Semenjak kepergian Haein, muka Namjoon terus tertekuk. Bahkan sedikit mengabaikan Jeongguk yang tengah membuat prakarya dan meminta bantuan Namjoon. Seokjin yang sedari tadi menggendong Soobin terus melirik Namjoon.
"Katakan padaku apa hubunganmu dengan yang tadi?"
Seokjin sedikit terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Namjoon. Setelah Haein berpamitan pergi, Namjoon mendiaminya. Bahkan masuk ke dalam rumahnya tanpa mengatakan apapun. "Sudah malam Namjoon-ssi kau—"
"Tidak. Kau harus memanggilku dengan Namjoon saja. Tadi kau memanggil dia Hyung ! Kenapa denganku kau sangat formal si !"
Seokjin mengerjapkan matanya lalu melirik pada Jeongguk yang juga tengah memandang Namjoon dengan mata bulat dan bingungnya. Namjoon merengek seperti anak kecil tadi. "A-aku a-anu ti-dak. M-maksudku—J-jeongg-ah, begini tempel seperti ini."
Jeongguk terus terdiam memperhatikan Namjoon yang seolah tengah membuat sesuatu. "Namjoon-ssi, biar aku saja yang menyelesaikannya. Kau boleh pulang." Namjoon menghela nafas lalu meletakkan lem dan kertas yang ia gunakan tadi.
Jeongguk mengerucutkan bibirnya sedih. Prakaryanya belum sama sekali selesai, dan Namu tidak membantu apapun sebenarnya. "Baiklah. Tapi kau harus memberitahuku dia siapamu."
Seokjin berjalan meninggalkan Namjoon, meninggalkan pria yang kini berdecak lirih dengan raut masamnya. "Namu kenapa?"
"Tidak apa Googie. Besok Googie berangkat dengan siapa?"
"Eum—Appa?"
Namjoon menganggukkan kepalanya. "Tapi kalau Soobinie masih sakit, Jeongguk berangkat dengan Namu mau tidak? Kita beli jelly nanti?" Mendengar tawaran Namjoon, Jeongguk tersenyum dengan lebar menampakkan gigi gigi kecilnya. Dengan gemas Namjoon mengusak rambut Jeongguk.
"Sebaiknya kau pulang Namjoon-ssi, Jeongguk juga harus tidur." Setelah menidurkan Soobin di kamar, Seokjin kembali. Melirik pada Jeongguk yang tengah menggoyangkan kepala dan memainkan gunting.
Namjoon berdiri, merapikan celana dan mengambil jas yang sempat tergeletak di lantai. "Jeonggukie, Namu pulang oke?"
Jeongguk menganggukkan kepalanya. "Haein itu—siapamu?"
Seokjin sedikit risih dengan pertanyaan Namjoon. Itu bukan urusan Namjoon. Dan ia tak perlu menjelaskan apapun pada pria tinggi di depannya. "Terima kasih sudah mengantar Jeongguk tadi dan juga makanan—"
"Aku juga akan mengantar Jeongguk sekolah besok."
"Apa maksudmu?"
"Soobin belum sembuh total kan? Biar besok aku yang mengantar Jeongguk, Seokjin. Aku akan datang pagi-pagi sekali."
Dada Seokjin mendadak terasa penuh, seolah oksigen tengah mengikat seluruh saluran pernafasannya. Ia sempat terdiam bahkan tak dapat mengucapkan apapun. Bukankah ia sudah mengatakan untuk tidak mendekati Jeongguk?
"Namjoon-ssi, aku tidak ingin terlihat kasar tapi—bisakah kau berhenti? Berhenti seolah kita dekat dan kau bisa melakukan apapun semaumu? Aku tak pernah memintamu melakukan semua hal. Aku bisa lakukan sendiri."
Terlihat wajah bagian bawah Namjoon mengeras. Ia meremat jasnya sedikit lebih kuat dari sebelumnya. "Aku akan tetap datang dan jangan biarkan lelaki tadi mengantar Jeongguk." Namjoon menjilat bibir bawahnya, "Dan jangan berbicara kaku lagi padaku, selamat malam Kim Seokjin."
"Bye bye Googie. Namu pergi."
Seokjin mengepalkan tangannya menunduk, dadanya kian terasa sesak. Ia terkekeh miris melepas kepalan tangannya. "Dia sangat kekanakan." Namjoon terlalu kekanakan. Dari awal sifat mereka sangat bertolak belakang. Dan semenjak ia mengakhiri pernikahannya yang kedua, Seokjin tak pernah mau lagi berurusan dengan sifat itu. Sifat yang mampu menyakiti orang lain dan tentunya menyakiti Seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue, still Don't
FanfictionSeokjin merasa ia sudah cukup. Cukup dengan sakit hati Dan rasa malunya. Tapi kenapa dunia selalu mendorongnya menuju labirin biru? mpreg