Aku nggak tau pastinya kapan, tapi semenjak kejadian aku dan Jaemin melihat Jeno sedang bersama Nancy, dia jadi menjauh. Jeno tidak lagi menjahiliku, menyapa saja tidak, anehnya lagi aku merasa dia hanya menjauhiku. Dia masih bercanda dengan Jaemin dan mereka masih duduk sebangku begitupun dengan yang lain.
"Yeon, pinjem pulpen dong." aku menoleh, mendapati Jeno sedang berdiri disamping Nayeon. Tempat duduk Nayeon tepat disamping barisanku. Aku bisa dengan jelas mendengar percakapan mereka.
"Gaada, Jen. Biasanya juga lo minjem sama Caca." aduh, Yeon, jangan bawa-bawa aku dong!
Aku masih sibuk merangkum materi yang dikasih Guru tadi, sama sekali tidak menoleh saat Nayeon menyebut namaku tadi. Aku melirik Jeno dari ekor mata, dia terlihat bingung, lalu dia jalan menjauh dari tempat duduk Nayeon.
"Sung, ada pulpen gak?"
"Ambil aja, Jen."
Aku kira dia akan meminjam dariku, ternyata dia lebih memilih untuk meminjam punya Jisung. Aku sedikit kecewa, aku tidak suka Jeno seperti ini, rasanya aneh. Aku ingin dia seperti dulu, menjahiliku, meminjam pulpen, atau meminjam hapeku untuk membuka instagram lalu memposting fotonya di snapgram ku. Boleh kan kalau aku bilang, aku kangen Jeno?
"Tumben si Jeno udah beberapa hari ini gak gangguin lo, Ca." kata Mela.
Dia menopang kepalanya menggunakan tangan, menatapku yang masih sibuk menulis. Aku diam saja, bingung mau jawab apa, tapi akhirnya aku cuma mengangkat bahu. "Dia kaya ngejauhin lo gak sih?" tanya Mela.
Duh, Mel, aku juga ngerasa gitu.
Aku menghela napas, rasanya mau minta maaf aja gitu sama Jeno, walaupun aku nggak tau kesalahan ku apa. Tapi aku mau dia yang kemarin-kemarin! Bukan dia yang seperti ini. Seperti orang asing.
Aku menatap Mela, "Gue—" sialan, air mataku keluar dengan cepat aku menutup muka.
Kenapa sih aku harus nangis?
Mela memeluku, "Eh, aduh, jangan nangis dong Ca! Udah ya diem, gue salah ngomong ya?" aku menggeleng dibalik pelukan Mela.
"Eh woy! Bantuin dong ini Caca nangis!" aku nggak tau ini Mela bicara ke siapa, tapi nggak lama aku merasa ada yang mengusap kepalaku.
"Kenapa Caca?" ini Sua.
"Aduh gatau, tiba-tiba nangis!" ucap Mela.
"Ada masalah apa Ca? Cerita sini ke kita. Siapa tau bisa bantu."
Makasih Yeri, tapi aku rasa nggak ada artinya aku cerita. Aku juga nggak paham.
"Gue gatau lo kenapa, tapi, semua pasti akan baik-baik aja kok."
"Iya, Ca. Jangan nangis gitu ah, nanti makin cantik loh."
Makasih juga, Nayeon, Sua.
Mela memberikan aku tissu, dengan cepat aku menerima nya, saat aku rasa air mataku sudah tidak keluar dan aku merasa sudah baik-baik saja. Barulah aku mau menampakan wajahku ke mereka.
"Jangan diketawain! Gue tau muka gue konyol banget!" ucapku tegas, teman-teman ku tertawa.
Tiba-tiba Haechan datang, aku buru-buru menutup mukaku lagi. Malu.
"Kenapa, Ca?" tanya Haechan.
Aku menggeleng, "Gapapa, Can." gitu aja jawabku.
"Jangan di tutupin atuh mukanya, gapapa, gausah malu. Tetep cantik kok, Ca."
bisa-bisanya Haechan!
"Diajarin Jaemin lo, ya?!" ucap Yeri sewot, Haechan menatapnya sebal.
aku tidak lagi menutup mukaku, lalu Haechan tersenyum mengusap kepala ku pelan, "Jangan cengeng dong harus jadi strong girl." ucapnya, aku tersenyum lalu mengangguk.
"Kalo masih sedih nanti pulang sekolah gue beliin eskrim deh Ca." ini ucapan Chenle, aku tersenyum.
Jisung ikutan, "Sama gue aja, Ca beli eskrim nya! Jangan sama Chenle, dia aja pulang dijemput supir, haha."
Chenle mendengus, dia menjambak rambut Jisung dan menggelitiknya. Dasar mereka. Aku ikut tertawa melihat ekspresi Jisung yang memohon agar Chenle berhenti.
"Mending sama gue, Ca, makan mie ayam pinggir jalan." ucap Renjun.
"Apaan si, Njun. Ngajak makan Caca tuh ketempat bagus kek, lah ini dipinggir jalan. Dia juga gamau kali lo ajak kesitu!" ucap Chenle.
Renjun misuh-misuh, "Orang kaya diem aja deh!"
"Alay lo semua, kesel gue dengernya."
Kalian tau? Yang barusan itu Jeno. Iya Jeno. Dia berbicara seperti itu seakan-akan aku dan dia nggak pernah kenal.
Aku kesal, serius. Dia itu lagi pms?
"Sirik lo?" ini Jaemin, lalu Jeno mendengus. Dia berjalan keluar kelas, saat melewati tempat duduk ku dia melirik sekilas.
Aku salah apa?
Kenapa sih Jennnnnnnn...
Sebelum bel pulang berbunyi, Jaemin memberiku permen rasa stroberi, "Nih, supaya mood lagi." aku nggak tau dia dapat permen itu darimana, tapi aku tetap menerimanya.
Aku tersenyum lebar, Jaemin ternyata nggak seburuk yang aku kira. Aku kira dia cuma ngerti cara nangisin cewek aja, hehe. Maaf, ya, Jae. "Makasih, Jaemin." ucapku.
Dia mengangguk, "Pulang sama gue." ucapnya.
"Gue piket—"
"Gue tungguin, santai."
Dan benar, Jaemin menunggu ku sampai aku selesai piket. Tanpa ngeluh sama sekali. Padahal aku sengaja lama. Saat menuju parkiran kami bertemu Jeno, dia duduk diatas motornya, menatap kearahku lalu beralih ke Jaemin.
"Awas ya lo gak ikut nongkrong lagi cuma karena nganterin dia." ucap Jeno sinis, aku menunduk, mungkin Jaemin menyadari sikapku.
"Lo kenapa si Jen? Gue liat dari kemarin-kemarin lo kayak jauhin Caca." ucap Jaemin kesal.
Jeno tidak menjawab, dia menyalakan motornya lalu pergi meninggalkan aku dan Jaemin.