"Pura-pura lupa adalah cara terbaik untukmu yang masih belum bisa melupakan."
Qoutes spesial dari author yang budiman.
Suara bel panjang menggema melalui speaker utama. Seluruh siswa berhamburan ke luar kelas menuju lapangan sambil merapikan pakaian masing-masing, memeriksa perlengkapan sekolah mereka mulai dari kaki hingga kepala. Bukan tanpa alasan, sebab aturan sekolah yang masih menerapkan sistem poin membuat sebagian siswa merasa insecure jika bertemu dengan hari senin. Ya, perlu digaris bawahi "hanya sebagian" karena sebagian lagi memilih untuk bersikap cuek bebek terhadap peraturan.
Melia sudah berada di lapangan bersama anggota OSIS inti lainnya memeriksa satu persatu siswa di barisan kelas, dua puluh menit sebelum upacara dimulai. Gadis itu menyelinap di barisan siswi kelas sebelas IPA 1, kelas unggulan kebanggaan guru-guru Dirgantara. Pandangannya beradu dengan seorang gadis berambut pirang menyala bernama Sabrina-siswi kebanggaan sekolah yang namanya selalu tercantum dalam deretan siswa berprestasi, dua tahun berturut turut memenangkan Olimpiade Matematika tingkat nasional. Di luar kecerdasannya gadis yang kontras dengan balutan seragam ketat itu mengoleksi penuh point pelanggaran atribut sekolah. Tidak pakai topi, dasi, sepatu tidak sesuai standar, seragam kekecilan, dan make up yang berlebihan. Melia sampai jemu mencatat poin pelanggarannya setiap minggu. Tetapi anehnya gadis itu tidak pernah mendapat teguran serius dari pihak sekolah. Entahlah, mungkin karena prestasinya atau latar belakang keluarganya yang kaya atau anak zaman sekarang lebih senang menyebutnya Anak Sultan. Ah, sudahlah, lupakan saja.
"Seragamnya dimasukin, Sa. Itu dasinya juga dibenerin."
"Lo juga, Vina. Lengan seragamnya jangan dilipat, kayak mau tawuran aja." Tegur Melia sambil mencatatkan poin pelanggaran di not kecil miliknya.
"Halah, sok banget sih jadi OSIS."
"Catat aja terus kayak sendirinya nggak pernah bikin salah aja."
"Ketos kan selalu bener gaess."
Balas mereka mencibir, tetapi Melia tetap berlalu tanpa membalas. Ya, harus Melia akui kalau menjadi OSIS itu punya banyak rintangan. Salah satunya yaitu, jadi tidak punya banyak teman sebab kalau ada razia anggota OSIS lah yang paling utama disalahkan. Anggota OSIS dianggap sebagai mata-mata atau istilah jahatnya "penghianat teman sekelas-yang suka bolos, tidak lengkap atribut, membawa PS ke sekolah, dan lain-lain", sebab mereka dipercaya sebagai informan yang akan menyampaikan informasi seputar teman-temannya pada BK. Yang suka merokok di gudang, yang sering bolos lewat pagar belakang atau yang sering mulai tawuran pasti akan ketahuan. Karena ada saja anggota OSIS yang berjiwa detektif, mau bersusah payah menyelidiki hal-hal demikian. Tidak jarang juga mereka disebut sebagai organisasi "hantu".
Tetapi, apapun itu pandangan orang lain terhadap dirinya Melia tidak pernah mau ambil pusing. Selama yang dijalankannya benar Melia tidak keberatan jika orang-orang membullynya, mengatainya sok pintar, cari perhatian guru atau apalah itu. Ya, semua orang bebas berkomentar kan? Jadi silakan saja. Toh kalau mereka capek mereka akan berhenti sendiri.
Upacara dimulai, Melia kembali ke barisan kelasnya. Pagi itu matahari menampakkan penuh dirinya setelah beberapa hari bersembunyi di balik awan sehingga baru sebentar saja seragam sudah dibanjiri oleh keringat. Barisan sudah mulai tidak beraturan dipertengahan upacara ketika Pak Salman, kepala bidang kesiswaan naik ke atas mimbar menyampaikan pidatonya. Sebagian siswa mulai beraspirasi lewat keluhan, sambil mengibaskan tangan ke wajah dan leher mereka. Kaki yang pegal turut digerak-gerakan menyusul aksi jongkok berjamaah barisan paling belakang.
"Hayo, itu yang jongkok berdiri lagi! Kalian itu masih muda disuruh berdiri nggak sampai satu jam saja sudah mengeluh. Tunjukkan dong semangat kalian sebagai penerus bangsa yang berkualitas," tegur Pak Salman.
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Break for the Last Time [Completed]
Ficção AdolescenteCatatan : Cerita ini mengandung unsur ke uwuwan yang berbahaya untuk para jomblo. Beberapa adegan akan membuat kalian kesal sampai mau nampol (tapi nggak bisa- *ya udah tampol diri sendiri aja) wkk. Nggak percaya? Buktiin sendiri ya... *** Berpacar...