0.5 : TOGETHER

3.5K 398 44
                                    

Semuanya berjalan layaknya aliran air sungai dari hulu menuju hilir. Begitupun dengan alur kehidupan Lalice Adelicia, dia menjalani hari-harinya dengan mengikuti arus tanpa harus mengubah arahnya.

Dia sangat tekun mempelajari setiap ilmu yang didapat dari teman pertamanya, Darken. Setiap harinya, Lalice merasa lebih segar dan ringan. Tubuhnya juga lebih baik dari sebelumya.

Gadis itu tidak menyangka bila manfaat dari belajar ilmu ke-jiwaan akan sangat berefek baik pada dirinya. Dia tidak mudah lelah, sebutan tentang 'lemah' juga sudah tidak berarti apa-apa baginya.

Darken dengan senang hati mengajari Lalice cara membuat pil-pil penambah energi, pil peningkat level petarung, pil pembersih racun, dan lainnya.

Meski mulanya Lalice merasa kesulitan mengendalikan apinya, terlebih untuk membuat pil level satu--pil dengan tingkat paling rendah namun sebenarnya memiliki khasiat yang tinggi--harus menggendalikan apinya dengan pikiran tenang serta tidak boleh terlalu panas.

Jika salah sedikit saja, bisa membuat tungkunya meledak. Bahkan menjadi seorang alkemis bukanlah sesuatu yang mudah diucapkan saja, Darken pernah mempertaruhkan hidupnya hanya untuk membuat pil level tingkat 8. Pil yang sangat berguna untuk menaikan pelatihan, bisa dari level 1 langsung menuju level 6. Atau sebutan lainnya, petarung biasa langsung menuju petarung senior.

Darken membuat itu khusus untuk Lalice Adelicia, seseorang yang dipanggil Lily olehnya.

Tetapi Lalice tidak mengetahui apa yang dilakukan Darken untuknya. Setau Lalice, Darken hanya mengajari dirinya juga memberikan Lalice beberapa pil obat agar tubuhnya tidak mudah terserang racun jikalau dia tidak sengaja meminum racun.

"Darken...."

"Darken!"

Darken masih tidak bergeming, dia terdiam seribu bahasa. Tubuhnya diam, seperti patung yang terpampang di museum. Sepertinya dia tidak mendengar jika Lalice terus memanggil namanya.

Hingga Lalice berpikir untuk mengambil air dari tungku yang dingin. Lalu dia menyiramkan seluruh air tersebut kepada Darken.

Darken terkesiap, dia memandang Lalice dengan tajam. Matanya menyalang, dia mendelik kesal kepada gadis itu. Awalnya Lalice mengira jika Darken hanya kesal seperti biasanya namun lama-kelamaan, sorot matanya semakin menajam.

Tangan kanan Darken sudah terhenti di leher jenjang milik Lalice. Lelaki itu mencekiknya hingga gadis itu kesulitan bernapas, tubuh Lalice juga sudah mengambang. Dia terus meronta-ronta, karena sesak yang dirasa olehnya.

"Dar...ken, k-kau berjan..ji ah! Tidak akan me-menya..kiti ku, ta-tapi, argh! Sesak! Ini sa-saki...t..." Lalice berusaha untuk berbicara lebih, sayangnya dia kehabisan napas sehingga ia pingsan.

Dalam pandangan Darken, Lalice tidak lain adalah orang yang paling dibencinya. Pria itu tidak sadar jika dia telah mencekik Lalice sampai gadis itu tidak sadarkan diri. Darken mulai bisa mengendalikan tubuhnya setelah kabut kegelapan itu menghilang dari pikirannya.

Dia terkejut melihat Lalice sudah tidak sadarkan diri dibawah kakinya. Bekas cengkraman Darken masih terlihat dengan jelas disana. Dia sangat menyesali perbuatannya. Dia bersalah...

"Lily... aku minta maaf...." ucap Darken penuh penyesalan.

"Aku sudah mengingkari janji ku sendiri, maafkan aku... padahal sudah enam tahun berlalu, tapi masih saja seperti ini. Maaf," imbuh Darken sambil memindahkan tubuh Lalice ke dalam kamarnya.

Dia menidurkan Lalice dengan sangat hati-hati. Darken juga menyelimuti tubuh Lalice.

"Lily, apapun yang terjadi, selamanya kau adalah milik ku. Aku janji, tidak akan membiarkan mu tersakiti lagi. Karena kamu adalah kunci segalanya," ujar Darken sambil mengesampingkan poni Lalice yang menutupi mata.

Who Will Be The Queen? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang