Meeting pagi ini sudah selesai. Semua orang meninggalkan ruangan kecuali Beby dan Shani yang memang di tugaskan untuk menyelesaikan beberapa berkas.
"Beb, gue pergi di anter kak Kinal sama kak Ve ya. Mau ke tempat tante Sintya. Lo nyusul aja." Pamit Shania sebelum meninggalkan ruangan.
"Hati-hati sayang." Kata Beby tanpa suara, hanya isyarat bibir yang sangat lirih namun terlihat jelas cetakan bibirnya membentuk kalimat 'sayang'. Shania tersipu malu melihat tingkah Beby.
"Pergi aja kalo lo ada acara. Nanti kita bisa bahas lagi lain waktu, Beb." Kata Shani. Sebenarnya ia merasa sebal harus berpisah dengan Beby. Tapi, ia punya rencana lain yang sepertinya lebih menarik.
"Eh, nggak usah, sekarang aja. Cuma nganter Shania ke rumah mamahnya kok." Jawab Beby.
"Beneran loh nggak papa, Soalnya gue juga harus jemput Nabilah di sekolahnya."
"Terus ini gimana?" Beby menatap tumpukan berkas yang harus di selesaikan sesegera mungkin dengan Shani.
"Nanti sore gimana? Lo ada acara nggak? Ntar gue kabari tempatnya." Tawar Shani.
"Oke deh. Ntar kabari gue aja." Jawab Beby pada akhirnya setelah meyakinkan diri sendiri kalau ia nggak ada acara lain hari ini. Ia mengabari Shania untuk menjemputnya di lobby. Untung saja mobil masih di basement karena menunggu Veranda yang sedang ke toilet, kalo tidak Beby harus membawa mobil sendirian di tengah kemacetan kota Jakarta menjelang jam makan siang.
"Kenapa perut lo?" Tanya Kinal setelah beberapa kali memergoki Shania mengusap perutnya.
"Laper." Jawab Shania sambil meringis.
"Kok nggak bilang gue, Shan? Bentar." Beby mengambil paperbag di belakang. Ia sengaja membawanya karena tau kalo Shania sedang mudah lapar. "Titipan mama, kue lapis legit pesenan lo nih. Tadi gue lupa ngasih."
"Mama udah pulang? Ihh kok mama nggak nemuin gue dulu." Shania mengambil kotak lapis itu lalu mulai memakannya. "Enak Beby. Makasih." Shania berseru senang seperti anak kecil yang mendapat hadiah dari chiki favoritnya.
"Kak Kinal. Gue udah ada celah untuk clear-in masalah sama Indiro, cuma belum gue bicarain sama Shani. Dana kita dan Viny udah pasti balik, tapi kemungkinan Indiro pailit." Kata Beby.
"Atur aja. Terserah lo mau gimana deh." Jawab Kinal sambil tetap fokus menyetir.
"Apa nggak sebaiknya kita tetap make jasa mereka? Gimanapun juga Indiro akan jadi bagian dari keluarga kamu, Nal. Dengan memakai jasa mereka, seenggaknya bisa bantu pulihin keuangan mereka." Veranda yang sedari tadi diam ikut membuka suara.
"Nggak usah. Mereka aja nggak punya hati masa kita harus baik hati." Shania ikut memberi pendapat.
"Gue setuju sama kak Ve." Kata Beby
"Gue setuju sama Shania." Kata Kinal.
"Dan Viny pasti setuju sama kak Ve." Beby tersenyum penuh arti kepada Shania. Mencoba memberi penjelasan lewat tatapan dan senyuman tapi di balas dengan Shania membuang muka ke arah jendela.
***
"Nia..." Seru mama Sintya dari teras depan rumah. Sepertinya mama Sintya baru selesai berjemur.
"Hallo tante." Kata Shania. Tante Sintya tersenyum lalu mengusap perut Shania.
"Cici, mama daritadi di suruh masuk nggak mau. Katanya mau nunggu cici. Di suruh makan juga nggak mau." Gracia keluar membawa makanan untuk mama Sintya. Ia memang memeberi tahu mamanya perihal kedatangan Shania.
"Masuk ya, tante, kita makan siang dulu." Shania melihat jam di tangannya, sudah pukul 13.00, ia lalu mendorong kursi roda tante Sintya ke dalam rumah.
Setelah makan siang dan mengantar tante Sintya istirahat siang, Shania kembali bergabung dengan yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To Love
FanfictionWARNING! GXG AREA! Kadang sekuat apapun aku berusaha melupakanmu, namun lembaran kenangan selalu mengingatkanku tentangmu.