarkan tingginya dengan Jeongguk, tersenyum manis pada bocah yang kini menatapnya dengan mata bulat yang sama persis milik Seokjin. "Namu pulang dulu ya? Jeongguk mandi dengan air hangat lalu mengerjakan pr mu dan tidur."
Jeongguk mengangguk antusias. "Namu nanti kesini lagi?"
Namjoon segera mendongak dan menatap Seokjin yang juga tengah menatapnya. "Anakmu ingin aku kesini lagi, aku harus menjawab bagaimana?"
Seokjin menggigit bibirnya gugup. "Jeongguk-ah, Namu tid—"
"Tentu, Namu besok akan menjemput Googie."
"Kita makan-makan?" Namjoon tertawa, kepalanya mengangguk, mencubit pipi Jeongguk dengan gemas. Lalu dirinya memajukan badan sekedar berbisik pada telinga Jeongguk. Mata bulat itu kini tambah membola saat Namjoon berbisik. "Iya?? Yeay yeay yeaaaay." Seokjin mengernyit saat Jeongguk kini berjingkrak bahagia.
"Aku pulang dan—sampai bertemu besok Seokjin-ssi?" Seokjin hanya terdiam sementara Jeongguk melambaikan tangan dengan semangat. "Ah ya." Namjoon berhenti dan berbalik menatap Seokjin. "Aku tidak akan menjauh Seokjin-ssi, selamat malam."
"Jeongguk-ah, apa yang Namu katakan?" Jeongguk sudah berlari duluan menuju gedung dengan riang dan tak menghiraukan pertanyaan Seokjin.
.
.
.
Seokjin keluar dari ruangan rapat dengan wajah lesu. Rapat selama sejam lebih itu membuat beberapa karyawan lain juga menggerutu. Mereka diharuskan semakin sibuk dan sialnya, sang ketua baru mengatakan pada penekanan 'deadline'. Seokjin benci itu. Ia melirik jam tangannya.
Ia tak bisa telat menjemput kedua anaknya. Tapi sepertinya ia harus mengambil lembur hari ini. Ia bahkan sudah bergegas untuk melakukan koordinasi dari ketua divisinya untuk pembagian kerja. Seokjin menampakkan raut gelisah.
Setelah pembagian selesai, Seokjin segera berlari menuju toilet sekedar menghubungi pihak daycare bahwa ia akan telat menjemput Soobin sore nanti. Mungkin ia harus menghubungi Ibunya lagi untuk menjaga Jeongguk.
"Ini berkas yang nantinya kau butuhkan Seokjin-ssi."
"A-ah ya terima kasih."
Haein tak langsung beranjak dari bilik Seokjin, ia menatap Seokjin sejenak. "Kau nampak gelisah sedari tadi?" Seokjin yang tengah membuka berkas dari Haein sedikit terlonjak kaget, Haein masih berdiri di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
FanfictionSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg