Ruangannya begitu gelap. Seokjin memilih terduduk pada pojokan lantai dan menutup wajah dengan kedua lengannya. Tidak ada setitik cahayapun yang menerangi ruangan Seokjin. Ia tidak ada yang dapat menerangi tubuhnya, tidak, ia tidak ingin melihat memar di kedua tangan dan betisnya juga pipinya.
Malam itu yang terdengar hanya isak tangis Seokjin. Jari-jarinya terasa nyeri. Suara teriakan seseorang masih terdengar jelas ditelinganya-sekalipun ruangannya begitu hening.
"Seokjin-ah, Seokjin-ah. Maafkan aku."
Dirinya merasakan seseorang datang memeluknya. "Maafkan aku Seokjin, kau tahu aku tidak bermaksud melukaimukan?"
Seokjin terus menangis.
"Tidak Seokjin. Tidak. Aku sangat bersalah. Maafkan aku?"
"Kau tahu aku sangat menyayangimu kan? Kau hidupku Kim Seokjin."
"Tidak lagi. Aku berjanji. Tidak lagi. Ini yang terakhir."
Dan malam-malam berikutnya, Seokjin selalu mendengar kalimat yang sama.
Blue still, Dont
Seolah sudah menjadi suatu ketetapan alam bawah sadarnya, pukul lima pagi Seokjin membuka mata. Merasakan udara dingin menembus kulitnya. Dengan sedikit tenaga yang mulai terkumpul, Seokjin mendudukan dirinya. Baru hendak mengusap wajah kantuknya, ia merasakan dirinya menggenggam sesuatu.
Sebuah kertas kecil bertuliskan angka-angka. Catatan kecil berisi nomor Namjoon.
Semalam setelah Namjoon pulang dan dirinya yang masuk ke kamar Jeongguk dan Soobin, menemukan secarik kertas di meja anaknya.
+82-837492134 - nomorku, simpan, dan hubungi aku. Kim Namjoon.
Seokjin kembali meremas kecil kertas itu, kertas yang ia genggam semalaman ketika tertidur. Namjoon sengaja meninggalkan itu saat menidurkan Jeongguk. Kenapa pria itu tak langsung memberikannya pada Seokjin? Kenapa seluruh tingkah Namjoon seolah tak pernah Seokjin duga. Lalu mengingat kembali sebuah hal tak terduga yang ia lakukan pada Namjoon. Kenapa ia juga membalas ciuman Namjoon? Kenapa Namjoon juga tiba-tiba menciumnya. Dan kenapa.. ia tidak menolaknya?
Setelah menggelengkan pelan kepalanya dan mencoba membuang ingatan tentang semalam, Seokjin beranjak dari ranjangnya dan mulai melakukan aktivitas rutinnya. Mengurus rumah dan keperluan kedua buah hatinya dan menunggu Jeongguk Soobin terbangun dari mimpi indah mereka.
"Appa, Soobinie ngompol tidak dimarah. Googie dimarah !" Pagi ini diawali dengan Jeongguk yang merajuk. Ia beberapa kali mengompol di kasur tapi Seokjin suka sekali memarahi Jeongguk akan hal itu. Sementara Soobin? Tadi saja Appa hanya menghela nafas dan membiarkan Soobin !
"Kan Googie sudah besar? Masa mau ngompol seperti Soobin." Jeongguk hanya mengerucutkan bibir. Jeongguk sudah rapi dengan seragamnya dan menunggu Seokjin mengemasi perlengkapan Jeongguk.
"Hyungie maw ngompol kaya Bin?" Jeongguk menoleh pada Soobin yang tiba-tiba bertanya padanya. Adik kecilnya tengah mengemut roti khusus untuk anak seusianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
FanfictionSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg