If We Break for the Last Time : Chapter 25. Menggantikan Peran Shinta

767 84 69
                                    

(SLR)



Aku selalu diperingatkan agar tidak terlalu berharap pada orang lain, tetapi bodohnya, semakin diingatkan aku malah semakin berharap. Ah, sudahlah!







"Lo tadi ke mana aja, At? Gue kok nggak lihat lo ke kantin, di kelas juga nggak ada." Dara menyapu keringatnya dengan anduk kecil selepas olahraga. Rambut lurusnya yang dicepol sembarang terlihat kian berantakan, memperparah penampilannya, dengan wajah pucat dan kantung mata yang menghitam.

"Gue ada urusan basket," jawab Atlanta berbohong. "Gue boleh pinjam hp flo?"

Dara menaikkan alisnya, "Buat apa?"

"Udah nggak usah banyak tanya. Sini, gue pinjam sebentar doang."

Merogoh ponselnya dari dalam tas, Dara akhirnya memberikan benda pipih itu pada Atlanta. Tanpa peringatan, Atlanta langsung menghapus game online yang selama ini Dara jadikan sebagai ladang pencaharian untuk jajan. Kontan saja itu membuat Dara marah. "Lo gila ya? Kenapa lo main hapus gitu aja sih? Gue masih ada utang sama pelanggan," kesalnya, merebut kembali ponsel dari tangan Atlanta.

"Jangan coba-coba lo download lagi atau gue bakal marah. Utang lo sama pelanggan biar gue nanti yang bayar." Atlanta memberikan air mineral yang sengaja dibelinya untuk Dara. "Gue tahu lo lagi sakit, Dar. Gue nggak mau sakit lo tambah parah gara-gara sering begadang main game. Lo harus istirahat, biar lo cepat sembuh."

Dara tersenyum pilu, memandang ujung sepatunya. Sadar akan sesuatu yang akhir-akhir ini dirasakannya memang benar jika Atlanta peduli dengannya hanya karena sebuah alasan, karena kasihan. "Melia cerita banyak ya sama lo, At."

"Melia cerita semuanya sama gue, Dar."

"Termasuk gimana perasaan gue sama lo?"

Atlanta mengangguk tipis, "Iya."

Tepat sekali, memang itu yang Dara inginkan. Atlanta pasti akan berempati, dan tidak mungkin meninggalkannya dalam situasi seperti ini. Dara tahu betul bagaimana bucinnya Atlanta pada Melia, cowok itu akan melakukan apa pun untuk Melia termasuk untuk menjaganya seperti sekarang. Mengorbankan perasaan mereka masing-masing demi orang lain.
Sangat mengharukan.

"Gue cerita sama Melia kalau gue suka sama lo tanpa ada maksud atau paksaan buat dia mutusin lo, At. Gue nggak pernah ada niatan kayak gitu karena gue tahu kalau lo nggak akan pernah suka sama gue." Setitik air mata sandiwara meluncur bebas dari pelupuk mata Dara. "Gue sadar kalau gue nggak se-perfect Melia. Gue tuh cewek rendahan, hobi kelabing, perokok, suka minum-minum nggak jelas, beda sama Melia yang sempurna—"

"Enggak gitu, Dar," sergah Atlanta. Kedua tangannya terangkat bebas menangkup bahu gadis itu erat-erat. "Lo lihat gue, Dar. Gue nggak pernah mandang lo sebagai cewek rendahan. Gue anggap lo cewek paling kuat yang pernah gue kenal. Gue bangga sama lo karena lo bisa hidup mandiri meskipun jauh dari orang tua. Lo cewek yang secara nggak langsung ngerubah hidup gue, dan gue berterima kasih sama lo."

"Tapi itu nggak cukup 'kan buat bikin lo suka sama gue, At?"

"Dar, bukannya gue nggak suka sama lo. Gue suka. Gue suka kita dekat, gue nyaman sama lo juga, senang kalau gue bisa bikin lo bahagia. Bisa jagain lo, bisa bikin lo ketawa." Atlanta menurunkan intonasinya mengusap air mata Dara yang kian membanjir di pipinya. "Tapi itu nggak cukup Dar buat kita ngejalanin hubungan.  Karena lo sendiri tahu kalau gue sayang sama Melia."

Melepaskan tangan Atlanta dari bahunya, Dara menarik seulas senyum. "Iya, gue tahu. Dia emang nggak akan pernah terganti. Ini semua salah gue. Gue selalu diperingatkan supaya nggak terlalu berharap sama orang lain, tapi bodohnya semakin diperingatkan gue semakin berharap. Dan ini hasilnya, gue tengggelam sama harapan gue sendiri."

If We Break for the Last Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang