Dua orang wanita berjalan beriringan di lorong rumah sakit. Masih dengan setelan kantornya, mereka berjalan menuju ruangan dokter kandungan. Tidak perlu mengantri dan menunggu lama karena Shania langsung diajak masuk ke ruang dokter Cindy. Ia berjalan melewati beberapa pasang mata yang menatapnya sinis karena tidak harus bersusah payah mengantri.
"Permisi." Shania memutar knop pintu lalu mengucapkan salam.
"Sore, Shan. Sini masuk. Kamu apa kabar?" Sapa dokter Cindy ramah.
"Kok sama Kinal? Beby kemana?" Tanya mama Siska yang juga sedang berada di ruangan yang sama.
"Sore, dokter Cindy. Sore, Ma. Beby masih meeting sepertinya, Shania hubungi masih belum bisa terhubung. Kebetulan kak Kinal bisa nemenin." Shania meletakkan bingkisan ke meja dokter Cindy. Ia dan Kinal tadi mampir sebentar membeli cemilan untuk dokter Cindy.
"Walah, coba mama yang telepon nanti. Bener-bener ya tu anak." Mama Siska melepas kacamatanya, ia mengambil ponsel lalu berjalan keluar ruangan. "Kinal, temenin Shania bentar ya?" Pinta mama Siska.
"Beres, ma." Jawab Kinal.
"Shania baring di kasur ya, biar saya cek." Dokter Cindy meminta Shania berbaring di kasur, ia mengoleskan gel sebelum mulai usg. "Gimana perkembangannya? Masih morning sick?"
"Nggak, dok. Udah mendingan kok. Cuma sekarang makin gampang mellow, baperan, dan mmm..." Shania ragu-ragu mau bicara. Beberapa kali ia melirik Kinal yang terlihat serius mendengarkan percakapan ini.
Pintu kembali terbuka, mama kembali masuk ke dalam dengan ekspresi yang tidak bisa Shania tebak. Mukanya merah menahan marah.
"Gimana Shania, kenapa nggak di terusin?" Tanya dokter Cindy.
"Mmm, akhir-akhir ini lebih sering horny, dok." Kata Shania berbisik. Namun tetap saja, bisikan Shania terdengar oleh semua yang ada di ruangan ini.
Kinal yang awalnya mati-matian menahan tawa akhirnya tertawa juga saat Shania melihat ke arahnya. Berbeda dengan mama Sintya yang langsung mendekat ke arah Shania.
"Emang kamu sama Beby nggak pernah melakukan hubungan?" Tanya mama. Gelengan dari Shania membuat mama terkejut.
"Nanti biar dokter Cindy yang jelasin ya sayang. Kinal, ikut mama sebentar yuk. Mama mau ngobrol." Mama Siska keluar ruangan di susul Kinal.
"Wajar nggak sih dok? Aku tiap hari ngerasa horny tapi aku nggak tau gimana ngelampiasinnya. Dokter tau sendiri kan aku sama Beby..."
"Iya, saya paham. Bisa saja sebenernya kamu minta ke Beby kalau misal itu ngeganggu aktifitas kamu. Kondisi hamil setiap orang beda, Shania. Ada yang libidonya tinggi, ada yang nggak mau sama sekali berhubungan badan. Kamu udah bicarain sama Beby?"
"Belum, dok."
"Nanti saya sampaikan ke dokter Siska ya."
"Jangan, dok. Shania malu."
"Nggak papa, Shan. Jangan bilang kamu stress gara-gara ini? Kondisi kamu sedikit menurun. Jadi lebih baik bicarakan secepatnya dengan Beby."
"Baik, dok."
"Oke, selesai. Ini hasil USGnya. Jenis kelaminnya belum kelihatan soalnya ngumpet tuh bayinya." Dokter Cindy menyerahkan hasil USG kepada Shania. Shania menatap haru selembar foto yang berada di tangannya.
"Sehat-sehat ya, Nak." Ucap Shania dalam hati.
***
Salah satu hal yang menyebalkan dari kehamilan adalah frekuensi buang air kecil yang lebih intens dari biasanya. Sudah sejam lebih aku duduk di kantin menunggu kak Kinal dan mama selesai mengobrol dan sudah tujuh kali pula aku harus bolak-balik ke toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To Love
FanfictionWARNING! GXG AREA! Kadang sekuat apapun aku berusaha melupakanmu, namun lembaran kenangan selalu mengingatkanku tentangmu.