1

29.5K 1.2K 187
                                    

Seokjin menutup kedua matanya dengan rapat ketika mendengar suara ketukan palu yang tak begitu keras namun dapat membuat dadanya bernafas dengan longgar tetapi seolah ada yang menarik paru-parunya bersamaan.

"Seokjin?"

Seokjin membuka matanya. Apa yang ia lihat saat ini sangat berbeda seperti yang ia sempat bayangkan tadi. Kepalanya menoleh ke kiri, menemukan Moonbyul tengah tersenyum padanya. "Ya?"

"Saatnya pulang. Sudah selesai dengan pekerjaanmu?"

"Oh?" Seokjin melirik jam tangannya, menyadari ia sudah melamun begitu lama. "Benar, aku sudah selesai. Ayo?" Moonbyul tersenyum mengambil menarik tas besarnya. "Hari ini Ibuku ada di rumah dan merawat anakku, mau makan malam bersama?"

"Tentu, dan aku jadi kangen Jeonggukie ! Terakhir kau membawanya beberapa bulan yang lalu kan?"

Seokjin menganggukkan kepala, berjalan beriringan di samping rekan kerjanya. "Dia sudah masuk sekolah dua bulan yang lalu. Jadi aku tak bisa membawanya lagi ke kantor dipagi hari."

Lalu obrolan mereka berlanjut hingga mereka sampai di tempat makan yang tidak jauh dari kantor. Seokjin tak selalu bisa makan di luar seperti ini ketika malam hari. Jika jam kerjanya habis ia akan bergegas pulang dan menjemput kedua putera kesayangannya. Itu sangat melelahkan memang, namun rasanya hal itu sudah menjadi sesuatu rutin yang dapat ia lakukan setiap hari.

"Ya, kudengar memang begitu, Chaeron menderita kanker, ia meminta berhenti, tapi karena Direktur Gu sangat baik beliau berkata Chaeron bisa kembali kapanpun jika wanita itu sudah sembuh. Divisi empat sudah menjenguknya kemarin sore, mungkin besok Manager Lee akan menyuruh kita menjenguk juga. Dengar-dengar semakin parah."

"Bukankah ia hanya hidup berdua dengan Ibu tirinya?" Moonbyul mengangguk dan mendadak rasa iba menghampiri Seokjin. Terkadang ia berpikir, kenapa seseorang bisa mendapatkan cobaan yang begitu berat, apa keuntungan yang mereka dapat? "Lalu, apa Ibunya bekerja?"

"Tidak. Sudah pensiun."

"Aku ingin menjenguk. Chaeron sangat kasihan." Seokjin memasukkan daging ke dalam mulutnya, mendadak selera makannya sedikit hilang. Entah darimana, tapi ia akan mudah iba terhadap orang lain hingga ia akan memikirkan kondisi orang itu untuk beberapa saat.

Seokjin tak bisa berlama-lama berada di luar sekalipun Ibunya tengah berada di rumah dan menjaga anak-anaknya. Jadi setelah makanan habis, ia langsung berpamitan pergi. Moonbyul memutuskan pulang mengendarai taxi sementara Seokjin memilih berjalan menuju halte.

Dirinya teringat akan jelly titipan Jeongguk, langkahnya bertambah lebar saat melihat mini market yang berjarakn 15 meter darinya. Mendorong pintu masuk dengan pelan dan mengambil keranjang. Tentu ia akan membeli beberapa cemilan, jika hanya satu anak yang ia belikan makanan, maka yang satu akan merajuk.

"Sudah kubilang aku tidak mau kalau lawannya si Roger—"

"Robert Namjoon astaga aku sudah mengulang namanya sebanyak empat kali." Seokjin sempat melirik lalu memilih kembali fokus mencari jelly merk kesukaannya. "Ya memang kenapa kalau Robert si?"

"What?" Tiba-tiba Seokjin terpaksa mundur karena orang di depannya seolah tak menyadari keberadaan Seokjin dan mundur tanpa pikir. "Mana mau aku lawan bule dekil itu lagi. Suruh belajar oper gigi lagi saja baru lawan denganku." Jellynya tepat berada di depan pria itu.

Seokjin menelisik sedikit, sepatu converse putih, celana ketat hitam, dan jaket denim. Oh, anak muda. Namun perawakannya begitu tinggi dan lebih tinggi besar dari Seokjin. Seokjin kembali mendekat, berniat menyuruh pria itu untuk sedikit bergeser tapi pria itu kembali bersuara.

Blue, still Don'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang