29

10.9K 966 538
                                    

hehe panjang gaes, sambil mam ciki apa dijeda nyuci piring bisa haha


-


-

                    Blue, still Don't





--

Memandang langit cerah dengan biru muda sebagai kanvas polos dari berbagai sesuatu yang seolah begitu dekat dengan langit dan membuat pemandangan yang Seokjin lihat nampak begitu menakjubkan, rasanya juga bukan saat yang tepat saat ini untuk Seokjin menenggak seteguk wine pemberian Namjoon. Namun Seokjin melakukannya.

Seolah matanya tengah mencoba menggambar dirinya dikanvas biru luas itu—gambar dirinya yang tersenyum, tertawa dan menangis. Seokjin tengah berpikir, gambar mana yang paling cocok menggambarkan dirinya. Dan jika dirinya memilih satu dari gambar tersebut, dan merubah seluruh isi kanvas biru langit—apakah semua yang ada di bawah langit akan ikut berubah mengikuti dirinya?

Apa mereka yang memandang langit juga akan ikut menangis jika Seokjin menangis? Apa mereka justru memilih tertawa memandang langit yang tergambar dengan tangisan Seokjin?

Semua yang Eunji katakan, Seokjin rasanya tak dapat menyangkal hal tersebut. Tentu, tentu Seokjin begitu bahagia menyadari kehadiran Namjoon untuk dirinya dan kedua anaknya. Untuk saat ini Seokjin merasa begitu bahagia—nyatanya ada wanita yang menangisi kebahagiaan Seokjin.

Seokjin pernah merasakan itu, dirinya yang menangis sendirian sementara sosok yang ia tangisi tengah tertawa bahagia bahkan tanpa memikirkannya. Seokjin pun pernah merasakannya, bagaimana ia merasa begitu bahagia seolah ia mampu menutupi seluruh rasa sakitnya. Namun sekali lagi, setiap kebahagiaan yang ia rasakan, semua terasa semu, rasanya kebahagiaan itu hilang dalam sekejap dan rasa sakit itu kembali muncul.

Dan Seokjin tak dapat mengira-ira, warna apa yang dapat ia gambar pada kanvas biru langitu tentang dirinya dan Namjoon. Warna yang cerah atau justru warna yang gelap. Atau justru ia tak dapat menggambar dirinya dengan Namjoon?

Tegukan dan tiap tegukan rasanya tak dapat membantu Seokjin untuk menemukan jawaban dan mengurangi rasa gelisahnya. Dan iapun tak dapat menjanjikan kebahagiaan pada Namjoon.

Bunyi bel apartemen Seokjin membuat pria itu terlonjak kaget dan segera menenggak habis wine nanya. Menyalakan keran air dan membasuh gelas dengan cepat. "Appa Appa Namu datang, Namu datang." Terdengar teriakan kencang dari Jeongguk dan suara teriakan Soobin.

"Iyaa."

Seokjin segera bergegas menuju ruang tengah, menatap Namjoon yang kini tengah memeluk Soobin dan mendengarkan celotehan Jeongguk. "Hai." Sapa Namjoon ketika pria itu menoleh pada Seokjin.

"Hai." Seokjin mendekat dengan pelan, Namjoon menegapkan tubuhnya, berdiri dengan tegap tanpa melepas pandangan pada Seokjin.

"Ah ya itu ada sesuatu untukmu yang kubeli di Jepang." Seokjin menoleh pada kantong kertas berukuran sedang yang tergeletak di atas lantai. "Tapi buka nanti saja, Jeongguk, Soobin siapa yang mau sepeda?"

Jeongguk dan Soobin tiba-tiba berdiri mematung, menatap Namjoon dengan raut terkejut namun detik selanjutnya kedua bayi Seokjin berjingkrak bahagia. "Naamuuuu Googie mauuuuu."

"Namu Namuu Bin mau, ih ndong." Soobin menjulurkan tangannya meminta perhatian dari Namjoon dan segera dituruti oleh pria berlesung pipi yang kini tertawa mengangkat Soobin.

Blue, still Don'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang