15

8.4K 945 422
                                    

Sorakan dukungan dan teriakan para pendukung yang berada di belakang Seokjin seperti menjadi lagu yang berputar merdu saat ini bagi Seokjin. Entah, ini memang bukan pertama kalinya ia hadir dalam acara seperti ini—namun ini seperti pertama kalinya ia datang.

Dulu ia yang akan berlari sembari menggendong Soobin ketika Jeongguk masih berada di TK atau playgroup. Ia yang akan menyemangati anaknya berlomba di depan sana. Ia yang akan sedikit menunduk sedih ketika ada suara lain yang lebih keras dari dirinya untuk mendukung anak mereka.

Namun kini perannya seolah tergantikan oleh Namjoon di depan sana. Pria itu kembali menggendong Soobin dipundak, berdiri di tepi lapangan demi menyemangati Jeongguk. Seperti para Ayah yang lainnya.

"Jadi, itu calon Ayah barunya Jeongguk Seokjin-ssi?"

Seokjin mengerjap kaget lalu menoleh. Ia sempat terdiam lalu menggeleng. "Kudengar dia Direktur yang mensponsori lomba, kalian dekat ya?" Seokjin melirik pada beberapa orang yang juga tengah menatapnya.

"Terlihat masih muda Seokjin-ssi, wah beruntung sekali." Seseorang di belakang sana ikut menyahut dan Seokjin hanya menggeleng lalu kembali menatap Namjoon. "Sudah dekat dengan anak pula Seokjin-ssi, tinggal tanggalnya saja ini."

"Bukan—dia bukan siapa-siapa. Hanya teman." Lalu Seokjin bangkit dan berpindah tempat. Ia memilih menghindar dengan dalih mencari minuman dingin. Meninggalkan sekelompok orang yang begitu peduli dengan kehidupannya. Sekelompok orang yang memuakkan yang terlalu banyak ingin tahu.

Setelah kepergian Seokjin, mereka masih menggerombol dan menatap Namjoon—dibanding anak mereka sendiri. Bukan sesuatu yang baru untuk saling membicarakan satu sama lain. Mereka membicarakan 'sesuatu' yang menurut mereka menarik. Seperti kehidupan Seokjin.

Seolah bukan rahasia umum lagi dikalangan para orang tua—jika Seokjin adalah seorang duda carrier yang menikah dua kali. Dengan dua anak yang berbeda Ayah. Tentu semua tahu dari mulut ke mulut dan menarik menjadi berita hangat.

Seokjin yang seorang diri merawat dua anak—gagal dalam pernikahan sebanyak dua kali—dan begitu dingin pada siapapun. Mereka juga tak akan melewatkan bagaiamana rupa wajah Seokjin yang begitu menawan dengan kontur wajah yang tegas dan lembut sekaligus. Dan tentu membuat pikiran mereka semakin bercabang.

"Ck, kalian itu, itu pria yang sering mengantar jemput Seokjin. Yang pernah kuceritakan." Semuanya menatap pada Gawon yang juga tengah menatap Namjoon. "Kubilang apa, tampan kan?" Semuanya mengangguk setuju.

"Seokjin wajahnya memang manis, jadi mudah dapat lagi. Apalagi sekarang, Direktur, tidak main-main memang kalau cari pasangan."

Ada kekehan kecil di sebelah kanan yang menatap Namjoon angkuh. "Untuk apa dengan Direktur kalau ujung-ujungnya ditinggalkan lagi? Lagipula, aneh bukan seorang Direktur muda yang tampan mau dengan carrier dua anak?"

Bagi seseorang atau mungkin sebagian orang—ada sesuatu yang wajar namun terlihat tak wajar. Sesuatu yang bisa saja terjadi namun menimbulkan tanda tanya besar. Terkadang kehidupan orang lain pun lebih menarik untuk mereka pikirkan daripada kehidupan rumit pribadi. Menebak-nebak dengan akal mereka, dengan prasangka mereka, dengan apa yang hanya terlihat oleh mereka. Seolah setiap kepala memiliki hak untuk berpendapat pada kehidupan orang lain.

Dan itu yang membuat Seokjin merasa jenuh pada dunia. Berpikir apakah kehidupannya semenarik itu bagi orang lain hingga rasanya kehidupannya bukan sesuatu yang wajar. Kehidupannya seolah hal yang 'berbeda' dari banyak orang sehingga mereka memusatkan mata padanya. Jika ia dalam kehidupan wajar, mungkinkah dirinya sama seperti mereka? Mungkinkah ia akan bernafas lega tanpa ada yang menatapnya?

"Soobin-ah tidak lelah?" Soobin dan Namjoon menoleh berbarengan ketika tiba-tiba Seokjin berdiri disisi mereka. Soobin menggeleng dengan tersenyum menampakkan lesung pipi dalamnya yang menggemaskan. "Kau.. tidak lelah?" Pandangan mata Seokjin turun untuk menatap Namjoon.

Blue, still Don'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang