Namjoon beberapa kali harus mengerutkan matanya, seolah cahaya matahari sangat mengganggunya dan memaksa dirinya untuk membuka mata. Tepat ketika kedua matanya terbuka, kepalanya terasa pening bukan main. Dirinya meringis beberapa kali memegangi kepala, efek minum semalam.
Namjoon memaksa dirinya duduk, sesekali menjambak rambut hitamnya. "Bangsat." Gerutunya memijit kepala, saat dirinya menunduk dan merasakan kulitnya langsung menempel pada selimut yang kini melorot, Namjoon menyadari, dirinya tengah telanjang.
Dengan pelan Namjoon melirik pada ranjang sisi kirinya, ada wanita berambut pendek tengah tertidur pulas menyembunyikan wajah pada bantal. "Sial." Itu pasti salah satu wanita yang ia tiduri semalam. Atau tepatnya mungkin wanita yang dibawa Jackson. Lalu dimana lelaki sialan itu?
Setelah meredakan sedikit pening kepalanya, Namjoon beranjak memungut seluruh pakaiannya dan memasangnya kembali ditubuh. Rambutnya total berantakan, bau nafasnya sangat tidak menyegarkan. Kembali mengitari seisi kamar hotel, berharap ia tak meninggalkan apapun lalu berjalan keluar, membayar biaya kamarnya dan mengatakan masih ada seseorang di dalam kamar.
Namjoon bahkan tak ingat dimana ia memakirkan mobil dan dirinya tidak dalam kondisi baik untuk menyetir kendaraan sendiri. Jadi ia memutuskan untuk memanggil taxi, ingin cepat-cepat pulang, mandi dan kembali tidur untuk meredakan sakit kepalanya.
"Hey, kau dimana?" panggilnya pada Jackson ketika pria itu mengangkat teleponnya.
"Sudah di kantor Namjoon." Namjoon kembali mengumpat, sial, ia harus pergi menuju kantor, tapi mengingat keadaannya saat ini, tidak memungkinkan dirinya untuk datang. "Tenang Sir, sudah ku handle. Ayahmu menanyakanmu, sudah kubilang kau tengah mengecek proyek A-122, jadi aku yang menyuruh Heejin untuk memimpin rapat." Namjoon bernafas lega, menyenderkan kepala saat mobil terus melaju.
"Thanks Jack."
"Anytime Sir. Bagaimana wanita semalam? Kau langsung menyeretnya menuju kamar Namjoon." Ada kekehan diakhir kalimat Jackson, Namjoon masih memejamkan mata.
"Aku bahkan tak ingat wajahnya, aku benar-benar mabuk semalam."
Jackon tertawa kali ini lebih keras dan Namjoon langsung mematikan sambungan teleponnya. Dirinya jadi ingat makan malam semalam dan membuat kepalanya semakin pusing. Ia tidak menyangka jika semuanya akan sampai dimana dirinya dipaksa untuk menikah, baginya itu terasa begitu konyol.
.
.
Seokjin sengaja menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat bahkan tak sempat menggunakan waktu istirahat untuk makan siangnya. Ia sudah mengatakan pada Manager Lee dan Manager Lee menyetujui Seokjin untuk pulang lebih cepat karena pekerjaan Seokjin sudah selesai untuk hari ini.
Dirinya sengaja, demi kedua anaknya. Rasanya ia ingin mengganti dimana saat dirinya menjanjikan untuk jalan-jalan. Ia bahkan sedikit berlari menuju halte bus, wajahnya terus tersenyum, ah, dirinya juga sempat membeli jajanan untuk kedua anaknya, sedikit piknik dengan jajanan instan tidak apa-apakan?
Saat sampai dirinya sempat mengobrol dengan salah satu pengasuh, menanyakan apa saja yang dilakukan kedua anaknya "Jeongguk mencoret wajah Soobinie, Seokjin-ssi." Seokjin mengerutkan kening dengan wajah terkejut. "Tenang saja, bahkan anak itu yang ikut membantu membersihkan wajah adiknya."
Seokjin tertawa mengangguk, ia meletakkan keresek berisi jajanan dan mulai masuk ke dalam ruangan. "Soobinie, Jeonggukie?" teriaknya mencari keberadaan dua buah hatinya. Bibirnya tersenyum lebar saat menemukan Jeongguk tengah berebut boneka dengan Soobin.
"Appppppaaa." Teriak keduanya berbarengan, melempar asal boneka yang sempat menjadi rebutan dan berlari menuju Seokjin. "Yeay apa datang jemput Googie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
FanfictionSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg