Langit masih hitam sejauh mata Miya memandangnya. Tak pernah bosan ia menyantap hidangan pemandangan malam di balkon apartemen, bersama secangkir latte hangat di tangannya.
Sudah lima tahun ia hidup di negeri orang. Negeri yang semula asing baginya, kini mulai akrab dengan kehidupannya.
Sehebat-hebatnya negeri orang yang sudah membuka jalan bagi karirnya, Miya tetap merindukan tanah kelahirannya. Apa yang Swiss suguhkan untuknya, belum cukup mengubur jati diri Kota Moniyan di hatinya.
Bersama asap kehangatan yang mengembus dari cangkir latte, berbaurlah udara kerinduan dari tiap hela napas Miya saat membuka lembar-lembar kenangan tentang Moniyan dalam otaknya.
Begitu pula dengan seseorang di belahan bumi lain, yang tengah menikmati kopi paginya.
Berdiri gagah di balik jendela kaca ruang kerjanya, Alucard menatap atap-atap gedung berlatar langit biru. Tak tahu apa yang menjadi pusat ketertarikannya. Ia hanya merasa, ada secelah pintu masuk akan harapannya yang mulai terbuka.
Sejengkal demi sejengkal ia raih. Untaian garis waktu, perlahan ia gulung rapi. Jarak itu, seakan menipis. Hanya berupa garis di tengah batas siang dan malam.
Malam merindu.
Miya belum juga terserang rasa kantuk setelah seharian full berkutat dengan berbagai aktivitasnya.
Selain secangkir latte, mungkin menghubungi orang yang ia rindukan akan sedikit mengobati penatnya malam ini.
Gadis itu meraih ponselnya yang dari kantung coat-nya. Ia mengambil jarak dengan layar ponselnya agar lawan bicaranya melalui video call bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Anak lelaki kecil bersurai cokelat mengangkat panggilan video dari Miya.
"Aunty Mimiy!!" sahutnya seraya berlari.
Miya terkekeh saat melihat layar itu bergerak-gerak. Sepertinya anak kecil itu tengah berlari.
"Halo, Gusrino!" sapa Miya saat wajah anak kecil itu muncul lagi. Kini, ada wanita bersurai marun di belakangnya.
"Miy, kamu udah pulang kerja?" tanya Lesley dari seberang. Ibu dari anak kecil itu mengambil alih ponsel itu.
"Udah, Kak. Gimana di sana? Semuanya baik-baik aja, kan?"
"Seperti biasanya, Miy. Kalo pulang ngajar, paling main sama Gusrino dan Gladys. Dua-duanya lagi aktif banget. Yang cowok lari-larian aja, yang cewek coret-coret di mana-mana." Ibu dua anak itu mengeluh namun terlihat bahagia. "Kamu rencana pulang kapan?"
"Kayaknya minggu depan, Kak. Nunggu project aku yang satu lagi selesai," sahut Miya.
"Iya, ini kado yang kamu minta udah ada dua," canda Lesley. "Tapi udah nggak bayi lagi, hehe."
"Gampang, aku tinggal minta lagi yang bayi."
"Husss.. ini aja udah repot, Miy."
"Dibantu bapaknya lah."
"Heh, ini udah gue kasih dua, masih aja kurang! Bikin sendiri!" Ternyata Gusion mengambil alih ponsel yang dipegang Lesley.
Miya terkekeh. Abangnya masih belum berubah juga. "Bang, gue minggu depan balik. Jemput gue yaa!" pinta Miya. "Gue kangen dijemput lo, nih! Ajak Gladys sama Gusrino juga yaa."
![](https://img.wattpad.com/cover/218147804-288-k206354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Mantan
أدب الهواةRahasia hubungan Miya dan Alucard akhirnya dibongkar setelah keduanya sepakat putus. Berita itu sempat menghebohkan jagat SMA Moniyan. Alucard yang sejatinya adalah seorang 'most wated' di sekolahnya, selalu menutupi identitas kekasihnya saat ditany...