Bab 5 - Ketahuan

294 33 4
                                    

Semenjak saat itu, gue jadi tahu namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak saat itu, gue jadi tahu namanya. Almira! Ya. Gue yang amat senang berlari ke arah Nissa yang berada di kantin. Macam seorang anak berlari ke ibunya. Meski ada temannya Nissa di sana, bagi gue itu tidak penting.

"Nissaaaa, tahu nggak gue tahu nama si cewek yang gue taksir. Namanya Almira! Gue berencana buat deketin dia!" banyak sorakan tawa dari murid - murid yang berada di kantin terkecuali Nissa. Ingat ya, gue tidak sedang bergurau! Gue serius.

Nissa yang masih berada di sana pun geram. Apa gue..

"Ham, mungkin lo nggak bakal ngerti tentang semua ini. Kalau lo mau deketin cewek itu, ya udah..kita musuhan. Jangan temui gue lagi!" ucap Nissa menutup kalimatnya seraya berlalu begitu saja meninggalkan gue seorang diri di belakang.

"Eh, lo Ilham,'kan? Lo belum di bagi kamar asrama, ya?" tanya seorang cowok bermata abu tua di depan gue. Entah sejak kapan dirinya berada di sana. Gue mengangguk sebagai jawaban

"Sebelumnya, kenalkan. Gue Rama. Ketua osis di sini. Gue ingin menyampaikan kalau lo di kamar 104. Se kamar sama Xava, Zaidan, sama Anton. Lo pokoknya kalau apa – apa tanya aja mereka atau gue."

Aduh, si Rama nggak tahu kata bego apa? Gue kan anak baru di sini. Gue nggak tahu siapa sih tadi. Tuh kan namanya aja gue nggak inget. Oh, si Xava, Anton, sama siapa lagi gitu.

Yaudah, karena di rasa tak ada kepentingan yang lain, gue beranjak dari sana. Ada juga suara desisan yang tentu saja masih terdengar oleh gue. 

"Kayak bocah, temenan sama cewek pula."

"Dih paan sih tuh anak. Almira kan punya gue."

Dan banyak lagi komentar para netizen yang omongonnya tak kalah pedas dengan cabe rawit. Fixed. Kalau udah kayak gini, gimana Almira bakal suka sama gue.

"ILHAM!" panggil perempuan berparas cantik layaknya model catwalk. Suara itu, terdengar familiar di gendang telinga gue. Gue rindu dengan suara ini. 

Tanpa permisi, perempuan tersebut merangkul bahu gue. Mampus. Gue udah skakmat woy!

"Ilham! Mama bawa koper kamu lho. kan kamu bakal tinggal di asrama. Tadi di rumah ketinggalan, jadi Mama bawain deh.. Oy iya Ilham, di koper Mama bawakan roti sandwich unicorn! Bagi - bagi sama kawan kau, ya," ceracau nyokap. Duh. Kenapa pake di antarkan segala, gue malu setengah mati! 

"Haha, jadi si anak culun anak mami? HAAHA! GILA LUCU BANGET"

"Makin kayak cewek aja. Tinggal kasih wig, jadi deh!"

Duhh...

Gue tersenyum kecut. Asli gue malu banget. Udah di hujat, makin di caci maki gue. 

"Ma, Ilham ke kelas dulu, ya?" ungkap gue cepat seraya melangkah maju meninggalkan nyokap. Gue berjalan dengan rasa campur aduk. Kesel, malu, dan merasa bersalah. Semua itu dicampur menjadi adonan perasaan di hati gue saat ini. 

ALMIRA : JANGAN PAKSA MEMBENCIMU (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang