If We Break for the Last Time : Chapter 14. Jealousy

1.2K 96 40
                                    

A/N : Vote dulu ya dear sebelum membacaaa.

Oke. Harus spam komen yaa di part ini. Aku udah lama nggak baca-bacain komentar kalian :")



Dunia gemerlap semakin hari semakin ramai menjebak kaula muda masuk dalam lingkarannya. Setiap malam klab hampir selalu dikunjungi anak-anak muda yang baru kemarin mendapat KTP. Minuman beralkohol dijadikan teman untuk mereka yang katanya butuh ketenangan atau yang sekadar hobi untuk mencari kesenangan. Ditumpahkan segala beban di atas dance floor, diiringi dentuman musik keras dan teriakan-teriakan yang mungkin akan membuat pusing bagi yang pertama kali mengecap kehidupan malam.

Sebatang rokok terapit mesra di antara bibir ranum gadis berpenampilan sexy tersebut. Asap putih mengepul saat ia mengembuskannya di udara. Di depannya bertengger sebotol beer dan kulit kacang yang berserakan di atas meja.

"Gue nggak yakin lo bisa rebut Atlanta dari Melia." seseorang yang sejak tadi bersama Dara menuangkan beer dalam gelas. Meminumnya seteguk—sorot matanya nampak meremehkan gadis yang akhir-akhir ini sering berkomunikasi dengannya itu. "Apalagi sekarang mereka udah balikan. Minus kemungkinan gue bisa percayain lo buat ngerusak hubungan mereka."

"Kalau gue beneran bisa rebut Atlanta dari Melia, lo  berani bayar gue berapa?" Tantang Dara, jelas sekali tidak suka diremehkan.

"Berapa pun yang lo mau."

"Deal!"

"Oke.  Gue suka semangat lo." Orang itu meneguk habis minumannya sebelum beranjak pergi. "Minum sebanyak yang lo mau biar gue yang bayar."

Senyum Dara mengembang melambaikan tangan pada orang itu sebelum hilang dibalik kerumunan.

***

Langkahnya terburu-buru memasuki tempat yang sebenarnya enggan untuk ia datangi. Namun, karena sesuatu yang mendesak Atlanta terpaksa ke sana. Menerobos kerumunan, matanya mengedar pandang menyusuri ruangan bernuansa redup dengan lampu disco yang gemerlapan. Beberapa orang menabraknya tanpa sengaja membuat Atlanta hampir jatuh.

"Hi, Atlanta! Long time not see." seorang gadis berparas eropa menghampiri Atlanta, menggodanya untuk berjoget namun tak dihiraukan. Matanya menelisik mencari gadis yang menjadi alasannya menginjakkan kaki di tempat ini lagi. "Come on, Atlanta—"

"I'am sorry i can't." Saat itu pula matanya menangkap keberadaan Dara di salah satu sofa bar dengan sebotol beer menggantung di tangannya. Menghampiri gadis itu, aroma alkohol seketika menguar dari mulutnya membuat Atlanta mendesis. "Udah gue bilang kan lo nggak tahan minum ginian," kesalnya, menjauhkan botol tersebut dari tangan Dara.

"Siapa lo, huh?" Dara berusaha menepis tangan Atlanta namun tubuhnya terlalu lemah. Seorang bartender menghampiri mereka memberikan ponsel Dara pada Atlanta.

"Sori, tadi gue yang hubungin lo. Soalnya dia manggil nama lo terus. Lo Atlanta kan?"

"Iya."

"Ini kenapa banyak ibu peri sih? Gue di mana, di surga ya?" racaunya diikuti kekehan sumbang, membuat Atlanta gemas ingin menampar pipinya agar tersadar. Kalau saja dia bukan perempuan.

"Mending lo antar dia pulang. Gue takutnya dia kenapa-kenapa. Dia kelihatannya anak baik-baik."

"Iya, dia teman gue. Thank's udah dikabarin."

Atlanta memapah Dara melewati kerumunan—keluar dari bar. Sedangkan gadis itu terus meracau tidak jelas. "Eh, gue kayaknya kenal deh sama lo? Oh iya, lo yang pernah cium gue kan. Siapa nama lo? Udin ah bukan...bukan... Lo—"

If We Break for the Last Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang