If We Break for the Last Time : Chapter 7. The Fact (2)

1.7K 133 4
                                    

"Memilih untuk meninggalkan bukan berarti sudah tidak ada rasa. Terkadang yang meninggalkan lebih dahulu adalah yang paling dalam menyimpan rasa."

Qoutes spesial dari author yang budiman

Kali ini relax dulu yaa...
Jangan lupa vote dan komentarnya.






Marah? Mungkin iya. Cemburu? Tentu saja. Tapi sadar diri adalah penengah dari gundah yang kini dirasakan Melia. Perihal Atlanta dan kekasih barunya yang tidak lain adalah sepupunya sendiri Melia masih berusaha bijak dalam menyikapi. Apa salahnya jika Atlanta punya pacar baru? Tidak ada, toh mereka sudah putus. Dan jika Atlanta memilih Dara, mungkin karena Kakak sepupunya itu bisa membuat Atlanta nyaman. Gundah ini terjadi hanya karena dirinya masih terlalu berharap pada hubungannya dengan Atlanta. Sedangkan sekarang semuanya sudah sangat jelas, bukan lagi Melia tetapi Dara yang kini mengisi hati cowok itu.

Melia melihat bagaimana Atlanta menatap Dara, dan rengkuhan hangat itu mengisyaratkan kalau Atlanta memang bahagia. Ah, ya, Dara bukan pilihan yang salah sebab Melia tahu betul bagaimana sifat saudara sepupunya itu. Dara sosok yang perhatian di balik sikap tomboy dan cueknya sebagai perempuan. Dara mungkin juga bisa mengerti bagaimana Atlanta tanpa harus meminta cowok itu berubah untuk pasangannya seperti dirinya dulu.

Oke. Harusnya setelah menyikapi semua secara bijak hati Melia akan lebih tenang kan, tetapi mengapa malah semakin berat? Sesak bahkan kian menggumpal di uluh hatinya, menghilangkan rasa lapar yang tadi menyerang lambungnya. Selera makannya hilang, bahkan untuk makanan kesukaannya pun hanya diaduk-aduk tanpa ada niat memasukannya dalam mulut.

"Makanannya enggak enak?"

Darren membuyarkan lamunan Melia dengan pertanyaannya. Gadis itu kini tersadar lantas tersenyum tipis diikuti gelengan kepala. "Enak kok, enak."

"Enak, tapi kok nggak dimakan?"

Gadis itu membuang napas lesu, menyingkirkan piring nasi di hadapannya, beralih menyedot jus jeruk yang terasa asam di lidah saat diminum. "Gue mendadak kenyang," ucapnya kemudian.

"Jangan bilang lo masih kepikiran soal Atlanta sama cewek itu?" Darren menembak tetap sasaran membuat Melia diam tanpa bantahan sedikit pun. "Udah gue duga."

"Gue lemah banget ya, Ren. Masa iya gue galau cuma gara-gara masalah sepele." Melia mencibir dirinya sendiri. Dirinya mampu menghadapi berbagai masalah dan cibiran dari orang-orang yang tidak menyukainya di sekolah tapi ia tidak mampu menghadapi satu masalah kecil yang di hadapinya saat ini. "Gue marah, kesel, dan gue cemburu sama orang yang bukan lagi menjadi hak gue."

Bayangkan saja seseorang yang masih benar-benar kamu sayang, secara tiba-tiba memutuskanmu. Lalu secara tiba-tiba pula cowok itu memamerkan kekasih barunya yang tidak lain adalah sepupumu sendiri? Bagaimana Melia bisa merasa baik-baik saja. Meski sudah berusaha meyakinkan diri sendiri kalau semua akan baik-baik saja nyatanya dia cuma gadis biasa yang lemah jika bersangkutan soal rasa.

Darren pun merasakan pilu yang terpancar dari sorot mantan kekasihnya itu. Luka tergambar jelas dari lelehan air matanya yang perlahan mengalir membuat Darren menyimpan benci pada sosok yang membuat gadis periangnya menjadi seperti ini. Menarik kursinya sedikit lebih dekat, Darren menyentuh tangan Melia berusaha memberikan ketenangan lewat sentuhan. "Wonder woman itu pantang yang namanya nangis," ucapnya sambil menyeka sudut mata Melia yang berair.

"Nggak ada wonder woman yang cengeng, Ren." Melia memalingkan wajahnya karena malu. Dulu ia selalu bilang kalau dirinya itu visual nyata dari superhero wonder woman. Tapi sekarang Melia merasa begitu malu pada tokoh kartun favoritnya itu.

If We Break for the Last Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang