"ELO!" teriakan Naomi membuat beberapa pengunjung toko menoleh ke arah meja kasir.
Veranda dengan sopan tersenyum kepada beberapa pelanggan yang masih menatap ke arahnya.
"Wah, ketemu juga disini sama pelakor," ucap Naomi sinis.
"Mii." Kinal bermaksud menegur Naomi, namun menciut saat Naomi dan Veranda menatapnya tajam.
"DIEM!" bentak Naomi.
"Lo sekarang turun kasta jadi kasir? Kasian amat sih lo." Naomi menatap Veranda yang sedang mem-barcode pakaian yang di belinya. Veranda sama sekali tidak merespon ucapan Naomi. Ia hanya sesekali menatap murka ke arah Kinal.
"Nal, selingkuhan lo bisu, ya?" ucap Naomi membuat kesabaran Veranda mulai habis.
"Ada tambahan? Semuanya total 45.537.000." Veranda menyuruh assistennya untuk memasukan belanjaan ke dalam paperbag.
"Sayang, bayar." Naomi mengkode Kinal untuk membayar. Dengan sedikit sungkan, Kinal menyerahkan kartu kreditnya kepada Veranda.
"Yaelah, nggak ada harga dirinya banget sih jadi cewek. Jadi temen tidur bayarannya 45 juta doang." Veranda menyindir balik Naomi.
"Eh pelayan, jaga tu mulut ya. Pelayan aja belagu," ucap Naomi membalas perkataan Veranda.
"Pelayan anda bilang? Dengar ya! Pertama, saya bukan pelakor. Saya pacar sah Kinal, sedangkan anda hanya pemuas nafsunya Kinal. Kedua, saya bukan pelayan. Mohon maaf, ini butik kepunyaan saya. Ketiga, silahkan anda pergi dari hadapan saya dan kamu Kinal tetap disini." Veranda berkata tegas kepada Naomi dan Kinal.
"Mii, pulang naik taksi ya, gue disini dulu," kata Kinal.
"Lo lebih milih dia daripada gue?" Naomi menatap Kinal tidak percaya.
"Oh ya jelas Kinal memilih saya, anda siapa? Sekali lagi hanya teman tidur dan pemuas nafsu Kinal."
"Dengar ya, dasar pelakor nggak tau diri, gue lebih dulu jadi pacarnya Kinal. Lo yang ngrebut Kinal dari gue. Ohhh, gue teman tidur Kinal? Jelas. Kinal lebih nyaman sama gue di banding sama lo, makanya dia balik lagi ke gue. Lo? Nggak ada apa-apanya di banding gue. Permisi!" Naomi segera keluar dari butik, ia memilih untuk pulang, percuma berada disana karena ia yakin Kinal memilih untuk menenangkan Veranda di banding dirinya.
"Ve, mau kemana?" Kinal mengejar Veranda yang ikut meninggalkan butik, mengabaikan Kinal yang berjalan di belakangnya.
***
Ingatan Beby menerawang pada kejadian kemarin sore saat ia dengan sengaja tidak mengantar Shania ke bandara. Pikirannya berkelana jauh memikirkan kekasihnya yang ada di negara tetangga. Sebenarnya ia merasa menyesal sudah mengacuhkan Shania sampai detik ini. Apalagi semalam Kinal mengomelinya habis-habisan.
*Flashback on*
Beberapa tumpukan berkas mulai lenyap dari meja, hanya tinggal 2 berkas yang sedang Shani dan Beby kerjakan. Matanya bergerak dengan awas, membaca dan menandatangani banyak kertas membuat mata Beby lelah.
Beby merentangakan otot lengan dan juga lehernya yang terasa kaku, pantas saja ia dan Shani sudah duduk hampir 3 jam. Beby melirik jam yang berada di lengan kirinya, sudah pukul 11.00 siang. Beby kembali mengingat-ingat jika pesawat Shania akan berangkat pukul 13.00 namun sampai detik ini Shania tak menghubunginya.
Beby menghembuskan napas kasar, ia merasa bingung sekarang.
"Beb." Beby terlonjak kaget saat Shani menyentuh lengannya.
"Hah, gimana, Shan?" Beby bertanya dengan bingung. Fokusnya terbagi antara kerjaan dan juga istrinya yang sedang mendiamkannya sejak kemaren.
"Lo kenapa? Sakit?" Shani berjalan menyentuh dahi Beby, "Nggak apa-apa kok," jawab Shani kembali duduk di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody To Love
FanfictionWARNING! GXG AREA! Kadang sekuat apapun aku berusaha melupakanmu, namun lembaran kenangan selalu mengingatkanku tentangmu.