Jeongguk tertidur lemas dipangkuan Seokjin. Sejak sore hari, Jeongguk mengatakan perutnya terasa sakit, dan Seokjin pikir anaknya hanya memakan sesuatu yang pedas. Ia membaluri perut Jeongguk dengan minyak hangat dan membuatkan Jeongguk segelas susu cokelat. Tiba-tiba pukul delapan malam badan Jeongguk panas dan memuntahkan makan malam mereka. Hal itu berlanjut hingga akhirnya Seokjin menangis ketakutan dan nama Namjoon terlintas dibenaknya. Hanya nama Namjoon.
Setelah Namjoon mengatakan sudah berada didekat gedung apartemen Seokjin, Seokjin memeluk Jeongguk erat, matanya memerah karena terus menangis sementara Soobin tertidur di sampingnya. Ketika bel rumahnya berbunyi, Seokjin segera berlari membukakan pintu dan menarik Namjoon menuju kamar Jeongguk.
"Apa yang terjadi?"
"Jeongguk terus muntah. Aku tidak tahu penyebabnya." Air mata Seokjin terus mengalir. Nadanya terdengar putus-putus dan sarat akan ketakutan. "J-jeonguk terlihat kesakitan. Ak-aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan."
"Ke rumah sakit sekarang. Kau gendong Soobin aku akan berlari menuju mobil menggendong Jeongguk." Seokjin mengangguk dan mengikuti Namjoon—ia juga berlari namun terus mengelus Soobin agar tidak terbangun. Seokjin menempatkan Soobin pada kursi bayi dan dirinya memangku juga memeluk Jeongguk erat.
Mobil Namjoon melaju dengan cepat, hari sudah begitu gelap dan mobil tak terlalu meramaikan jalanan. Sesekali Namjoon akan melirik kaca kecil yang memantulkan bayangan Jeongguk dan Seokjin. Mungkin ia terlihat lebih tenang dari Seokjin, namun Namjoon tak dapat memungkiri bahwa ia juga merasakan ketakutan yang sama seperti Seokjin.
Setelah memakirkan mobil tepat di pemberhetina IGD, Namjoon segera menarik Jeongguk dari Seokjin dan berlari masuk, beberapa perawat segera mengambil alih Jeongguk dan meminta Namjoon untuk menunggu. Awalnya Seokjin memaksa untuk masuk—ia menangis kencang. Merasa takut anaknya sendirian di dalam sana. Merasa takut jika Jeongguk tiba-tiba membutuhkannya. Pikiran Seokjin kacau.
"Tak apa, Jeongguk baik-baik saja. Ada dokter yang menangani." Soobin terbangun dalam gendongan Seokjin. Dan Seokjin yang menangis kencang. Namjoon dengan pelan membawa Seokjin masuk kedalam pelukannya. Mengelus punggung Seokjin dengan lembut dan mengucapkan mantra-mantra penenang.
Dokter menjelaskan tentang kondisi Jeongguk dan menyarankan untuk menjalankan rawat inap. Putera sulungnya mengalami keracunan makanan dan itu semakin membuat Seokjin merasakan denyut nyeri dijantungnya. Jika itu ulah Seokjin, maka ia tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri yang melukai Jeongguk tanpa sadar.
Mereka harus menunggu pemindahan Jeongguk, Namjoon melirik arloji dipergelangan tangan kanannya. Sudah begitu malam. Tidak seharusnya Soobin berada disini. Ia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi Jackson untuk datang dan menjemput Seokjin.
"Seokjin, pulang ya? Aku yang menunggu Jeongguk."
Seokjin hanya menggeleng dengan bungkam.
"Kau akan terus disini? Dengan Soobin? Tidak kasihan dengan Soobin?"
"Tapi Jeongguk juga tengah sakit Namjoon. Aku mengkhawatirkan anakku. Mana mungkin aku tega meninggalkannya."
Namjoon menghela nafas pelan melirik pada Soobin yang tengah tertidur. "Lalu kau tega pada Soobin?" Perlahan-lahan mata Seokjin mulai turun menatap Soobin setelah sekian lama netranya hanya memandang Jeongguk yang tengah tertidur. "Jika Soobin juga ikut sakit, kau mau?"
Seokjin terus terdiam, Namjoon mengerti ada perang batin dalam benak Seokjin. "Hey, ada aku disini. Aku yang akan menjaga Jeongguk. Jackson sudah dalam perjalanan kemari. Besok dia juga akan menjemputmu untuk datang kesini. Jeongguk akan baik-baik saja. Percaya padaku, hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
FanfictionSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg