Challenge

776 68 5
                                    

Tok.. tok..tok

Pintu kelas 3 IPA 1 terbuka. Seorang gadis muncul dari luar kelas. Semua mata murid yang tengah mencatat materi langsung menoleh ke arah sumber suara. Begitu juga Miya yang sedang mencatat di papan tulis, serta Bane, guru sejarah yang sedang mengajar di kelas itu.

"Permisi." Kata gadis itu lembut. Gadis berseragam SMA Moniyan itu masuk menghampiri Bane. "Maaf, pak. Saya diminta Bu Aurora untuk memanggil kak Miya." Ucap gadis itu sopan.

Miya yang kini membelakangi papan tulis, sontak menunjuk dirinya sendiri dengan wajah datar. Ia menengok ke arah gadis itu dan Bane secara bergantian.

"Yasudah, Miya kamu menghadap bu Aurora dulu. Biar Layla yang melanjutkan mencatat di depan!" Pinta Bane langsung menoleh pada Layla.

Layla menunjuk dirinya dengan bolpoin yang digenggamnya. "Saya pak?" Sahut gadis twintail itu.

Baru ingin melayangkan protes, Layla keburu ciut ketika melihat guru berkumis tebal itu melotot padanya. Layla menurut, menghampiri Miya dan mengambil alih spidol serta buku paket sejarah dari tangan Miya.

"Saya permisi dulu pak." Pamit Miya sambil menganggukkan kepala, begitu juga gadis yang menyusulnya.

Pak Bane hanya mengangguk sambil mengelus kumis tebalnya.

"Le, tulisan lo kekecilan. Gak keliatan!" Protes seorang murid yang duduk paling pojok.

Layla menengok gemas pada cowok itu untuk sesaat. Gadis itu membesarkan tulisannya terpaksa. Ia sadar, tulisannya tidak sebagus dan serapi teman sebangkunya.

***

Miya mengetuk pintu ruang bu Aurora 3 kali sebelum ia membuka pintunya.

"Permisi." Sapa Miya seraya melangkah masuk setelah membuka pintu.

Gadis bersurai panjang itu mematung dekat pintu karena 3 pasang mata melihat kearahnya.

"Miya." Panggil bu Aurora. "Duduk." Pinta guru bersanggul kecil itu dengan lembut.

Miya menghampiri kursi kosong di berhadapan dengan Bu Aurora, di samping seorang cowok berkepala pirang. Gadis itu duduk setelah membalas tatapan malas dari orang di sebelahnya.

Di sana ada Lesley yang duduk di samping bu Aurora. Guru muda bersurai kepang itu menatap ke arah Miya. Kedua alis nya dinaik-turunkan sambil tersenyum tipis. Ia menunjuk Alucard dengan lirikan Matanya. Miya hanya membalasnya dengan tatapan malas.

"Alucard, Miya." Kata bu Aurora mengawali pembicaraan. "Setelah ibu review hasil belajar dan nilai Matematika kalian beberapa semester ini, ternyata cukup memuaskan." Lanjut bu Aurora. "Maka dari itu, ibu dan bu Lesley sepakat untuk mengirim kalian berdua ke Olimpiade Matematika tingkat Provinsi bulan depan."

Kedua bocah berseragam SMA Moniyan itu membulatkan mata.

"Maaf, Bu. Biasanya hanya satu siswa yang mewakili sekolah untuk Olimpiade Matematika. Tapi kenapa sekarang dua orang bu?" Tanya Miya. Ia ingat, tahun lalu ada Kimmy yang di kirim sekolah untuk Olimpiade Matematika.

"Kabarnya tahun ini ada beberapa SMA yang tidak bisa mengirimkan perwakilannya untuk Olimpiade. Ibu juga tidak tahu apa alasannya." Jelas bu Aurora. "Kabarnya juga, Dawn Highschool, SMA Eruditio juga mengirimkan dua perwakilan. Bukankah hal ini bisa memperbesar peluang kita untuk menjadi juara bertahan?" Lanjut bu Aurora.

Kedua muridnya hanya mengangguk.

"Kalian tenang saja, ada bu Lesley yang akan mementori kalian." Ucap Bu Aurora seraya mengambil ponselnya yang berbunyi di dalam tas. Ia mengangkat panggilan masuk setelah memberi kode pada orang di sekitarnya.

Back to MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang