Seokjin tak mengatakan apapun, ia tak menerima atau menolak Namjoon. Seokjin hanya... mengabaikannya. Dirinya memilih kembali menyuapi Soobin dan tidak menanggapi Namjoon. Tidak ada yang perlu Seokjin katakan, sejak awal ia memang tak ingin menerima orang baru dalam hidupnya.
Sore itu kembali terjadi perdebatan, Seokjin ingin bahwa dirinya yang membayar makan mereka, pikirnya, ia ingin membalas kebaikan Namjoon, meski sejatinya ia sama saja membayar makan kedua anaknya. Dan Namjoon kali ini mengalah, memilih bermain sejenak bersama Soobin dan Jeongguk sementara Seokjin pergi membayar.
Hujan juga sudah reda. Jalanan menjadi sedikit macet karena semua kendaraan seolah turun ke jalanan. Tidak ada suara di dalam mobil. Kedua anak Seokjin tertidur. Hari sudah gelap, bermandikan cahaya-cahaya lampu, jalanan yang basah dan beberapa terisi genangan air, Soobin dan Jeongguk pun tak bisa menahan kantuk mereka.
Seokjin tak ingat, kapan terakhir kalinya ia seperti ini. Kedua anaknya tertidur di dalam kendaraan. Kelalahan dan kekenyangan. Sepertinya sudah sangat lama. Dan kini bahkan ia bersama orang asing, yang membuatnya kembali merasakan kenangan lama yang sudah tak terasa bagi Seokjin.
"Ini gedungnya?" Namjoon dengan pelan menginjak rem saat Seokjin mengangguk. Memakirkan mobilnya tepat di depan gedung apartemen Seokjin. Seokjin menoleh ke belakang, Jeongguk masih tertidur. Dirinya melepas sabuk pengaman lalu membenarkan posisi Soobin.
Namjoon diam memerhatikan.
Soobin sempat mengerang saat Seokjin merubah posisinya, kini anak bungsungnya memeluk dirinya dengan mata terpejam. "Aku akan membangunkan Jeongguk di belakang." Seokjin sempat menarik nafas, bahkan tak berani memandang langsung tepat ke mata Namjoon. "T-terimakasih Namjoon-ssi." Namjoon tak mengatakan apapun, memilih mengikuti Seokjin keluar.
Seokjin sempat membenarkan kembali posisi Soobin, sedikit kesusahan saat membuka pintu belakang. "Jeongguk, Jeongguk-ah, bangun sayang." Seokjin terlihat kesusahan.
"Biar aku saja Seokjin-ssi," Namjoon membungkukkan badan, sedikit masuk ke dalam mobil. Ia sempat memerhatikan bagaimana Jeongguk tertidur, dengan kepala menyender ke kanan, bibir kecil yang terbuka dan sabuk pengaman sebagai penahan si kecil tak roboh. Namjoon tersenyum.
"Jeongguk, bangun ayo." Namjoon menggoyangkan badan Jeongguk dengan lembut. "Bangun Jeongguk, sudah sampai."
"Euuungh." Jeongguk bahkan hanya mengerang dan mendorong Namjoon. Seolah tidak ada yang bisa mengganggu tidurnya.
Namjoon ingin tertawa. "Jeongguk susah sekali bangun-" Namjoon berdiri dan segera mengatupkan bibir ketika seseorang datang mendekat.
"Seokjin-ssi, baru pulang?"
Seorang lelaki manis menghampiri Seokjin, menenteng dua keresek dan memakai pakaian yang tebal karena dingin. Saat ia hendak masuk ke dalam gedung apartemen, ia melihat Seokjin tengah mengobrol dengan seseorang. Dan ia tak bisa menahan diri untuk tidak mendekat.
"A-ah, iya, Gawon-ssi." Jawab Seokjin dengan kikuk. Pria bernama Gawon itu melirik pada Namjoon.
"Habis jalan-jalan Seokjin-ssi? Bersama Soobin Jeongguk ya. Apa ini—" Pria itu mendekat pada Seokjin, "baru lagi?" Bisiknya namun Namjoon dapat dengan jelas mendengar apa yang pria itu katakan. Bahkan Namjoon dapat melihat raut wajah Seokjin yang berubah.
"B-bukan d-dia."
"Sudah tidak apa-apa Seokjin-ssi. Memang kita hidup susah kalau tidak punya pasangan. Semoga untuk yang kali ini jadi ya, dan tidak gagal seperti sebelum—"
"Aku akan membawa Jeongguk keatas, kau bawa Soobin, Seokjin-ssi, sudah semakin dingin." Namjoon memotong cepat perkataan pria itu, Jeongguk sudah dalam gendongannya. Namjoon menutup pintu mobil lalu berjalan menjauh sementara Seokjin sedikit menganggukkan kepala tanda ia berpamitan pergi, sedikit berlari menyusul Namjoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
Hayran KurguSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg