0.8 : CARE

3.2K 349 22
                                    

Sudah lebih dari tiga bulan semenjak hilangnya putri ke-empat kerajaan Athela. Dan untungnya, situasi dan konsisi mulai dari rakyat hingga kehidupan dalam area Istana Athela terlihat biasa-biasa saja. Dalam artian, mereka sibuk mengurusi tugas masing-masing hingga tidak mempedulikan hilangnya putri malang tersebut.

Rasa cemas kian menghilang, untuk ratu Irene, untuk putri Jisoo, untuk putri Jennie, dan yang terakir untuk putri Roséanne.

Mereka semua menjalankan kehidupan mereka dengan normal serta cukup baik. Tidak ada lagi teriakan salah satu dari ketiga putri---Jisoo, Jennie, dan Roséanne---yang membentak putri Lalice. Hidup mereka seakan lebih tentram sejak kepergian Lalice, bagaikan debu yang hilang tanpa jejak.

Namun, meski ratu Irene selalu tersenyum dihadapan banyaknya orang, sebenarnya dia memiliki perasaan takut. Takut jika Lalice akan kembali membawa bencana. Takut jika ia tidak bisa menghadapinya. Takut jika seluruh aset berharganya akan berpindah ke tangan anak tirinya tersebut. Ia takut dengan semua hal yang berhubungan dengan Lalice!

Bukan tanpa alasan Yang Mulia Ratu Irene takut hingga berpikir macam-macam. Itu karena dia mendapat firasat buruk tepat setelah putri Lalice meninggalkan kerajaan.

Malam itu, sang ratu merasakan aura kegelapan menyelimuti sekitar tubuhnya. Sendok serta garpu yang tengah dipegang olehnya jatuh secara tiba-tiba.

Seokjin terlihat khawatir disana, disusul oleh ketiga putri tercintanya. "Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" tanya Seokjin perhatian. Baginya, Irene sudah seperti ibunya sendiri.

Ratu Irene menggeleng dengan sebuah senyuman manis terpatri dimulutnya. Dia tidak ingin membuat yang lain khawatir, karena hanya dia saja yang bisa merasakan aura dari elemen kegelapan tersebut.

"Aku baik-baik saja, tenanglah." Ratu Irene berusaha menenangkan semuanya kemudian dia berdiri, "aku akan kembali lagi, tak perlu khawatir."

Semuanya mengangguk tenang lalu melanjutkan kembali makan malam yang sempat terganggu akibat ulah putri Lalice yang semena-mena.

Ratu Irene berjalan menuju ruangannya, dia sedikit berlari, membuat beberapa pelayan ikut berlari juga. Karena tentunya para pelayan takut jika sang ratu Jatuh, maka mereka akan dihukum melebihi rasa sakit yang ratu Irene terima.

Setelah sampai dihadapan pintu besar berwarna coklat itu, sang ratu memasuki ruangnnya. Tanpa pelayan.

Dia terus berjalan menuju rak buku, kemudian dia mencari-cari sesuatu. Dengan kasar dia melempar setiap buku yang tersusun rapih di rak tersebut. Tidak, dia tidak peduli! Dia harus segera menemukan sepucuk surat tua. Dia harus!

"Kenapa? Sial, kenapa aku bisa merasakan aura itu!" Tanpa sadar Ratu Irene berbicara sendiri layaknya orang tidak waras.

Dia terus-menerus membuat kekacauam dengan membuang buku ke sembarang tempat. "Aku tidak akan membiarkan gadis rendah itu mendapat elemen kegelapan sedikit pun! Dia tidak pantas!"

"Dimana letak surat itu, kemana lagi harus ku cari?! Sungguh gadis pembawa sial! Tunggu saja aku---," Ratu Irene langsung menghentikan sumpah serapahnya kala dia menyadari jika dihadapannya sudah ada sosok yang, mengerikan?

Tunggu, wajahnya memang tampan, akan tetapi...
Seluruh tubuhnya dibalut dengan pakaian serba hitam dan apa itu? Sayap? Oh benar itu memang sayap!

Sialnya ratu Irene tidak mengenal siapa lelaki tersebut. Namun satu hal yang ia tau, lelaki itu tengah menyeringai untuknya.

"Ratu, kau tidak bisa menentang takdir. Apa yang seharusnya menjadi miliknya, pasti akan kembali. Kekeke, sampai jumpa~"

Who Will Be The Queen? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang