2

8.5K 521 2
                                    

"Gimana Nyet hari pertama Married??" Tanya Arsya pada Lian.

"Santuy lahh, muka Segans Gua di samain sama Monyet, beda jauh lahh" ucap Lian tak terima, dia.

"Halahh muka lu gak jauh beda dari Gua" ucap Dimas songong

"Beda jauh"cibir Arfan pelan tapi di dengar oleh Dimas dikarenakan Dimas yang duduk di samping Arfan.

"Sirik aee Lu" balas cibir Dimas.

Arfan mengedikkan bahunya merasa acuh.

Diantara keempat cowok ini, Arfan lah yang paling diam tidak suka banyak omong.

Dia hanya ngomong jika itu penting atau mood nya dalam keadaan baik saja.

Tak seperti ketiga sahabatnya itu yang apa saja selalu ada pembahasan.

"Ya enak lah, gila aja! Tidur ada yang bangunin, makan ada yang masakin"

"Sama satu lagi, tidur ada yang ngelonin, iya gak Yan?" Goda Dimas sambil menaik turunkan alisnya.

"Nahh bener tuh" ucap Lian menyetujui perkataan Dimas.

"Ehh, lu kok mau tanggung jawab?? Bisa aee Kan Lu lari dari tanggung jawab itu??" Tanya Arsya.

"Astaghfirullah Mas Arsya, kamu tidak boleh berkata seperti itu" ujar Dimas mendramatisir seolah-olah dirinya adalah perempuan yang tersakiti.

Arsya menempeleng kepala Lian.

"Gak usah lebar!" Ketusnya membuat Lian nyengir kuda.

"Gak usah Gua perjelas udah jelas kan? Gua gak mau anak Gua ngerasain hal yang sama kaya Gua, cukup Gua aja, anak Gua jangan" kata Lian mengandung nada tersirat di kalimatnya.

"Bener juga" ucap Arsya.

"Terus Yan, Orang tua Aqilla Nerima Lu gak?" Tanya Dimas.

"Kalo nyokap nya sih udah, gak tau bapaknya,  kaya nya sih doi masih gak suka sama Gua" Jawab Lian.

"Anaknya Lu rusak, gak Redho" Arfan ikut menyaut dalam pembicaraan.

"Nahh bener tuh kata babang Arfan" ucap Dimas.

"Cih" Arfan berdecih mendengar kata-kata Dimas.

Nahh gini nih, sekali ikutan ngomong pedes nya Nauzubillah.

Untung mereka udah kebal dan gak merasa sakit hati kalo di antara mereka ada yang ngomong kata-kata menyakitkan.

Mereka udah terbiasa ceplas-ceplos.

Kalau diantara persahabatan masih ada yang sakit hati dengan kata-kata, itu namanya bukan Sahabat! Mereka masih Sakitan hati, gak enak punya temen yang kaya begono.

"Lo yang sabar aja, pasti lama kelamaan bokap Bini lu bisa Nerima Lu kok, tetap optimis aja" ucap Arsya, dia menepuk pundak Lian.

Lian bergidik nyeri melihat Arsya.

"Dihh, tumben bijak??"

"Kek nya ada yang salah sama Arsya nih!?" Ucap Dimas.

"Jangan-jangan dia kesurupan woii?? Gak biasanya si Arsya bijak kaya begini" ujar Lian.

"Heh Anying! Gue gak Gila salah! Gue bijak salah! Mau kalian itu apa sih?!" Ucap Arsya kesal.

"Tuh kan? Setannya ngamuk oii? Kabur lah kuyy" ajak Lian.

"Skuy lahhh"

Lalu Lian, Dimas dan Arfan berlari menjauhi Arsya.

"WOI MONYETTT!! SINI KELEAANNNN" teriak Arsya mengejar mereka bertiga.

Orang-orang yang berada di situ menggeleng tak habis fikir dengan tingkah absurt mereka.

¥¥

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsallam" jawab Aqilla, Aqilla melihat Lian yang tengah melepaskan sepatunya itu.

"Kamu kok baliknya cepat?? Bolos ya??" Tanya Aqilla curiga.

Saat ini Lian sudah ikut bergabung duduk dengan Aqilla di sofa ruang tv.

"Seudzon aja Lu sama suami" gemas Lian, dia menggrauk wajah istrinya itu.

"Ihhh bau!!" Tepis Aqilla.

Lian nyengir kuda.

"Owh iya Gua lupa! Tadi di sekolah Gua habis boker gak cuci tangan pake sabun" ucap Lian yang membuat Aqilla melotot tak percaya.

"IHH LIAANNNN.. JOROK BANGET SIHHH!!" Teriak Aqila merasa kesal, saat ia ingin memukul Lian, Lian malah sudah berlari menjauh menaiki tangga menuju kamar mereka

"Huh dasar!"

Akhirnya Aqilla memilih untuk kembali menonton tv.

Owh iya, mereka tinggal di Rumah lama Aqilla dan orangtuanya tinggal dulu.

Rumah ini tak terlalu sempit dan terlalu besar, pas lah untuk mereka berdua tempati.

Ayah Aqila yang menyuruh mereka tinggal di rumah itu sampai Lian mampu membeli rumah sendiri.

Walau Ayah Aqilla masih belum bisa menerima semuanya, tapi beliau tak akan membiarkannya Putri satu-satunya itu menderita karena tak memiliki tempat tinggal.

Sementara Alian? Semua fasilitas Alian di cabut oleh Mama nya, Mama Alian ingin Alian menjadi anak yang mandiri dan mengerti akan sebuah tanggung jawab.

Bukannya dia tak menyayangi anaknya itu, dia hanya ingin mengajarkan itu saja pada anaknya.

"La, lu udah minum susu Lu kan?" Tanya Lian, dia ikut bergabung duduk di samping Aqilla.

Aqilla menoleh ke Lian, Lian sudah berganti pakaian.

"Aku belum ada susu Lian" ucap Aqilla polos membuat Lian merasa gemas dengan Aqilla.

Ingin rasanya ia menyentil otak Aqilla agar tak lemot lagi.

"Bukan susu itu yang gue maksud Qilaaa" gemas Lian.

"Jadi??" Tanya Qilla.

"Susu hamil lu lah"

"O.. owhh, udah kok" ucap Aqilla berbohong.

Lian menggernyit.

Sepertinya Aqilla berbohong.

Untuk mengecek kebenaran nya Lian memilih untuk ke dapur.

Di lihatnya susu kotak yang tak ada lagi isinya alias sudah habis.

"Lo bohong kan?" Ucap Alian, dia mengangkat kotak susu itu.

Aqilla menunduk.

"Maaf" ucapnya.

Lian menghela nafas, dia meletakkan kotak itu ke meja lalu berjalan mendekat ke Aqilla .

"Kenapa gak bilang sama Gua kalo susu nya habis? Gua gak mau ya kalo anak Gua gak sehat" ucap Lian.

"Lu takut gua gak punya uang?? Sanss aja lahh, masih ada kok uang simpanan gua, besok kita beli ya?" Ucap Alian dia menatap Aqilla yang dari tadi masih menunduk.

"Maaf kalo aku bikin kamu susah ya?" Ucap Aqilla merasa bersalah.

Lian tersenyum, dia menggenggam tangan Aqilla.

"Harusnya gua yang bilang gitu, maaf gua udah ngajak Lu hidup susah"

"Enggak kok, Aku biasa aja" bantah Qilla langsung.

Lian tersenyum sekali lagi

"Iya-iya, yaudah yuk balik nonton tv" ajak Lian yang di angguki Aqilla

GOOD BYE MY DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang