Hi, gimana puasanya?
Masih kuat stay at home?
Masih setia sama cerita ini?
Special part buat kalian pejuang #dirumahaja
Oke, tarik napas dulu...
Jam pelajaran berakhir sekitar beberapa menit yang lalu. Bu Endang keluar diikuti beberapa siswa yang bergegas pulang setelah bersalaman. Beberapa siswa masih tinggal di kelas untuk piket, termasuk Rama dan Melia yang menjadi pengawas piket untuk hari ini. Kedengarannya memang sedikit lebay, mengapa piket saja harus diawasi tetapi kenyataannya memang itu perlu. Biasanya cowok yang kebagian jadwal piket kurang bertanggung jawab—pulang duluan. Kalau diawasi paling tidak mereka mau tidak mau berkontribusi—membuang sampah, misalnya.
"Jadi setiap hari lo bakal ketemu Atlanta terus dong ya?" Rama terdengar sangat sentimen mengetahui hukuman yang didapatkan Melia akibat aksi bolosnya. Sambil memasukkan peralatan belajarnya ke dalam tas gadis itu terus mencecar Melia dengan berbagai pertanyaan. "Tapi dia nggak coba modusin lo kan?"
"Enggak kok, Ram."
"Ya, bagus deh kalo gitu. Ingat ya, Mel, jangan dekat-dekat sama dia. Nggak usah ditanggepin lagi cowok kayak gitu, gue nggak mau dia bikin lo masuk dalam masalahnya dia."
"Ram, dia nggak seburuk itu," sanggah Melia.
"Nggak seburuk itu gimana? Ingat dulu waktu kalian pacaran, dia selalu bikin lo kena masalah. Dan yang dia lakuin setelahnya apa? Dia mutusin lo dan jadian sama sepupu lo."
"Tapi kali ini beda, Ram. Justru dia yang bantu gue keluar dari masalah."
"Maksud lo?"
"Kalau kemarin dia nggak bohong dan bilang kalau dia yang maksa gue bolos, gue nggak akan berada di sini hari ini, Ram. Gue pasti udah diskors dan diberhentikan dari OSIS sama Papa."
"Wait a minutes! Maksudnya kemarin itu lo bolos bukan gara-gara diajakin sama dia?"
Melia mengangguk membuat mata Rama melebar. "Malah sebaliknya, gue yang ngajakin bolos. Dia udah ngelarang tapi gue yang maksa. Sekarang imagenya dia tambah buruk di depan guru-guru, dan itu sengaja dilakuin karena dia nggak mau gue dalam masalah."
"Ya, tetap aja, Mel, Atlanta tuh nggak baik. Dia kayak gitu buat narik perhatian lo doang, supaya lo itu luluh sama dia. Percaya deh sama gue."
"Serah lo deh, Ram." Melia meraih tas punggungnya lantas beranjak dari kursi. Namun, sebelum ia melangkah jauh ia kembali menengok ke arah Rama. "Gue sedih liat sahabat gue udah nggak sebijak dulu. Rama yang gue kenal nggak semudah itu ngejudge orang lain."
***
Gadis di hadapannya menyita perhatian Atlanta, dari caranya menyantap dengan lahap makanan berkuah—bakso. Tak tanggung-tanggung gadis itu memesan dua porsi bakso ukuran penuh dan sudah habis satu mangkuk dalam waktu singkat. Atlanta yakin gadis itu tidak sempat makan jam istirahat karena terlalu sibuk mengurus pekerjaan OSIS, ditambah lagi hukuman membersihkan toilet yang menguras tenaga "Lapar banget ya, Mel?"
Melia mengangguk, tak sengaja bersendawa. "Sori," ucapnya, kemudian menyapu wajahnya yang berkeringat. Diraihnya es teh milik Atlanta yang masih tersisa banyak lantas meminumnya hingga tandas. "Ya ampun pedas banget," keluhnya sambil mengipasi lidahnya dengan tangan.
"Kan udah dibilangin jangan banyak-banyak masukin sambal," timpal Atlanta, mengambil tisu—membantu Melia menyapu keringatnya yang membanjir. "lo masih nggak berubah ya, dari dulu suka ngeyel. Dilarang tuh udah kayak disuruh."
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Break for the Last Time [Completed]
Novela JuvenilCatatan : Cerita ini mengandung unsur ke uwuwan yang berbahaya untuk para jomblo. Beberapa adegan akan membuat kalian kesal sampai mau nampol (tapi nggak bisa- *ya udah tampol diri sendiri aja) wkk. Nggak percaya? Buktiin sendiri ya... *** Berpacar...