Luka Lama Lunox

625 64 2
                                        

Miy, ini undangan buat temen-temen lo.”

Suara Gusion membuyarkan lamunan Miya. Ia tersadar kalau makanan di piringnya masih tersisa setengah. Lalu ia mendongkak, memandang wajah Gusion yang sedikit menaruh wajah selidik padanya.

“Lo kenapa?” tanya Abang semata wayang Miya.

“Enggak. Gue cuma kepikiran sama Layla dan Freya.” Kilahnya. Ia kemudian kembali menyendokkan makanan ke mulutnya seraya memandang beberapa lembar undangan yang diletakkan Gusion diatas meja.

“Lo undang beberapa aja yang deket sama lo.” Kata Gusion seraya duduk di kursi makan dan menuangkan air putih, kemudian ia meneguknya.

“Oke, nanti gue tulisin sendiri siapa yang bakal gue undang.” Sahut gadis bersurai silver itu.

“Beb, temen SMA kamu ada lagi yang mau diundang? Biar aku sekalian ketikin namanya.” Sahut Lesley dari sofa depan TV. Gadis berkepang maroon itu tengah berkutat dengan setumpuk undangan dan sebuah laptop untuk mendata nama-nama yang akan mereka undang.

“Bentar, beb. Aku cek di grup SMA dulu.” Sahut Gusion seraya bangkit dari duduknya dan menghampiri calon istrinya.

Masih di tempat yang sama, Miya meraih satu kartu undangan pernikahan Gusion dan Lesley seraya memikirkan nama teman-temannya yang akan ia undang. Namun, ia masih bingung dengan satu nama, apakah nama itu akan ia tulis di kartu undangan itu atau tidak. Nama yang membuatnya sulit untuk memutuskan adalah nama Alucard.

Mengingat soal Alucard, Miya jadi penasaran dengan cewek karate yang bernama Lunox itu. Apakah sekarang cewek itu sudah mulai membaik atau belum.

Mau tidak mau, Miya juga merasa bersalah karena tanpa sengaja dia ikut menyakiti Lunox saat itu. Ini semua salah Alucard. Kalau saja cowok itu cerita dari awal jika ingin mengajak Miya ke GOR, mungkin ia akan menolak ajakan cowok pirang itu.

Namun setelah dipikir lagi, Alucard tidak sepenuhnya salah. Cowok itu hanya ingin mempertahankan hubungannya dengan Miya. Andai saja waktu itu Miya mau menyisakan sedikit waktu untuk mendengarkan penjelasan Alucard lebih detail, mungkin kejadian kemarin tidak akan terjadi.

Miya memijat pelipisnya, terlalu pusing dengan apa yang dipikirkannya saat ini. Miya harus melakukan sesuatu untuk menebus rasa bersalahnya.

Tiba-tiba, ia mendengar suara tawa dari sofa depan tv. Mata hazelnya langsung tertuju pada sepasang kekasih yang tengah duduk bersama itu.

Tapi tunggu, apa yang mau mereka lakukan? Kedua wajah mereka begitu dekat, bahkan hampir menempel.

“Ekhemm!!” Miya berdehem keras membuat dua sejoli itu langsung memisahkan diri.

***

Miya belum juga kembali ke tempat duduknya yang semula. Beberapa hari ini, ia masih betah duduk bersama Lolita di tempat Hanabi. Sementara Layla, harus tahan-tahan telinga karena teman sebangku barunya itu selalu berisik, apalagi saat membaca komik.

Sampai akhirnya bel pulang sekolah sudah menjerit-jerit. Miya langsung melesat keluar setelah sang guru pelajaran sudah meninggalkan kelas lebih dulu. Miya ingat, ada sesuatu yang harus ia lakukan.

Sekitar setengah jam Miya duduk di kantin. Sepertinya, ia sedang menunggu sesuatu.

Ia melihat beberapa anak club karate menghampiri counter Mak Vexa untuk membeli persediaan air mineral selama mereka latihan. Miya bangkit dan mencegat salah satu anak club karate itu.

“Dek, kakak boleh nanya?” tanya Miya pada anak cowok anggota club karate itu.

Cowok berseragam karate itu mengangguk, “Nanya apa, kak?”

Back to MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang